Mengenal Makna Filsafat
Filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ﻓﻟﺳﻔﺔ (falsafah). Kata ini berasal dari kata philosophia dalam bahasa Yunani yang berarti cinta kebijaksanaan. Sebab kata philia dalam bahasa Yunani berarti persahabatan atau cinta sementara sophia berarti kebijaksanaan atau ilmu. Kata philosophia (kata benda) sebagai hasil dan philosophein (kata kerja) yang dilakukan oleh philosophos (filsuf).
Orang pertama yang menyebut dirinya philosophos adalah Socrates (470-399 SM). Hal ini dilakukan Socrates untuk menunjukkan perbedaan dirinya dengan kaum sofis yang mengaku sebagai ilmuan. Para sofis mengendalikan dunia keilmuan dan pendidikan di Yunani antara abad ke-5 sampai abad ke-4 SM. Mereka adalah orang-orang yang sangat mahir berpidato, piawai dalam berdebat sekaligus ahli dalam mendidik pada zaman itu. Mereka mengajar dan mendidik anak-anak muda supaya mahir berpidato di berbagai forum dan pertemuan umum.
Berbeda dengan para pemikir sebelumnya, sofis tidak tertarik kepada filsafat alam, ilmu pasti, atau metafisika yang berkembang pesat di Yunani saat itu. Mereka menilai bahwa pemikiran-pemikiran sebelumnya terlalu jauh di atas dan dianggap sebagai spekulasi filsafat yang tak berguna. Karena itulah, sofis tertarik pada hal-hal yang lebih konkret sep
erti makna hidup manusia, moral, norma, dan politik yang -menurut mereka- justru inilah yang harus diajarkan kepada generasi muda demi kelangsungan negara dan bangsa.
Namun sayangnya, dalam perjalanan waktu, para sofis menyalahgunakan kepandaian dan kepiawaian dalam berdebat, sehingga dengan mudah memutarbalikkan fakta dan kebenaran. Nilai-nilai moral dan lainnya dijungkirbalikkan. Dahsyatnya perkembangan ini melahirkan keraguan akan kebenaran. Sebab, dalam anggapan mereka, kebenaran tak lain adalah sesuatu yang kita ciptakan sendiri dengan argumentasi yang kuat. Sehingga, semua orang dianggap memiliki kebenaran sendiri. Tidak ada nilai yang baik, benar, atau indah dalam dirinya sendiri. Semua akan dianggap baik, benar dan indah jika dikaitkan dengan persepsi individu masing-masing. Akibatnya, tidak ada suatu keniscayaan dan tidak ada pula kebenaran yang objektif dan universal.
Socrates menolak pandangan kaum sofis khususnya yang berhubungan dengan relatifisme. Menurutnya, ada kebenaran yang harus dijunjung tinggi oleh semua manusia. Tidak benar jika dikatakan bahwa yang baik itu baik menurut warga satu negeri dan lain keadaannya di tempat yang lain. Tidak seperti kaum sofis yang menganggap diri mereka pandai dan bijaksana, Socrates justeru sangat penyantun dan rendah hati. Menurutnya, yang dia pahami hanya sedikit dibanding yang tidak dia ketahui dari kehidupan dan alam semesta.
Dalam perkembangannya, kata filsafat identik dengan studi yang berhubungan dengan fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami melalui eksperimen, percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Dengan p
engertian yang luas itulah berfilsafat diartikan sebagai salah satu kegiatan berpikir manusia yang memiliki peran penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikan, sistematis dan universal. Berarti bahwa manusia menugaskan daya pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang berasal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau di luarnya.
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Tak heran jika lantas filsafat diklasifikasikan menurut daerah geografis, budaya atau juga keyakinan/kepercayaan. Sehingga, ada sebutan filsafat Barat, filsafat Timur, atau bahkan filsafat Islam. Istilah-istilah dan sebutan ini bisa juga mengacu pada haluan dan kecenderungan pemikiran para filsuf terkait.
Dalam sejarah Islam, filsafat ikut andil dalam mewarnai kancah pemikiran aqidah. Banyak tokoh Muslim yang menjadikan filsafat sebagai landasan pemikiran dalam menjelaskan aqidah yang mereka yakini. (AHF)