Pentingnya Ketahanan Keluarga Dalam Islam 1
Tarik ulur seputar omnibus law terus bergulir, sebuah kemestian bagi sebuah negara demokrasi. Seperti halnya ketika Presiden Republik Indonesia menjawab pertanyaan wartawan dalam dialog kenegaraan dengan wartawan dengan BBC, ketika ditanya masalah kemampuan pemerintah untuk menghapus korupsi dari NKRI, orang nomor satu ini menjelaskan bahwa dalam hal ini tidak semata-mata keputusan satu orang, pihak DPR juga berperan penting. Ada unsur-unsur yang semestinya juga berperan dalam mensukseskan gawai besar negara ini.
Terkait omnimbus law yang mencuat satu dua bulan lalu, pembahasan yang muncul dari pihak PKS yang mengusulkan RUU terkait ketahanan keluarga, banyak pihak yang menyatakan ketidaksepakatan, disini bahkan masyarakat kecil pun turut bersuara, isi RUU yang “mengurusi” hal-hal personal dalam tatanan keluarga ini membuat gelisah banyak pihak jika sampai menjadi ketetapan negara. Sebagian berpikir hal itu tidak diperlukan, dimana Negara harus terlalu dalam dan detail mengatur tata-cara berkeluarga bagi masing-masing warga negara.
Pada kesempatan ini kami ingin mengurai posisi keluarga dimata Islam. Kelalaian atas masalah keluarga maka akan menjauhkan manusia dari kedudukan tinggi kemanusiaan, musnahnya akhlak, adab, dan nilai-nilai penting dalam kehidupan manusia itu sendiri.
Pembahasan tentang ketahanan keluarga, keluarga yang tangguh, pendidikan pra nikah, keluarga yang terjaga dari perceraian, anak terjaga dari broken home, sangatlah penting. Tidak hanya berdampak pada keutuhan keluarga tapi juga lebih luas kepada lingkungan masyarakat kecil bahkan kepada tingkat pemerintahan. Keluarga tangguh akan menjadi partikel penyusun masyarakat sehat dari sebuah bangsa.
Ada perbedaan pendapat terkait kedudukan keluarga pada sisi jenis pengenalan kemanusiaan dan pengenalan keberadaan. Hal ini dipengarui oleh cara penilaian nilai kesempurnaan manusia. Sebagian menilai bahwa nilai manusia hanya sebatas pada kekuasaan, prestasi akademis, kekayaan, dan kesempurnaan fisik, jadi hanya pada standar materiil semata.
Kelompok lain menakar bahwa nilai manusia hanya pada kualitas ruh mereka semata, jadi nilai ini seputar tingginya kondisi psikologis, ketajaman, keluasan dan kedalaman pemikiran seseorang, jadi hanya berdasar pada kualitas ukhrawi semata. Tidak melihat kualitas duniawi sama sekali.
Dimata islam kesempurnaan tidak hanya sepihak hanya sisi ukhrawi atau duniawi semata, agama ini mengajarkan bahwa kesempurnaan manusia adalah gabungan pada kesempurnaan materiil dan spirituil. Jadi mencakup sisi ruhani dan badani, sisi pribadi maupun sosial.
Dalam cermin wahyu ilahi, ayat yang menyinggung masalah ketentraman dan kenyamanan dalam keluarga dapat disimak dalam
وَ مِنْ آياتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْها وَ جَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَ رَحْمَةً إِنَّ في ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.[1]
dan
هُوَ الَّذي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَ جَعَلَ مِنْها زَوْجَها لِيَسْكُنَ إِلَيْها فَلَمَّا تَغَشَّاها حَمَلَتْ حَمْلاً خَفيفاً فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُما لَئِنْ آتَيْتَنا صالِحاً لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرينَ
Dia-lah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa tenang di sisi istrinya. Maka setelah ia bercampur dengan istrinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan (meskipun demikian), san istri masih terus melakukan aktifitasnya. Kemudian tatkala ia merasa berat, keduanya (suami istri) memohon kepada Allah, Tuhan mereka seraya berkata, “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”[2]
Amalan sangat penting dimana menjaga keluarga adalah sebuah tanggungjawab besar dan mulia, keberhasilan dalam melaksanakan amanah ini bermakna penjagaan keluarga dari azab duniawi maupun azab ukhrawi yang abadi dari Allah Swt.[3]
Ada yang mengatakan bahwa berkeluarga tidaklah penting, sama saja baik berhubungan badan setelah sudah menikah atau sebelum menikah. Pernyataan semacam ini tentu tidak memiliki dasar yang kuat. Keberadaan keluarga tidak hanya dalam rangka hubungan badan dua insan, ada banyak hal yang jauh lebih primer sebagai tujuan dari pendirian sebuha keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh rahmah. Jelas bahwa hubungan putih tanpa akad, atas dasar suka sama suka jauh berbeda dengan lembaga resmi pernikahan, dalam hubungan putih tanpa akad tidak ada ikatan sah dimata hukum, masing-masing pasangan bisa dengan mudah mencari pasangan lain, berhubungan dengan lebih dari satu pasangan. Nasab dari anak yang dilahirkan tentu tidak akan memiliki kejelasan. Ini hanya satu alasan, masih banyak alasan lain, seperti tidak adanya ketenangan, ketentraman dalam lingkup keluarga tanpa akad. Bentuk keluarga ini jelas tidak bisa menjadi unsur penting pendukung bentuk masayarakat dan pemerintahan yang ideal. Keluarga semacam ini akan menjadi produsen anak-anak yang tidak memiliki kejelasan dari sisi nasab.
Hubungan putih tanpa akad tidak mungkin menjadi penyempurna dari perjalanan ruhani manusia, kehidupan yang selalu dihantui ketidakstabilan pasangan, adanya kemungkinan akan ditinggalkan pasangan sewaktu-waktu, dan berbagai sisi negatif lainnya, jelas tidak mungkin menjadi pendukung menyempurnanya manusia baik sisi duniawi maupun ukhrawi. Dari sisi duniawi tidak bisa menjadi partikel masyarakat yang tangguh, dari sisi ukhrawi, tidak ada keyakinan agama samawi mengakui keabsahan hubungan ini.
(besambung)
[1] Qs Rum ayat 21.
[2] Al A’raf ayat 189.
[3] ﴿يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَ أَهْليكُمْ ناراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَ الْحِجارَةُ عَلَيْها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لا يَعْصُونَ اللهَ ما أَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُونَ ما يُؤْمَرُونَ﴾ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.