Ada Tuhan di Karbala: Pertarungan Antara Akal dan Cinta
Allamah Sayyid Muhammad Husein Thabataba’i mengatakan: Imam Husein memberikan perhatian khusus pada penempuh jalan spiritual.
Sesuatu yang jarang dilakukan oleh peneliti dan pembaca sejarah Asyura adalah meneliti dan mengkaji peristiwa ini dari sudut pandang ‘irfan atau tasawuf, padahal peristiwa ini di samping memberikan banyak pelajaran pelajaran kehidupan juga mengisyaratkan pelajaran-pelajaran sufistik yang luar biasa, bahkan setiap dimensi kejadian Karbala mengandung nilai dan pelajaran ‘irfan .
Imam Hussein adalah ‘asik (pencinta) dan sekaligus ‘arif (pejalan spiritual) dan peristiwa Karbala merupakan penampakan sempurna dari perjalanan cinta hakiki menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Jadi, Karbala mengandung pelajaran ‘irfan (aspek spiritual), bahkan penampakan ‘irfan yang paling tinggi dapat dengan baik kita saksikan di Padang Karbala.
Ada beberapa alasan untuk menyatakan bahwa Karbala adalah manifestasi ‘irfan. Pertama, Karbala adalah medan pertarungan antara akal dan cinta. Dalam akhlak biasanya terjadi pertarungan antara akal dan kebodohan sedangkan dalam ‘irfan yang terjadi adalah pertempuran antara akal dan cinta.
Beberapa pengikut Imam Husein berulangkali berkata Kepada beliau bahwa peperangan ini pasti membawa kekalahan mutlak bagi Imam Husein dan para pengikutnya dan peperangan ini sangat tidak masuk akal (sulit diterima secara rasional).
Karena pertempuran ini berlandaskan cinta maka akal terasa tumpul dan tidak mampu menangkap hakikat dan manfaat di balik peperangan yang tidak seimbang ini.
Kedua, banyak catatan sejarah yang mengungkap kronologi peristiwa Asyura menceritakan bahwa semakin mendekati waktu syahadah (gugur sebagai syahid) dan semakin banyak luka yang diderita Imam Hussein dalam pertempuran maka wajah beliau semakin cerah dan semakin senang. Ini menandakan bahwa peperangan adalah peperangan suci dari hati yang yakin akan kebenaran dan tujuannya untuk mendapatkan ridha Ilahi. Imam Hussein adalah hamba sejati Allah yang hanya tunduk dan patuh pada ketentuan-Nya dan yang diinginkannya hanyalah mencapai ridha-Nya.
Ketiga, totalitas dalam ibadah kepada Allah. Dari awal pergerakannya dimulai dari Madinah sampai ke Irak, semua detik gerakan Imam Hussein adalah perwujudan dari penghambaan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sehingga ketika ribuan surat dari penduduk Kufah dan Irak, Imam Hussein tidak menunjukkan kesombongan sedikitpun dan hampir dalam setiap orasinya beliau bicara tentang kematian dan nilai syahid di jalan Allah. Dan saat Imam Hussein terkepung oleh ribuan tentara dan pengikut beliau di Padang Karbala hanya puluhan orang, beliau sama sekali tidak merasa takut dan gentar. Ini menandakan bahwa cucu Nabi saw ini memiliki hubungan yang kuat dan harmonis dengan Zat yang Maha Kuat dan dan hatinya dipenuhi dengan cinta Ilahi.
Keempat, ridha dan sabar. Karbala menceritakan bahwa dengan berbagai musibah dan penderitaan yang luar biasa yang dialami oleh Imam Hussein, tidak ditemukan sedikitpun keluh kesah dan penyesalan serta ketidaksabaran dari Imam Hussein. Perawi mengatakan bahwa di tengah berbagai penderitaan dan kesulitan, Imam Hussein justru tampak bahagia dan yakin serta tawakal yang luar biasa kepada Allah. Semua ini membuktikan bukti ketangguhan iman dan keyakinan beliau yang cukup kuat terhadap janji Ilahi. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Imam Hussein ialah: Ya Allah, aku ridha dengan ketentuan-Mu
الهی رضا برضائک
Dari apa yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa mereka yang belum menyentuh aspek batin dan ‘irfan Asyura tentu akan cenderung menyepelekan manfaat jihad Imam Hussein dan bahkan mungkin malah menyalahkan beliau dan menganggap jihad Asyura adalah kecerobohan dan ketidakmatangan pikiran yang mestinya bisa dihindari mudharatnya andaikan Imam Hussein mengurungkan niat jihadnya.
Mereka tidak paham bahwa Imam Hussein sedang melakukan perjalanan cinta dan pejalan tidak akan terobati kecuali setelah bertemu dengan Sang Kekasih Oleh karena itu, pencinta tidak memperdulikan kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan selama dalam perjalanan ini. Pencinta tidak peduli berapa banyak harta, keluarga, nyawa dan apapun yang dimilikinya yang dikorbankan di jalan cinta suci ini. Dan semua itu tampak ringan karena semua dilakukan atas asas cinta. Inilah cinta Ilahiah yang tidak bisa dipahami oleh orang awam atau oleh para pakar yang tidak pernah memahami dimensi ‘irfani peristiwa Asyura.
Asyura adalah pertempuran hak dan batil. Imam Hussein dan para sahabatnya berada dalam laskar hak dan Yazid dan para pendukungnya (Ibn Ziyad dan Umar bin Sa’ad) berada dalam barisan laskar batil. Imam Hussein adalah manifestasi hak dan keadilan, sedangkan Yazid adalah penampakan kebatilan dan kezaliman.
Imam Hussein berperang min al hub (dari cinta) fi alhubb (di dalam cinta) ilal hub (kepada cinta) wa lil hub (demi cinta), sedangkan Yazid bin Muawiyah berperang min al bughd (dari benci) fi bughd (di dalam benci) ilal bughd (kepada benci) wa lil bughd (demi benci).