Khutbah Idul Fitri 1440 H di ICC
Khutbah Idul Fitri 1440 H di ICC
Allahu akbar. Jakarta, pagi 5 Juni 2019, takbir dan pujian kepada Allah Yang Mahabesar dikumandangkan. Spirit, sukacita dan nuansa khusyuk terasa di tengah jemaah yang hadir. Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, Syaikh Dr.Hakimelahi selaku Direktur ICC Jakarta berdiri menuju mimbar, untuk menyampaikan dua khutbah, yang diterjemahkan oleh Ust.Abdullah Beik.
Khutbah Pertama
Setelah hamdalah, salawat dan kalimat lainnya, Syaikh menerangkan bahwa tujuan dari amal ibadah di bulan Ramadan (khususnya), ialah agar hamba dapat berpindah dari alam nasut (materi) ke alam malakut (immateri). Kemudian Syaikh membawakan beberapa riwayat yang menjelaskan:
1-Pada saat Rasulullah saw melakukan perjalanan mi’raj, disampaikan kepada beliau saw, bahwa seorang mukmin yang kekasih Allah swt dikarenakan ia dekat dengan-Nya.
2-Setiap manusia berpotensi mencapai maqam, yang inderanya menjadi berdaya ilahiah. Bahkan menurut hadis tentang keutamaan mendekatkan diri kepada Allah, ia bisa sampai pada maqam “kun fa yakun” (wilayah takwiniyah) dengan izin-Nya.
Dengan demikian, betapa tinggi derajat manusia, dan betapa besar potensi yg dimilikinya itu. Karena itu, dikatakan dalam hadis: Jangan sampai ia menukar dirinya dengan yg lebih murah dari surga.
Peran Penting Cinta kepada Ahlulbait Nabi saw
Satu soal penting yang Syaikh lontarkan, bagaimana seseorang atau kita bisa beranjak dari alam (duniawi) yang rendah ke alam (samawi) yang tinggi itu? Lebih penting dari itu ialah bahwa kita musti mengetahui, mulai dari mana harus beranjak? Jawabannya ialah dimulai dari kecintaan kepada para kekasih Allah swt.
Cinta kepada mereka, yakni kepada Rasulullah saw dan keluarga sucinya, menjadi sarana atau sebagai syarat utama untuk dapat mencapai maqam tersebut. Tanpa syarat ini seorang hamba takkan sampai ke maqam yang tinggi di sisi Allah.
3-Kelak pada hari kiamat setiap hamba akan ditanya soal kecintaannya kepada keluarga Nabi saw. Inilah awal persoalan yang akan dihadapi seorang hamba di alam akhirat.
Oleh karena itu, di dalam QS.Asy-Syura 23 Allah swt berfirman kepada Rasul-Nya, agar beliau tidak meminta sesuatu apapun dari umatnya, melainkan agar mereka cinta kepada keluarganya. Apabila mawaddah (cinta kepada Ahlulbait Nabi saw) ini ada di dalam hati seorang hamba, maka gerak perjalanan spiritualnya jauh lebih cepat dari semua pesawat yang tercepat.
4-Dalam kondisi tersulit yang pasti dihadapi setiap manusia, ialah pada saat menghadapi sakratul maut, cinta kepada Ahlulbait menjadikan kondisi yang amat berat itu ringan dan mudah baginya. Juga akan menolong dirinya kelak di hari kemudian.
5-Apakah seorang mukmin pecinta Ali pada saat malaikat maut datang hendak mencabut nyawanya, ia menjadi takut? Dalam riwayatnya dijawab, bahwa pada awalnya ia merasa takut. Tetapi malaikat itu kemudian berkata: Janganlah engkau takut wahai mukmin! Aku akan mencabut nyawamu dengan kelembutan yang lebih daripada kelembutan kasih sayang orangtua terhadap anaknya.. Sekarang bukalah kedua matamu, dan lihatlah siapa yang di hadapanmu! (Yakni, mereka adalah Ahlulbait Nabi saw datang untuknya).
Menyaksikan demikian itu, maka ia berkata kepada malaikat maut:
Wahai malaikat maut, bawalah aku cepat supaya aku bisa bergabung dengan mereka.
Lalu sang malaikat maut melantunkan ayat suci: ya aiyatuhan nafsul muthmainnah irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah..
Adakah yang lebih disukai setiap orang daripada kondisi yang membahagiakan itu?
6-Kelak setiap orang akan bergabung dengan apa atau siapa yang dia cintai. Sekiranya yang dia cintai itu adalah batu, kelak akan bergabung dengannya.
7-Poin-poin lainnya yang disampaikan Syaikh menurut riwayat-riwayat terkait peran cinta kepada Ahlulbait Nabi saw, ialah bahwa pecinta Ahlulbait itu berada di dalam surga tingkat yang tinggi. Ketinggian maqam mereka, mereka terlihat seperti gemintang di langit.
8-Pecinta Ahlulbait apabila wafat, ia disifati sebagai shiddiq dan syahid, yang berarti membenarkan dan saksi kebenaran Ahlulbait Nabi saw.
9-Ada sekelompok manusia yang bercahaya bak purnama. Dalam riwayatnya, Umar bin Khatab bertanya: Apakah mereka itu syuhada? Apakah mereka itu mereka itu aushiya` (para washi)?
Mereka tidak seperti yang ia bayangkan. Rasulullah saw kemudian menunjuk kepada Ali bin Abi Thalib dan para pengikutnya.
Khutbah Kedua
Setelah hamdalah, salawat dan kalimat-kalimat lainnya, Syaikh menyampaikan beberapa poin:
1-Apresiasi kepada para guru, terutama yang habaib dari mereka, atas perjuangan mereka di dalam dakwah.
2-Bangsa Indonesia populer dengan sifat ramahnya. Mereka suka damai dan bersatu. Karena itu, agar mereka menjaga kedamaian dan persatuan di negeri yang bermayoritas muslimin ini. Indonesia adalah negara muslimin yang terbesar. Karena itu, mereka harus memelihara kedamaian dan persatuan di antara mereka.
3-Muslimin Indonesia memiliki tradisi-tradisi yang baik, seperti suka silaturahim, peduli anak yatim, dan mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak mereka.
4-Penting bagi mukminin, sebagaimana QS.At-Tahrim 6, agar menjaga diri dan keluarga mereka dari api neraka. Maka itu, hendaklah anak-anak mereka di ajak ke majlis-majlis ilmu (untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam,-penulis).
5-Pada hari-hari akhir bulan Ramadan, bertepatan dengan hari haul Imam Khomeini, yang telah berjasa dalam keagamaan kita, kita memperingati hari wafat beliau dan mendoakannya.