Peran Politik Fatimah Zahra dalam Sejarah Islam
Fardiana Fikria Qur’any, M. Ud-Dalam sejarah Islam telah terekam jejak-jejak perempuan. Diawali dengan kedudukan perempuan di sisi Nabi Muhammad SAW yang diilustrasikan melalui kedudukan Fatimah sebagai anak bagi ayahnya hingga perannya dalam urusan domestik dan urusan publik seperti peran sosial dan politik. Fatimah az Zahra adalah salah satu dari empat perempuan sempurna yang disebutkan Nabi. Kehadirannya menjadi teladan bagi perempuan muda muslim masa kini dan menghadirkan sosoknya dalam pembahasan kekinian menjadi hal penting untuk merefresh pengetahuan kita bagaimana menjadi sosok perempuan dengan berbagai peran dalam bingkai syariat yang benar.
Istimewanya Fatimah di Sisi Nabi Muhammad SAW
Berdasarkan catatan sejarah, Fatimah adalah anak dari perkawinan Nabi Muhammad SAW bersama Siti Khodijah, seorang saudagar perempuan kaya raya. Perempuan setelah Khodijah yang besar dan dididik di rumah kenabian Muhammad SAW. Rumah ini menjadi madrasah bagi Fatimah yang mendidiknya dengan cinta-kasih sayang tiada henti. Sentuhan spiritual yang berkesinambungan melahirkan sosok perempuan yang cerdas, kuat dan berani.
Fatimah sebagai anak juga merupakan manifestasi nyata dari kautsar yang diartikan sebagai nikmat yang banyak lagi berlimpah pada surah Al-Kautsar. Asbabunnuzul ayat ini mengenai sindiran kaum musyrikin tentang keterputusan nasab nabi Muhammad SAW karena semua anak laki-lakinya meninggal.[i] Para mufassir menafsirkan bahwa pada surah ini yang dimaksud dengan anugerah dan rejeki yang berlimpah adalah sosok Fatimah yang menjadi cikal-bakal langgengnya keturunan nabi Muhammad SAW. Melalui rahimnyalah keturunan Nabi ada hingga hari ini. [ii]
Nabi pernah bersabda, “Fatimah adalah bagianku. siapa yang menyakitinya, maka ia juga menyakitiku.”[iii] Sabda Nabi ini menunjukkan kedudukan Fatimah yang sangat istimewa di sisi Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Fatimah juga memiliki gelar ummu abiha yang berarti ibu dari ayahnya. Gelar ini diberikan karena sepanjang perjalanan perjuangan Nabi berdakwah, Fatimah adalah orang pertama yang menghapus duka dan lara sang Nabi.
Dengan demikian, dari setiap perjalanan hidupnya, Fatimah memiliki kedudukan khusus di sisi Nabi. Karena dirinya selalu mendampingi Nabi SAW selama dakwah dan melalui rahimnya keturunan Nabi SAW berlangsung ada hingga hari ini. Fatimah sudah memiliki pengalaman bersama ayahnya dalam memperjuangkan kebenaran di masyarakat Arab.
Khotbah-Khotbah Politik Fatimah Zahra
Selama kehidupannya yang singkat sepeninggal ayahnya, Fatimah Zahra menyampaikan sedikitnya dua khotbah. Yang pertama adalah khotbahnya tentang khilafah dan kedua, khutbah mengenai tanah Fadak. [iv]
- Khotbah tentang Khilafah
Pada khotbah pertama, Fatimah menyampaikan tentang khilafah di masjid Nabi. Hadirnya Fatimah ke masjid untuk berkhotbah bertujuan untuk meminta hak wilayah untuk suaminya, Ali bin Abi Thalib. Di antara khotbah yang disampaikan:
“Ketika Allah SWT memilih rumah para nabi-Nya untuk nabi-Nya dan tempat orang-orang terpilih-Nya, muncul permusuhan pada diri kalian. Orang yang dulunya diam, berbicara. Orang pinggiran tak terkenal, bermunculan. Hewan jantan para pendusta meraung lalu berlenggang di halaman rumah kalian. Setan pun menampakkan kepalanya dari liang persembunyian memanggil kalian. Dia mendapati kalian tak berdaya. Membuat kalian marah lalu mendapati kalian marah karena kemarahannya. Kalian menandai unta yang bukan milik kalian dan meminum di tempat minum yang bukan milik kalian. Sementara masanya sudah dekat, luka telah meluas dan tidak lagi pulih. Rasul belum dikuburkan, kalian telah berebut kekuasaan karena dalih takut akan fitnah. Ketahuilah! Mereka sebenarnya telah jatuh dalam fitnah dan sesungguhnya neraka jahanam mengelilingi orang-orang kafir. Aduhai…. Sayang sekali! Ada apa dengan kalian? Kalian menelan dusta sementara kitab Allah SWT terbuka di hadapan kalian. Perkara-perkaranya jelas, hukum-hukumnya tegas, tanda-tandanya tampak, larangan-larangan-Nya nyata dan perintah-perintah-Nya tak samar. Tapi, kalian meletakkannya di belakang punggung kalian. Apakah kalian hendak meninggalkannya? Ataukah kalian hendak mengambil hukum selain kitab Allah? Amat buruklah (iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi [v]
Baqir Syarif memaparkan setidaknya ada 2 poin yang disampaikan dalam khotbahnya Fatimah mengenai wilayah:
- Fatimah Zahra mengecam sebagian sahabat Nabi SAW karena telah menjauhkan kekhilafahan dari Ahlulbayt Nabi yang merupakan pusat ilmu dan hikmah di dunia Islam.
- Fatimah Zahra menolak mentah-mentah semua alasan dan pijakan mereka dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang tidak benar terhadap Ahlulbayt Nabi, karena Al-Quran yang berada dalam penguasaan (yaitu, yang benar-benar memahami Al-Quran) Ahlulbayt dengan perkara yang jelas dan ayat-ayat yang terang menegaskan bahwa al-Quran menyeru kepada semua manusia kepada kebenaran dalam semua aspek, mengikuti kebenaran secara total dan mendahulukan orang yang paling berilmu dan paling utama atas yang lain.[vi]
Fatimah hadir untuk berkhotbah dalam rangka mengingatkan kembali hak kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW yang telah diisyaratkan secara tegas oleh Nabi pada saat haji terakhir yang disebut dengan peristiwa Ghadir Khum.[vii]
Fatimah; Tauladan Kebangkitan Gerakan Perempuan
Terlepas dari polemik kepemimpinan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, kita bisa menyorot komitmen Fatimah dalam memperjuangkan keadilan bagi ayahnya, Rasulullah SAW dan suaminya, Ali bin Abi Thalib. Fatimah tidak tunduk pada kezaliman di balik cadar hitam yang menutupi wajahnya. Fatimah Zahra khotbah di depan khalayak ramai tanpa melucuti kehormatannya sebagai perempuan. Justru ia menampakkan sisi keagungan dalam keindahannya.
Di era kontemporer, kita membutuhkan sosok teladan perempuan yang bisa dijadikan role model dalam setiap gerakan perempuan yang menyuarakan kesetaraan dan keadilan. Meski tidak melalui khotbah, tapi ekspresi gerakan perempuan bisa dengan berbagai cara. Kata kunci yang bisa kita ambil dalam gerak politik Fatimah adalah “keagungan dalam keindahan”.
Keadilan yang ingin kita capai bertujuan untuk membangun satu harmonisme alam, bukan untuk membangun dominasi baru dalam masyarakat sosial. Karena pada hakikatnya laki-laki dan perempuan dititipkan potensi yang sama dari segi spiritual dan intelektual. Membangun keseimbangan potensialitas diri dan membangun keseimbangan aktualitasnya di wilayah domestik maupun publik adalah hakikat dari gerakan perempuan yang diinspirasi oleh sosok agung nan indah, Fatimah Zahra as.
[i] Baqir Syarif al Qararyi, Fatimah Zahra; Biografi, Kehidupan dan Perjuangannya. Jakarta: Nur al-Huda, 2018, hal. 3.
[ii] Baqir Syarif al Qararyi, Fatimah Zahra; Biografi, Kehidupan dan Perjuangannya. Jakarta: Nur al-Huda, 2018, hal. 4.
[iii] Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar jil. 27. Beirut: TP, 1984, hal. 62.
[iv] Imam Khomeini, Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini, Terj. Muhammad Alcaff. Jakarta: Lentera, 2004. Hal. 40
[v] Baqir Syarif al Qararyi, Fatimah Zahra; Biografi, Kehidupan dan Perjuangannya. Jakarta: Nur al-Huda, 2018, hal. 374.
[vi] Baqir Syarif al Qararyi, Fatimah Zahra; Biografi, Kehidupan dan Perjuangannya. Jakarta: Nur al-Huda, 2018, hal. 375.
[vii] Ghadir Khum adalah peristiwa deklarasi Nabi Muhammad SAW yang mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai penerus tampuk kepemimpinannya. Hadis yang banyak diketahui dalam peristiwa ini, “man kuntu mawla, fahadza Ali mawla.”