Pendidikan Sayidah Fatimah Zahra dalam Menjaga dan Membangun Idiologi
Salah satu contoh yang bisa dan sangat tepat dijadikan rujukan adalah protipe pendidikan Fatimi, khususnya diteliti apakah beliau juga berperan dalam mendidik masyarakat di jaman beliau dan setelah beliau. Orang-orang yang hidup jauh setelah zaman beliau seperti kita.
Pentingnya Idiologi bagi masyarakat sebab idiologi yang tepat akan menjadi media manusia untuk menjadi manusia yang tepat guna, tepat sasaran. Baru-baru ini kita digemparkan lagi dengan wacana akan dikembalikannya para pecinta ISIS, termasuk para kombatan yang sudah lulus dengan nilai sempurna membantai orang yang kebetulan berbeda keyakinan, membantai dengan pisau atau dengan senjata api. Ini sudah bukan kondisi normal, dalam islam beberapa pekerjaan dihukumi makruh, salah satunya adalah menjadi algojo, menjadi tukang sembelih hewan. Bagaimana dengan orang yang menjadi algojo membunuh dengan sadis dan penuh benci atas dasar perbedaan idiologi, karena yang dibunuh memiliki idiologi berbeda dengannya. Jelas ini bukan hal sederhana, melakukan deradikalisasi orang yang sudah sampai pada level ini bukal hal yang mudah.
Tidak lain yang bermasalah dari mereka adalah idiologi yang mereka yakini dan dijadikan sebagai pedoman hidup. Mereka sangat yakin dengan ISIS/Daish sehingga rela meninggalkan kampung halaman bahkan tanah air yang telah membesarkannya, pergi ke sistem pemerintahan yang masih tidak jelas, pemerintahan dengan wilayah yang sebenarnya ingin mencaplok wilayah Irak dan Suriah namun gagal total meneladani Setan kecil Israel. Warga Indonesia setelah membakar paspor mereka dan mendapati prostitusi dengan label jihad nikah dan berbagai ketimpangan lainnya. Mereka menyesal dan berharap bisa hidup enak, makan tidur dan tinggal seperti dulu ketika berada di NKRI.
Sekarang bagaimana menjaga idiologi anak-anak agar tidak terjangkit idiologi radikal seperti ISIS ini. Coba kita belajar kepada Sayidah Fathimah dalam mendidik anak-anak dan masyarakat.
Sayidah Fathimah adalah sosok yang memiliki umur pendek, hanya berumur sekitar 25 tahun atau bahkan ada yang menyebut beliau hanya berumur 19 tahun. Namun walau demikian beliau telah menjadi saksi perjalan Islam sejak awal, sejak kecil beliau melihat kekerasan yang dilakukan kaum kafir Qurais terhadap ayahnya, dia menjadi orang yang membersihkan kotoran unta yang menempel pada baju dan tubuh Rasulullah saw. Beliau juga menjadi saksi ketika minoritas muslimin di cerca dan diasingkan, ikut melakukan hijrah ke Madinah, ikut melihat langsung kemenangan besar fathu Makkah, juga beliau melihat apa-apa yang dilakukan para sahabat Nabi khususnya di akhir-akhir kehidupan beliau, menyaksikan prilaku sahabat terhadap dirinya dan wasyi rasulullah setelah Rasulullah meninggal.
Penggalan kisah hidup ini tentu sangat berarti bagi wanita paling mulia ini, apa yang terjadi khususnya setelah ayahnya meninggal kehidupan Fathimah berubah sedemikian rupa, dia yang awalnya sangat dihargai oleh rasulullah, ketika dia datang rasulullah berdiri untuk menghormatinya. Wanita yang sejak kecil setelah ibunya meninggal dia menjadi ibu bagi ayahnya sendiri, hingga mendapat gelar ummi abiha oleh rasulullah, ketika rasul yang memberi gelar jelas itu bukan asal-asalan, pasti ada alasa kebenaran menyertainya.
Fathimah adalah wanita cerdas hasil didikan Nabi paling utama ini ternyata juga menjadi penyambung rasulullah sesuai peran yang mungkin dia lakukan, dia mendidik para pembantu yang kebetulan membantunya dirumah, orang-orang itu menjadi ahli quran dan ahli hadis ketika keluar dari rumah putri Nabi ini, jelas ini peran sangat penting serta layak dijadikan tauladan. Rumah beliau menjadi sebuah madrasah bagi orang-orang yang mendatanginya. Benar-benar menjadi cermin utama bahwa rumah adalah rumah paling pertama dan utama. Tentu bukan hanya para pembantu yang dibimbing beliau tapi lebih dari itu adalah anak-anak beliau, dan benar karena anak-anak beliau tumbuh menjadi manusia-manusia shaleh dan bertaqwa, ahli dalam quran dan memiliki akhlak mulia. Madrasah dengan konsep orang tua menjadi contoh pertama dan utama, rumah yang mempraktikkan qu anfusakum wa ahlikum naro, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Ali bin Abi thalib sudah menjaga dirinya dari api neraka, bahkan sudah resmi menjadi ahli surga dengan ketaqwaan dan keshalehan yang ia tiru dari Nabi saaw. Keluarga beliau istri beliau juga sudah bukan ahli neraka, seperti suaminya Fathimah juga seorang ahli surga sebab memiliki ketaqwaan dan keshalehan yang ia lihat sejak kecil dari ayahnya sendiri. Hasan, Husain, adala dua pemimpin pemuda ahli surga, Zainab juga memiliki akhlak mulia meniru akhlak ibundanya.
Konsep rumah sebagai sekolah, dimana bukan sekolah belajar mengajar tapi teladan memberi teladan inilah yang telah diprakikkan Fathimah, lalu bagaimana Fathimah mendidik orang-orang sepeninggal beliau. orang-orang yang tidak lagi bisa menemui beliau seperti kita orang Indonesia.
Satu hal penting dalam menjaga agama Islam yang murni yang dilakukan Fathimah adalah melakukan pidato dihadapan sahabat-sahabat Nabi, beliau mengingatkan akan wasiat Nabi tentang keimamahan Ali, bahwa Ali adalah orang yang berhak dan paling pantas memegang tampuk kepemimpinan. Dengan tegas fathimah menyatakan bahwa Ali adalah Imamnya, beliau berpidato sebagai upaya menjaga idiologi masyarakat agar tidak tertipu dan salah kaprah. Pidato itu tidak hanya ditujukan kepada sahabat-sahabat yang ada disana waktu itu, tapi juga untuk kita orang Indonesia. Agar kita mengetahui keutamaan Ali bin Abi Thalib, agar kita mengetahui hak-hak keimamahan orang-orang seperti beliau.
Kematian Fathimah, penguburannya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, sampai sekarang tidak ada yang mengetahui dimana putri Nabi dikuburkan, waktu itu sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman pun tidak mendapat undangan untuk mengiringi kepergian terakhir Fathimah. Sebagai bukti bahwa beliau tidak rido dengan kepemimpinan yang ada waktu itu, bahwa sahabat Abu Bakar bukan Imamnya Fathimah Zahra Sa, bahwa man mata walam ya’rif imama zamanihi mata jahiliah, barangsiapa meninggal dan dia tidak mengetahui Imam zamannya maka dia mati dalam keadaan jahiliah. Fathimah adalah wanita penghulu wanita penghuni Surga tidak rido terhadap pengganti pemerintahan Nabi itulah pesan idiologis yang disampaikan untuk manusia-manusia waktu itu dan manusia-manusia hingga akhir zaman.