Masa Depan Perang Ukraina dan Suriah
MM-Ditengah perang Rusia vs Ukraina memasuki hari ke-45, hubungan diplomatik Rusia-Turki makin rumit. Keamanan dan ekonomi menjadi satu paket keruwetan. Kawan saling membutuhkan di sektor ekonomi, saling bunuh di sektor keamanan. Kata kunci teraktualnya adalah idlib dan Ukraina.
Data ekonomi menyebutkan, Rusia sedang membangun reaktor nuklir pertama Turki. Baru-baru ini Rusia membangun pipa di bawah Laut Hitam ke Turki, dan memasok sebagian besar gas alam agar penduduk Turki tetap hangat. Turki mengimpor lebih dari 90% energi dari Rusia, dan Rusia adalah salah satu pemasok utamanya. Sementara Rusia butuh uang dari Turki.
Sebagai anggota NATO yang nakal, pada 2017, Turki menandatangani kesepakatan untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia sebagai bargaining melawan AS dan Israel. Karena saat itu Turki dipaksa perang total dengan Suriah, tetapi Erdogan tidak mau, yang berakibat peristiwa kudeta atas Erdogan yang gagal. Akhirnya pada 2019, sistem S-400 dipasang.
Hanya saja, sistem S-400 bisa dimatikan kapan saja oleh Rusia sebagai produsen sistem, seperti yang dilakukan AS terhadap Saddam Hussein dari Irak. Sehingga nilai sistem pertahanan udara S-400 di Turki menjadi tidak berharga.
Namun kelemahan teknologi pertahanan udara Turki tidak disadari Erdogan, bahkan Erdogan justru menjual terus drone Bayraktar TB2 Turki ke Ukraina. Fakta perang dilapangan membuktikan, militer Ukraina telah menggunakannya di Donbas untuk melawan target pro-Rusia dan sekarang ke tentara Rusia sendiri. Drone Turki semakin banyak masuk Ukraina sejak 2 maret, meski di peringantkan Moskow.
Kementerian Pertahanan Ukraina telah memposting video drone buatan Turki yang menargetkan pasukan Rusia. Pekan lalu, Moskow memperingatkan negara-negara yang memasok senjata ke Ukraina, akan bertanggung jawab atas kerugian.
Kini, milisi di seluruh dunia mulai membanjiri Ukraina, setelah Volodymyr Zelensky pada 27 Februari mendesak orang asing untuk pergi ke kedutaan besar Ukraina di seluruh dunia untuk mendaftar menjadi sukarelawan memerangi Rusia di Ukraina. Menurut presiden Ukraina ini, sebanyak 16.000 sukarelawan asing telah tiba di Ukraina untuk membantu perjuangan mereka melawan Rusia.
Taktik Zelensky memobilisasi kombatan melawan Rusia ini sama dengan srategi US-NATO di Suriah. Hanya saja peran Zelensky di ganti negara Arab pro USA-Israel pada saat melawan Suriah, seperti Turki, Emirat, Arab Saudi, Qatar. Presiden Erdogan, Yusuf Qordowi, Zelensky, termasuk ustad-ustad dan kombatan pro ISIS asal Indonesia adalah korban sekaligus mainan US-NATO.
Sisa-sisa jihadis pro US-Israel yang melawan Suriah sekarang menumpuk di idlib. Utusan PBB untuk Suriah mengatakan ada sekitar 10.000 teroris Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Idlib. Teroris lainnya bertempur di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah. Namun, begitu Presiden Erdogan dari Turki mulai mensponsori mereka, mengubah nama mereka menjadi “Front Nasional untuk Pembebasan”.
Perang AS-NATO di Suriah untuk perubahan rezim, memanfaatkan partisan Ikhwanul Muslimin dan salafi-wahabi sebagai relawan gratis di tanah Suriah. Para teroris awalnya bernama Tentara Pembebasan Suriah tetapi diambil alih oleh Al Qaeda, dan akhirnya berubah menjadi ISIS. Sementara perang AS-NATO di Ukraina menggunakan Neo-Nazi plus jihadis yang sekarang berkumpul di Idlib. Dengan demikian ISIS dan Neo Nazi Ukraina, kini menjadi duo Islamo-fasis yang berjejaring dan menjadi tentara NATO melawan Rusia di Ukraina.
Idlib dan Ukraina
Hubungan Turki-Rusia menghadapi ujian makin kritis dengan akan terhubungnya secara langsung perang Ukraina dengan Idlib, Suriah.
Pada 2018, Rusia dan Turki menandatangani perjanjian di Sochi tentang Idlib. Turki akan memisahkan teroris dari warga sipil tak berdosa dan menjamin keamanan jalan raya yang menghubungkan Latakia dengan ibu kota industri Suriah, Aleppo. Tujuanya untuk mencegah Tentara Arab Suriah menyerang Idlib dan membersihkan semua teroris.
Hingga sekarang, Turki berkepentingan mencegah pengungsi di Idlib melarikan diri ke Turki jika serangan dimulai, pada saat yang sama memelihara keberadaan teroris binaanya di Idlib, diperkirakan 3 juta warga sipil menyatu dengan puluhan ribu teroris.
Turki memiliki selusin pos militer di Idlib dan mengatakan akan mengisolasi teroris, tetapi setelah hampir empat tahun Turki tidak memenuhi kesepakatannya. Idlib tetap menjadi status quo yang tegang, tanpa penyelesaian politik yang terlihat dan tidak dibahas sama sekali hingga sekarang.
Kondisi saat ini, teroris Islam radikal di Idlib/Suriah termasuk orang asing berusaha mencapai Ukraina melawan Rusia. Islam radikal adalah ideologi politik yang disebut Islamo-fasis, dan memiliki kesamaan dengan milisi Nazi di Ukraina. Baik Nazi di Ukraina maupun teroris di Idlib sama-sama memerangi Rusia. Teroris di Idlib telah menyusun rencana untuk mengirim pejuang ke Ukraina, pada saat yang sama memerangi Rusia di Idlib, sehingga memukul Rusia di dua medan pertempuran.
Pemimpin teroris Irak Maysara bin Ali, juga dikenal oleh Abu Maria al-Qahtani mengatakan di Telegram, jika seorang Muslim di Ukraina berperang dan mengalahkan Rusia, dia akan diberi hadiah di surga, dan jika terbunuh, akan menjadi syahid. Tewas dalam Perang Suci.
Kekuatan teroris paling kuat di Idlib adalah Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah koalisi kelompok Islam yang terdiri dari kombatan Suriah dan asing, dan didominasi oleh afiliasi Al Qaeda yang dikenal sebagai Jabhat al Nusra.
Pada 27 Februari, Turki menyatakan konflik di Ukraina sebagai perang. Mengacu pada konvensi 1936 tentang jalur air di Istanbul, Bosphorus. Turki sekarang telah mengunci kapal perang Rusia di Laut Hitam, mencakup kapal perusak, fregat, dan salah satu kapal perang paling canggih Rusia yang membawa rudal jelajah. Kapal-kapal ini akan bergabung dengan armada kapal perang yang sudah berada di luar Odessa.
Situasi Erdogan kini krusial, keberlangsungan kekuasan politiknya ditentukan kebijakan politik luar negeri sepenuhnya untuk melawan Rusia. Baik melawan Rusia di Idlib dan Ukraina, keduanya adalah fron terdepan bagi pasukan NATO. Lebih tegas lagi, baik perang Idlib dan Ukraina adalah kemanaan bagi eksistensi Israel.
Bagi US, NATO dan Israel, Erdogan tidak hanya bertugas melawan Rusia, tetapi Erdogan juga sekaligus harus melawan oposisi dalam internal Turki. Oposisinya kini telah bersatu melawannya dan jajak pendapat menunjukkan mayoritas anti-Erdogan.
Jika Turki makin terpancing US-NATO dan terdorong terus menjual droneya ke Ukraina, maka Rusia dapat membalas secara cepat, bersama Tentara Arab Suriah menyerang teroris yang dilindungi Turki di Idlib. Akibatnya jutaan warga idlib menyeberang ke Turki, ekonomi Turki akan turun, keamanan tidak stabil dan sentimen warga Turki terhadap Erdogan akan makin meningkat.
Sebaliknya, jika posisi Rusia melemah dihadapan AS-NATO saat perang melawan Ukraina, Erdogan dapat memilih untuk meningkatkan serangan terhadap posisi dan aset Rusia dan Suriah di Idlib, dan mengambil lebih banyak wilayah di barat laut Suriah di perbatasan Turki.
Namun, Rusia sepertinya tahu, perang Ukraina yang dijalaninya adalah solusi kekalahan bagi proyek US-NATO, Turki, Israel di Suriah. Sehingga bagi Rusia, mengaktifkan dan menumpas teroris di Idlib adalah solusi terbaik, tapi buruk bagi eksistensi Israel, karenanya menjadi bargaining bagi Rusia menghadapi US-NATO di Ukraina. Dengan demikian, kedepan, perang Ukraina dan Suriah, terutama Idlib akan terhubung langsung, baik level diplomatik, lokasi, dan aktor akan bertambah.