Nikah Beda Agama & Efeknya terhadap Keluarga dalam Tinjauan Parenting
Euis Daryati, Lc.MA-Nikah beda agama kian marak dilakukan baik dari kalangan selebriti maupun masyarakat biasa. Ditambah lagi di mana kita hidup di masa zaman yang sangat modern yang menjadi salah satu faktor utama terjadinya perkawinan beda keyakinan. Namun terkadang yang sangat miris adalah melakukan nikah beda agama dengan alasan toleransi dan menganggap yang tidak setuju sebagai orang yang intoleran. Terjadi salah kaprah dalam memahami arti toleransi.
Dalam artikel ini kita tidak akan membahas detail terkait hukum nikah beda agama baik dalam hukum negara yang dianggap dilarang dengan berlandaskan pada undang-undang pernikahan, seperti di dalam peraturan undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 8 huruf f mengatakan: “Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan oleh agamanya atau peraturan lain berlaku, dilarang kawin.”
Dan Undang-undang no. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang mengatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.”
Atau, juga hukum Agama Islam yang para ulama berpegangan pada salah satu ayat Alquran yang menjelaskan tentang larangan pernikahan beda agama:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ –
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah: 221)
Namun, kita melihat nikah beda agama dari aspek keluarga, yaitu aspek tujuan pernikahan dan pendidikan anak. Dengan melihat tujuan pernikahan dan pendidikan anak, apakah efek yang akan muncul karena nikah beda agama?
Aspek Tujuan Pernikahan
Disebutkan dalam UU NO 1 /1974; “Pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.”
Dari definisi tersebut dapat difahami terkait tujuan pernikahan yaitu berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lahiriyah dan batiniyah. Di antara hal yang berkaitan dengan lahiriyah adalah memenuhi kebutuhan dasar seksual terpenuhi dengan benar,
نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai.” (Baqarah:223)
Sebagaimana juga disebutkan dalam Alkitab, Keluaran, 20:14-Matius, !9:9.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw juga bersbda, “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.” (HR. Bukhari No. 4779).
Pernikahan juga untuk menjaga keberlangsungan generasi manusia,
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu.” (QS. An-Nahl:72)
Disebutkan dalam Alkitab, Kejadian, 1:28 “Pria wanita diperintahkan untuk beranak cucu dan bertambah banyak. ”Dalam kehidupan di dunia, saling mengisi dan melengkapi; laki-laki dan perempuan secara fungsi seksual, psikologis dan fisiologis (fisik) memiliki perbedaan, ketika menikah mereka menyatu saling mengisi dan melengkapi, yang dalam Alquran diibaratkan seperti pakaian.
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”
(QS. Al-Baqarah:187)
Namun, pernikahan juga terkait dengan hal-hal batiniyah dan kehidupan di akhirat. Artinya bahwa tujuan pernikahan selain terkait dengan hal-hal duniawi dan lahiriyah, juga terkait dengan hal-hal batiniyah dan kehidupan akhirat. Kesatuan Jiwa (nafs wahidah seperti terjalinnya persahabatan. Allah telah menanamkan pada manusia keinginan untuk mendapat pasangan, namun bukan menjadi penjaga rumah atau menanggung beban hidup, tapi pasangan penolong yang sepadan, belahan jiwanya yang berbagi hidup dengannya (QS. An-Nisa:1)
“Tidak baik, kalau manusia seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengannya.” (Alkitab-Kejadian, 12:18)
Membersamai pasangan dalam meraih ketakwaan yang dalam bahasa hadis disebut sebagai ‘penyempurna agama’.(Kanzul Ummal, Muttaqi al-Hind, hadis ke-44403)
Membersamai pasangan dalam perjalanan spiritual hingga di alam akhirat, dan berkumpul bersama di akhirat,
اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ اَنْتُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُوْنَ
“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan.”
(QS Az-Zuhruf:70)
Pernikahan dan pasangan suami-istri menjadi tempat berlabuhnya cinta, kasih sayang dan kedamaian pasangan,
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Rum:21)
Dari sisi lain, ketika pasangan suami-istri memutuskan memeluk agama masing-masing, maka terdapat beberapa kemungkinan; masa bodoh atau tidak yakin akan kebenaran agama pasangan. Jika hal ini terjadi, maka tujuan pernikahan, bahkan dapat dikatakan tujuan tertinggi pernikahan, berkumpul bersama di akhirat, tentunya dengan keyakinan yang berbeda itu tidak akan terwujud. Juga, semakin bertambahnya usia pernikahan, maka perbedaan yang mendasar, keyakinan dan pandangan dunia yang berbeda akan menjadi penghalang untuk mendapatkan cinta kasih dan kedamaian batiniyah, atau sakinah, mawaddah warahmah.
Aspek Pendidikan Anak
Anak yang besar dalam keluarga beda agama tentu akan mengalami keingungan, terkhusus terkait keyakinan dan agama yang akan dianutnya, akan ikut agama ayahnya, ataukan ibunya? Dan bisa jadi terjadi tarik menarik antara kedua orang tuanya terkait pendidikan anak.
Sementara dalam pendidikan anak, orang tua bukan hanya berkewajiban mendidik dalam urusan dan masa depan duniawi anak saja, namun juga terkait dengan urusan dan masa depan akhiratnya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS Al-Furqan:74)
Pertanyaannya, mungkinkah terwujud generasi yang terdidik semacam itu jika kedua orang tuanya tidak sejalan dan beda agama, yang masing-masing memiliki keyakinan yang berbeda dan kontradiksi terkait kehidupan akhirat. Wallahualam