Tafaqquh fid Din Bersama Syaikh Hakim
Alhamdulillah, kajian fikih mingguan bersama Syaikh Hakim yang ditunggu-tunggu sudah dimulai. Pada pekan kedua, usai pelajaran beliau menegaskan bahwa ini adalah “darse kharej”, yang berarti kelas tingkat tertinggi di hauzah setelah melewati jenjang muqadimat dan satah.
Pengertian darse kharej ialah pemaparan argumentatif pelajaran tanpa berpegangan pada teks tertentu. Di kelas ini pengajar -yang pastinya adalah seorang mujtahid- melontarkan berbagai pandangan, dalil dan kritikan terkait tema yang dibahas, sampai pada pandangan menurut dia.
Darse kharej pada ghalibnya membahas seputar fikih dan ushulnya. Di antara semua pelajaran yang diajarkan di hauzah, fikih menjadi poros sistem pendidikan kehauzahan guna mencetak pelajar menjadi seorang faqih (mujtahid).
Bagi orang seperti saya, jenjang mukadimah saja belum menuntaskannya. Lantas kenapa “nekad” ikut serta di dalam kelas bergengsi ini? Apalagi, konon katanya dari Syaikh, beliau ingin memberikan penjelasan yang lebih mendalam namun ragu, apakah para peserta bisa mengikuti penjelasannya?
Ada perasaan minder untuk bergabung, tetapi bismillâh.. Selagi haus ilmu semoga dengan duduk menyimak langsung di dalam kelas fikih seorang alim seperti beliau, mendapat sejumput berkah, insya Allah.
Definisi Fiqh
Makna kebahasaan fiqh ialah fahm/’ilm (mengetahui/memahami/mengerti). Contoh di dalam Alquran;
لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِها; “Mereka mempunyai hati, tetapi mereka tidak mempergunakannya untuk memahami..” (Al-A’raf 179).
يا شُعَيْبُ ما نَفْقَهُ كَثيراً مِمَّا تَقُولُ; “Hai Syu‘aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu..” (Hud 91)
Makna keistilahannya ialah fahm ‘amîq atau fathn (فطن; pemahaman yang dalam). Jadi, fiqh tak berarti semua pemahaman, tetapi maknanya adalah pemahaman yang dalam.
Definisi masyhurnya ialah: العلم بالأحكام الشرعية الفرعية عن أدلتها التفصيلية; (fikih adalah ilmu hukum cabang syar’i berdasarkan dalil-dalilnya yang terperinci). Namun definisi ini bila kita kaji, kita dapati bukan definisi bagi fikih. Melainkan adalah definisi klasik bagi ilmu usul fikih. Jadi, definisi tersebut sebenarnya bukan bagi fikih. Kini, ilmu ushul didefinisikan dengan “istinbath al-ahkam asy-syar’iyah” (penggalian hukum syar’i). Bahwa, seseorang berpotensi menggali hukum syar’i.
Akan tetapi, fikih adalah مجموع الاحكام الشرعية الفرعية (kumpulan hukum syar’i cabang agama). Uraiannya sebagai berikut:
-Ahkam ialah seperti shalat, puasa, zakat, haji.
-Syar’iyah, untuk membedakannya dari hukum ‘aqli. Bahwa hukum ‘aqliyah bukanlah fikih.
-Far’iyah, dengan demikian dikarenakan terdapat hukum ushuliyah (dasar-dasar agama) seperti tauhid, nubuwah dan ma’ad, yang juga termasuk hukum syar’iyah tetapi bukan far’iyah (cabang agama).
Fikih disebut dengan hukum syar’iyah far’iyah, dikarenakan hukum-hukumnya berasaskan dan didasari atas hukum ushuliyah. Jika seseorang tidak meyakini tauhid, maka dia (sama halnya dengan) tidak shalat. Berarti, shalat didasari atas tauhid. Demikian halnya dengan tidak meyakini nubuwah. Jadi, shalat dilaksanakan setelah keyakinan pada nubuwah. Hukum mensifati cabang (far’iyah) bagi hukum ushuliyah yang merupakan akar, sedangkan hukum di sini merupakan cabang.
Lahirnya Madrasah Fiqhiyah
Di dunia Islam terdapat banyak madrasah fiqhiyah (pemikiran kefikihan). Namun yang paling fundamental dari semua ialah dua madrasah:
1-Madrasah nash; yakni pemikiran kefikihan yang didasari atas nash.
2-Madrasah ra`yu; yakni pemikiran kefikihan yang didasari atas ra`yu (pandangan).
Di masa hidup Rasulullah saw, beliaulah yang menjelaskan hukum Islam, dan muslimin yang adalah para sahabat menyimak penjelasan beliau, secara langsung atau melalui yang lain dari mereka. Hingga Rasulullah saw menuntaskan risalahnya sebagaimana difirmankan Allah swt:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دينَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتي وَ رَضيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ ديناً; Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS.Al-Maidah 3)
Setelah beliau saw wafat, lahirlah dua madrasah tersebut di dunia Islam.
Madrasah yang pertama, yakni madrasah nash adalah yang berkaitan dengan Ahlulbait Nabi saw, berpedoman pada nash qur`ani dan nash nabawi. Yakni, dalam memahami permasalahan fikih bersandar pada ayat-ayat Alquran dan sabda-sabda Nabi saw. Adalah madrasah yang diawali dari Ahlulbait dan diakhiri dengan Imam Mahdi. Madrasah ini tidak melampaui nash tersebut.
Madrasah yang kedua, yakni madrasah ra`yu dan ijtihad. Ialah yang disebut dengan “Madrasah Khulafa`” dimulai dari khalifah pertama dan seterusnya di sepanjang sejarah. Hingga masa Abu Hanifah madrasah ini berkembang dengan memasukkan ide istihsan, qiyas dan sebagainya. Adalah madrasah berpegangan pada sebagian nash, dan apabila tidak mendapati nash, maka berpegangan pada istihsan dan qiyas.
Abu Hanifah, beliau lah yang mengembangkan madrasah ini. Khatib Baghdadi di dalam kitabnya (Tarikh Baghdad) menukil perkataan Abu Hanifah:
لو أدركني النبي و أدركته لأخذ بكثير من قولي و هل الدين إلا الرأي الحسن; “Seandainya Rasulullah saw menjumpaiku dan aku menjumpainya, beliau akan menerima banyak dari perkataanku. Bukankah agama itu ra`yu hasan (pandangan yang baik)?”.
(Bersambung)