Taubat Nasuha
Dalam kamus besar bahasa Indonesia taubat dimaknasi sebagai:
- sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan: sekarang ia sudah — dari kejahatan yang pernah dilakukan
- kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar: setelah mendengar khotbah itu banyak orang yang — kembali ke jalan yang sesuai dengan ajaran Tuhan
- merasa tidak sanggup lagi: — aku mengajar anakmu
- menyatakan rasa heran, kesal, atau sebal: –! –!, bengal betul anak itu!
- jera (tidak akan berbuat lagi): ia sudah — tidak akan mengisap ganja lagi
Taubah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata taba yatubu taubah yang artinya ar-ruju’ (kembali). Taba ilallah maknanya kembali kepada Allah dan bertekad untuk tidak mengulangi suatu dosa, sedangkan taballah ‘ala ‘abdih bermakna Allah mengampuni hamba-Nya.
Taubat yang benar adalah taubat dari segala kesalahan masa lalu dan taubat itu memiliki tingkatan-tingkatan sesuai dengan tingkatan-tingkatan orang-orang yang bertaubat. Dalam kitab Misbah al-Syari’ah disebutkan: Taubat adalah tali Allah Swt dan berasal dari bantuan/ inayah-Nya. Maka, seorang hamba harus selalu bertaubat dalam setiap keadaan dan setiap kelompok dari hamba memiliki taubat. Taubatnya para nabi adalah karena kegelisahan rahasia; taubatnya para wali dari polusi pikiran-pikiran; taubatnya orang-orang yang bersih jiwanya dari bernafas selain Allah Swt, sedangkan taubatnya orang-orang yang khusus dari kesibukan selain Allah Swt dan taubatnya orang-orang umum/orang awam adalah taubat dari dosa.
Taubat yang harus dilakukan oleh orang awam adalah sebagaimana disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib saat menjelaskan tentang makna istighfar, dimana ia memiliki enam rukun: pertama, penyesalan. Penyesalan ini merupakan solusi dari banyak masalah, terutama sebagai ganti daripada penyesalan saat kematian dan setelahnya yang tidak dapat dibayangkan bagaimana penyesalan yang bakal diterima dan dihadapi oleh orang yang tidak bertaubat. Sebab, di dunia ini manusia tidak akan pernah mampu membayangkan musibah-musibah ini; bagaimana kegembiraan-kegembiraan, keindahan-keindahan dan cahaya-cahaya serta kekuasaan-kekuasaan yang kemudian diganti dengan kesengsaraan-kesengsaraan, kesulitan-kesulitan, kegelapan-kegelapan dan amarah-amarah yang bakal diterimanya, sehingga ia tidak akan pernah mampu mencapai penyesalan derajat ukhrawi yang bisa dibayangkannya di dunia ini!
Kedua, bertekad ini untuk tidak mengulangi kembali. Ketiga, menunaikan hak-hak makhluk.
Keempat, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang ditinggalkannya.
Kelima, daging yang tumbuh di badannya dari hal-hal yang haram harus digantinya dengan melatih fisiknya dalam bentuk riyadhah (olah jiwa) dan memberinya minuman dan makanan yang halal sehingga tumbuh kulit yang melekat pada tulang dan daging yang baru.
Keenam, berapa lama ia melakukan kemaksiatan dan menikmatinya maka sebagai gantinya, ia pun harus merasakan penderitaan dalam ketaatan.
Adapun perincian riwayat secara global tersebut adalah bahwa ketika manusia mengetahui benar-benar hakikat dan pengaruh maksiat, misalnya saat saat memakan harta anak yatim, ia benar-benar meyakini bahwa ia memakan api, dan api ini dengan dimakan tidak akan pernah padam, bahkan setelah kematian justru ia semakin menguat dan membara; api itu akan membakar urat-urat dan bagian dalam tubuh manusia. Dan setelah urat-urat dan bagian dalam manusia terbakar, organ dan bagian tubuh manusia tersebut diutuhkan kembali. Pengetahuan akan hal ini harusnya secara otomatis membangkitkan penyesalannya sesuai dengan kadar penderitaan dan kesulitannya. Dan ia harus bergerak untuk menghindarinya, terutama ketika ia yakin bahwa saat berhasil memadamkan api yang dinyalakan sendiri di dalam dirinya itu, maka betapa kelezatan-kelezatan dan kemuliaan-kemuliaan akan digapainya. Maka, sesuai dengan pengetahuan itu, ia terdorong dengan penuh kerinduan untuk memadamkan api tersebut. Dan setiap pekerjaan berat yang dihadapinya maka bila toh ia mesti melakukannya, ia melakukannya dengan penuh kerinduan.
Bilamana engkau mengatakan, dalam taubat selain memperbaiki maksiat, kelezatan dan kemuliaan apa yang bakal diraih? Sebagai jawabnya, kami katakan, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah Swt mengganti keburukan-keburukan dengan kebaikan-kebaikan berlipat ganda. Tidakkah engkau mengetahui kemuliaan dan berita gembira yang agung yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah Swt mencintai orang-orang yang bertaubat,”[1]?! Tidakkah engkau membayangkan kedudukan cinta Allah? Ahli haq (kebenaran), mengatakan bahwa kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya tampak dalam bentuk Allah menyingkapkan bagi mereka tabir-tabir dan Dia member mereka karunia kedekatan dan pertemuan dengan-Nya.
Wahai sahabat suluk, bila mukadimah-mukadimah mistik ini terjadi dan memanifestasi bagi seorang yang bertaubat yang tentu dengan segenap wujudnya ia bersedia untuk mengobati luka maksiatnya maka setiap atom dari wujudnya dengan pelbagai macam jenjang dan arah akan merendah dan mengagungkan Allah Swt dan ia akan mengatakan, aku bertaubat kepada Allah dan secara otomatis jenjang-jenjang yang lain secara sempurna akan menjadi lurus dan benar. Misalnya, ada beberapa persoalan yang terkait dengan hakikat mistik yang berkaitan dengan maksiat. Sebagai contoh, kisah pemuda yang membongkar kuburan. Ingatlah hal itu dan perhatikanlah, bahwa apakah ada orang yang menyuruhnya untuk melakukan seperti itu?! Atau, pengetahuan pribadi yang parsial tentang besarnya kejahatannya, dimana pengetahuan ini memaksanya untuk melakukan suatu tindakan seperti ini. Ya, sangat bagus sekali riwayat tentang taubatnya pemuda yang membongkar kuburan ini Anda perhatikan, lalu renungkanlah taubatnya dilihat dari sisi orang awam, lalu dari sisi taubat para wali dan setelah itu derajat taubat para nabi, dimana masing-masing memiliki cerita tersendiri, sehingga masing-masing memiliki pengaruh bagi Anda, bak tetesan air hujan di atas bebatuan yang keras.
Disadur dari kitab risalah liqaullah Syekh Jawad Tabrizi
[1] QS. Al Baqarah: 222.