Imam Ali: Cari Orang Lain Saja! (2)
Muawiyah dalam politisasi pembunuhan khalifah ketiga, meskipun bukan dia orang yang paling berhak menuntut balas atas darah Utsman, kepada siapa lagi yang dia tuntut kalau bukan musuh utama politiknya, yaitu Ali bin Abi Thalib kw! Problem lainnya yang dihadapi Imam Ali ialah di satu sisi terkait prinsipnya di dalam memimpin umat, bahwa beliau adalah tipe orang yang anti menyimpang. Di sisi lain adalah perubahan yang terjadi di tengah muslimin.
Sepeninggal Nabi saw dalam beberapa tahun, masyarakat Islam terbentuk dengan kecenderungan pada orang-orang yang mempunyai pengaruh. Dalam hal ini Imam Ali mengatakan: Saya bukan tipe orang yang menyimpang seujung rambut pun dari keadilan.
Para sahabatnya mengusulkan, Tuan, berkeloklah sedikit saja!
Beliau balik tanya, أ تأمروني ان أطلب النصر بالجور; “Apakah kalian menyuruhku untuk mencapai kesuksesan dalam politik dengan cara merampas hak kaum lemah!?والله ما أطور به ما سمر سمير; Demi Allah, selagi ada waktu pergantian malam dan siang di dunia ini hingga bintang di langit bergeser (kiamat), takkan dilakukan tindakan demikian itu (olehku)!
Ketegasan dan Kejujuran dalam Politik
Adalah problem ketiga yang disebutkan oleh Syahid Mutahari dalam bukunya, Sayri dar Sire-e Aemme. Sejauh yang penulis pahami, problem yang dihadapi Imam Ali, maksudnya bukanlah problem itu muncul dari beliau sendiri. Imam sudah selesai dan tak ada masalah dengan dirinya. Masalah demi masalah muncul dari orang-orang sekitarnya dan yang memusuhinya.
Sebagian sahabatnya berkata, Politik tak mengusung kejujuran dan keterus terangan. Di dalamnya musti memainkan tipu daya. Selera politik adalah bermuslihat.” Ketika sebagian orang mengatakan: “Ali tidak berpolitik! Lihatlah, betapa Muawiyah seorang politikus!” Imam membalas perkataan ini:
والله ما معاوية بأدهى مني ولكنه يغدر ويفجر ولولا كراهية الغدر لكنت كل غدرة فجرة وكل فدرة كفرة ولكل غادر يعرف به يوم القيامة
“Demi Allah, (kalian salah) bahwa Muawiyah tak lebih cerdik daripada aku. Hanya saja dia penipu dan fasik. Aku tidak ingin menipu. Aku pun tak ingin menyimpang dari jalan kebenaran, dengan melakukan aniaya dan kefasikan. Seandainya menipu tidak dibenci Allah swt, niscaya Ali orang yang paling cerdik di dunia. Aku percaya bahwa setiap penipu akan digiring pada hari kiamat nanti, dengan membawa panji kaum penipu.
Problem Fundamental, Khawarij
Semua pembicaraan yang disampaikan Syahid Mutahari sebelumnya merupakan pendahuluan bagi tema ini. Ialah sebuah komunitas yang dibentuk Rasulullah saw di masa beliau. Semoga baik untuk disampaikan bahwa tigabelas tahun Rasulullah saw di Mekah, dan mengenai masa selama itu dua hal di antaranya yang dapat kita ambil dari penjelasan Syahid Mutahari:
Pertama, kesabaran yang tinggi pada diri Rasulullah saw dalam menghadapi segala gangguan dan siksaan dari kaum Quraisy. Ketika itu para sahabatnya sampai mengatakan: Wahai Rasulullah, izinkan kami membela diri (melakukan jihad difai). Sampai kapan kita menahan siksaan ini? Mereka begitu aniaya dan menyiksa kami, dengan menidurkan kami di atas kerikil Hijaz yang panas dan menindihkan batu besar di atas dada kami. Betapa mereka itu menindas kami!
Kedua, dalam kondisi yang amat sulit itu, Rasulullah saw terus mendidik dan mengajari mereka ilmu hingga mereka mengerti agama, dan beliau mewujudkan eksistensi hakiki Islam di tengah mereka.
Sebagian mereka yang hijrah adalah orang-orang yang mengenal spirit Islam dan kebanyakan terdidik secara islami. Inilah yang menjadi syarat sebuah kebangkitan dalam melawan kezaliman, selain harus mengenal prinsip dan tujuan, juga tentang strategi yang diinginkan. Di masa datang mereka akan menjadi rujukan dan contoh penerapan agama bagi generasi baru dan menjadi murid-murid mereka. Inilah kesuksesan Islam yang dibawa Rasulullah saw.
Syahid Mutahari menjelaskan bahwa perbedaan antara dua kondisi di masa Rasulullah saw dan di masa Imam Ali kw, ialah bahwa yang dihadapi Rasulullah saw adalah kaum yang kekufurannya secara terbuka dan terang-terangan. Sedangkan yang dihadapi Imam Ali adalah kaum yang kekufurannya tertutup. Yakni, dengan kemunafikan. Mereka ini berada di bawah tirai Islam, berbaju kesucian dan ketakwaan serta tampilan Alquran.
Di tengah masyarakat di masa Imam Ali, terdapat kelompok yang meyakini Islam dengan pengetahuan sebatas lahiriahnya. Walau mereka itu rajin shalat, religius dan hidup zuhud, membekas sujud yang panjang di dahi mereka, tetapi pada saat yang sama mereka memusuhi Imam Ali. Tentang kaum ini, Imam menjelaskan kepada Ibnu Abbas:
لهم جباه قرحة لطول السجود وايد كثفات الابل عليهم قمص مرخصة وهم مشمرون
“Dahi mereka tergores karena banyak sujud dan tangan mereka kapalan seperti lutut onta. Mereka mengenakan pakaian kezuhudan. Penampilan mereka tampak paling murni dari yang lain..” (Nahjul Balaghah, khutbah 238)
Demikianlah di antara semua alasan Imam Ali ketika orang-orang datang tumpah di sekitar kediamannya untuk memberikan baiat kepada beliau, pasca terbunuhnya khalifah Utsman. Di satu sisi beliau tolak dengan mengatakan: “Cari orang lain saja!”. Di sisi lain, kemudian beliau harus terima perkara itu dengan syarat; “Aku memerintah sebagaimana yang kuketahui, bukan sebagaimana yang kalian inginkan.”