Ajaran Tasawuf-Suluk Sayidina Imam Ja’far ash-Shadiq Yang Diijazahkan Kepada ‘Unwan Bashri (Bagian Kedua)
Aku berkata kepada Imam, ‘Wahai Imam ! Ajarilah aku petunjuk-petunjuk apa saja yang harus aku lakukan.’ Imam menjawab, ‘Aku menganjurkanmu untuk melaksanakan sembilan hal berikut. Ini adalah anjuran dan pentunjukku untuk semua pengembara spiritual yang berjalan menuju Allah. Aku berdoa semiga Allah menganugerahkan kepadamu rahmat-Nya. Tuntunan itu sebagai berikut : Ada tiga tuntunan untuk mempraktikan asketisme jiwa, tiga tuntunan untuk menahan nafsu, dan tiga tuntunan terakhir untuk mencari ilmu (ilm). Jagalah semua tuntunan itu dan berhati-hatilah untuk tidak lalai dalam mengamalkannya.’ Unwan Basri berkata, ‘Aku mendengarkan dengan seksama tuntunan Imam, lalu Imam melanjutkan, ‘Tiga tuntunan yang aku anjurkan untuk kezuhudan jiwa terdiri atas :
- Berhati-hatilah, jangan makan sesuatu sampai dan hanya jika engkau sangat membutuhkannya. Karena jika tidak, makanan itu tidak akan menjadi sumber kebodohan dan kelalaian bagimu.
- Jangan makan sesuatu sampai dan hanya jika engkau merasa betul-betul lapar.
- Ketika makan, biasakanlah membaca kalimat dengan nama Allah (bismillah) dan makan hanya makanan yang dibolehkan (halal)
Tiga tuntunan yang kuanjurkan untuk menahan nafsu terdiri atas :
- Barangsiapa berkata kepadamu : untuk satu kalimat yang kamu ucapkan akan akan mengucapkan 10 kalimat sebagai jawaban. Maka jawablah : Jika kamu berbicara 10 kalimat kepadaku, kamu tidak akan mendapat jawaban dariku walaupun satu kata.
- Siapapun yang memperlakukakanmu dengan bahasa yang kasar, ucapkanlah harapan dan nasihat yang baik kepadanya.
- JIka ada yang menuduhmu, jawablah dengan ungkapan : jika apa yang engkau katakan engkau itu benar, semoga Allah memaafkanku dan seandainya kau bohong, semoga Allah memaafkanmu.
Tiga tuntunan yang aku anjurkan untuk mendapatkan ilmu terdiri atas :
- Apapun yang kau ketahui, tanyakanlah kepada orang yang lebih tahu. Tetapi hati-hatilah jangan bertanya kepada mereka dengan niat untuk menguji pengetahuan mereka atau memberi kesulitan kepada mereka.
- Hindarilah menuruti hawa nasfu dan sebisa mungkin kerjakanlah kebaikan.
- Hinadrilah mengeluarkan ketetapan agama (fatwa) tanpa nash agama yang sahih. Lebih baik bagi kamu untuk menghindari (melarikan diri) ketika berhadapan dengan seekor binatang buas. Di samping itu, berhati-hatilah agar tidak menyerahkan lehermu untuk dilewati manusia.
Lalu beliau berkata, ‘Waha Abu Abdullah ! Kamu boleh pergi sekarang. Aku telah memberimu cukup nasihat. Jangan lagi menggangu aku dari melakukan munajat dan zikirku, karena aku menyakini derajat diriku sendiri. Semoga keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk. (Kasykul Syaikh Bahai, Jilid 2, hlm. 184, dan Bihar al-Anwar, Jilid I, hlm. 224)
Catatan Penting
Untuk melewati hadangan dan godaan nafsu amarah serta gangguan hawa nafsu, Ayatullah Sayed Ali Qadhi memerintahkan murid-muridnya dan penempuh suluk dan jalan spiritual supaya menulis riwayat ‘Unwan Bashri dan mempraktikkannya. Yakni, menurut beliau riwayat ini adalah pedoman penting dan isinya harus diamalkan. Bahkan beliau menegaskan: Riwayat ini harus Anda letakkan di kantong Anda dan setiap minggu harus Anda telaah kembali. Riwayat ini begitu berharga dan mengandung persoalan-persoalan yang komprehensif yang menjelaskan cara pergaulan, khalwah (ketersendirian), pengaturan makanan, bagaimana mendapatkan ilmu, bagaimana menjalankan kesabaran dan kelembutan sikap dan bagaimana menahan diri saat menghadapai perkataan yang menyakitkan. Di samping itu, riwayat ini juga menguraikan bagaimana mencapai maqam ibadah, taslim (penyerahan kepada Allah Swt) dan ridha serta mencapai puncak ‘irfan dan tauhid. Karena itu, orang yang ingin belajar dan menjadi murid beliau tidak akan pernah diterima sebelum mengamalkan kandungan riwayat ini.
Pesan-Pesan Penting
1-Hal-hal utama yang dikemukakan dalam riwayat ini ialah ilmu, makrifat dan ‘ubudiyyah (penghambaan). Dan yang dimaksud ilmu di riwayat ini adalah makrifat yang maknanya berbeda dengan makna ilmu. Makrifat berhubungan erat dengan sair wa suluk dan akhlak manusia.
2-‘Unwan Bashri menginspirasi kita bahwa usia lanjut bukan halangan untuk mendapatkan ilmu dan makrifat.
3-Menjadi murid dan pengikut Imam Ahlul Bait bukan hanya dibuktikan dengan atribut, tanda kelompok, dan ciri khas komunitas, tapi lebih daripada semua itu adalah kelayakan dan kepantasan untuk menjadi murid dan mendapatkan ilmu dan bimbingan dari insan kamil.
4-Pedoman suluk-akhlaki dalam wasiat yang disampaikan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq kiranya menjadi pegangan dan rujukan praktis orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai pengikut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Dan tanpa mengamalkan kandungan wasiat ini, maka klaim sebagai pengikut ahlul bait adalah “omdong” alias omong doang.
5-Nasihat dan bimbingan yang terkandung dalam wasiat ini dapat dijadikan pengantar dan mukadimah suluk dan sejatinya hakikat suluk dan tasawuf.
6-Ahlul bait seperti Imam Ja’far ash-Shadiq adalah sumber tasawuf dan spiritual serta khazanah makrifat yang luar biasa sehingga kehilangan koneksi dengan beliau sama dengan kehilangan mata air makrifat dan tauhid.
7-Taklim tanpa tazkiah sangat berbahaya dan tidak jarang justru menjerumuskan orang pada jalan kesesatan dan kebingungan. Maka, syarat untuk mendapatkan makrifat sufistik dan nur Ilahiah adalah kebersihan dan kebeningan hati. Sebab, ilmu yang masuk ke hati yang kotor akan tidak berguna dan justru menjadikan ilmu ibarat kuman yang mendiami hati dan akan membunuh pemilik hati secara perlahan atau cepat.