Telaah Singkat Al-Kafi Kulaini (Bag. Terakhir)
Kitab Al-Kafi (Baca)
1- Kulaini dan Al-Kafi Menurut Ulama
2- Kelebihan Al-Kafi
3- Kekurangan-kekurangan Dalam Kitab Al-Kafi (Baca selengkapnya di sini)
4. Signifikansi Kritik Al-Kafi
Meskipun kitab Al-Kafi mengandung riwayat-riwayat shahih dan bermanfaat, namun sangat disayangkan, karena tetap tidak terlepas dari hadis-hadis non shahih. Hal itu dikarenakan hadis-hadis Al-Kafi dan Kutub Arba’ah lainnya (Al-Faqih, Al-Istibshar, dan Tahdzib) bersumber dari kitab-kitab atau catatan-catatan terdahulu yang disebut dengan “Ushul Arba’ Miah”. Dengan berbagai alasan, antara lain pengaruh orang-orang ghali pembuat hadis, kitab-kitab tersebut tidak seluruhnya qath’i ash-shudur, tanpa cacat dan cela.
Berikut ini, beberapa contoh riwayat kitab Al-Kafi yang memiliki kekurangan seperti disebutkan di atas:
1- Hadis tentang “Bab Maulid An-Nabi saw. wa Wafatih” (Bab Kelahiran dan Wafat Nabi saw.)
Dari Durust bin Abi Mansur, dari Ali bin Abi Hamzah, dari Abi Basir meriwayatkan bahwa Imam Shadiq a.s. berkata, “Saat lahir, Nabi saw. beberapa hari tidak minum susu. Maka Abu Thalib menyodorkan dadanya. Allah swt. memancarkan susu dari putingnya. (Nabi saw.) kecil menyusu kepada Abu Thalib beberapa hari hingga Abu Thalib menemukan Halimah Sa’diyah dan menyerahkan bayi (Nabi saw.) kepadanya (untuk disusui).”[1]
Dari sisi sanad dan matan, hadis ini tidak dapat diterima akal atau logika. Kemungkinan perawi fanatik yang menciptakan dongeng seperti ini bertujuan untuk mengokohkan hubungan kekerabatan dan darah antara Nabi saw. dan Ali bin Abi Thalib a.s.
Selain itu, sebagian perawinya tidak dikenal dan majruh sebagaimana matannya. Berkenaan dengan Ali bin Mu’alla misalnya disebutkan bahwa tidak ada informasi mengenainya.[2]
Begitu pula ulama rijal,[3] berkenaan dengan Durust bin Abi Mansur mengatakan bahwa ia bermazhab waqifi.[4]
2- Hadis tentang Mi’raj Nabi saw.
Dalam Ushul Kafi terdapat sebuah riwayat tentang mi’raj Nabi Muhammad saw. Riwayat tersebut dianggap tidak tsiqah dalam sanad dan isinya:
“Abu Bashir bertanya kepada Imam Shadiq a.s., “… Berapa kali Nabi saw. dibawa mi’raj?”
Imam Shadiq a.s. menjawab, “Dua kali. Jibril memberhentikan beliau di sebuah tempat dan berkata, “Tetaplah di tempatmu, wahai Muhammad! Saat ini engkau berada di sebuah tempat yang belum pernah satu malaikat atau nabi pun berhenti (di sana). Sesungguhnya Tuhanmu sedang shalat.”
“Wahai Jibril! Bagaimana Tuhan melaksanakan shalat,” tanya Nabi saw.
Jibril menjawab, “Dia berkata, “Maha suci dan Maha Quddus, Aku Tuhan para malaikat dan ruh. Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku.”[5]
Nabi saw. berkata, “Ya Allah! Aku memohon ampunan-Mu.”
Imam Shadiq a.s. berkata, “Demikianlah, Allah swt. berfirman: “Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)” [6]…”[7]
Salah satu perawi hadis bernama “Qasim bin Muhammad Jauhari”. Ia disebut oleh Allamah Mamaqani sebagai orang yang tidak muktabar atau tidak dikenal (tidak muwatstsaq). Seluruh fuqaha menolak riwayatnya.[8]
Selain problem sanad, matannya juga bermasalah dari beberapa sisi berikut:
1) Lahiriah riwayat menunjukkan Tuhan berada di tempat tertentu. Sesuai nash Alquran, Tuhan tidak pernah dapat diliputi oleh tempat, namun Dia meliputi segala sesuatu.[9]
2) Shalatnya Tuhan merupakan hal yang tidak rasional dan khurafat.
3) Dalam beberapa ayat di bawah ini disebutkan jarak malaikat wahyu dan Nabi saw., bukan jarak Nabi dengan Tuhan:
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. * Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. * Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. * Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. * Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).”[10]
Dengan demikian, penafsiran yang disebutkan dalam riwayat tersebut tidak sesuai dengan Alquran.
3- Dalam “Bab Maa ‘Inda Al-Aimmah Min Silah Rasulillah saw. Wa Mata’ihi” (Bab Senjata dan Barang Rasulullah saw. Yang Ada Pada Para Imam a.s.) disebutkan kisah seekor keledai bernama ‘Afir. Dalam bab tersebut, Syeikh Kulaini menukil sebuah riwayat yang tidak hanya bermasalah dalam sanadnya, namun dari sisi konten juga bertentangan dengan dasar-dasar dan seni balaghah.
Riwayat yang disebutkan dalam bab tersebut adalah riwayat mursal dan maqthu’. Tidak diketahui siapakah yang menciptakan dongeng aneh seperti itu. Yang mengherankan adalah bahwa Kulaini mempercayainya dan memasukkannya ke kitab yang menurutnya, menghimpun hadis-hadis shahih.
4- Di antara riwayat aneh dan tidak bisa dipercaya yang dinukil dalam kitab Ushul Kafi pada “Bab Maulid Abi Ja’far Muhammad bin Ali Ats-Tsani” adalah riwayat Ali bin Ibrahim.
Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, “Sekelompok kaum Syiah datang dari kota yang jauh dan memohon izin dari Imam Jawad a.s. untuk masuk. Imam Jawad a.s. memberikan izin. Mereka masuk dan menanyakan 30 ribu permasalahan kepada beliau a.s. dalam majelis tersebut. Imam Jawad a.s. yang saat itu berusia 10 tahun menjawab seluruh pertanyaan (yang dilontarkan).”[11]
Dari sisi sanad dan kandungan, riwayat di atas bermasalah; dari sisi sanadnya maqthu’, karena ayah Ali bin Ibrahim, yaitu Ibrahim bin Hasyim Qommi tidak diketahui dari siapa mendengar kisahnya. Selain itu, kehadirannya di majelis itu juga tidak disebut-sebut.
Adapun matannya mengindikasikan kebohongan secara jelas. Bagaimana mungkin beliau a.s. menjawab 30 ribu pertanyaan dalam sebuah majelis? Meskipun jawaban pertanyaan yang dilontarkan kepada Imam Jawad a.s. mudah, akan tetapi bagaimana mungkin orang-orang yang bertanya dapat melontarkan 30 ribu pertanyaan dalam sebuah majelis?
5- Syeikh Kulaini menukil sebuah riwayat dalam “Kitab Fadl Alquran” tentang jumlah ayat-ayat Alquran yang menyebutkan dengan jelas berjumlah 17 ribu.[12] Sementara ayat-ayat Alquran yang berada di tengah-tengah kita tidak sampai 7 ribu ayat. Jika riwayat Ushul Kafi benar, semestinya lebih dari setengah Alquran terhapus! Keyakinan ini jelas tanpa dasar dan tertolak, karena bertentangan dengan Alquran dan hadis-hadis shahih.[13]
================================
[1] Al-Kafi, jilid 1, halaman 488, hadis ke-27.
[2] Mamaqani, Tanqih Al-Maqal, jilid 1, halaman 310.
[3] Ibid, halaman 417.
[4] Sekelompok Syiah yang dalam hal keyakinan terkait imamah hanya berhenti pada Imam Musa Kadhim a.s. atau Imam Hasan Askari a.s. Mereka tidak meyakini imamah Imam Ridha atau Imam Mahdi a.s., bahkan menganggap Imam Musa Al-Kadhim dan Imam Hasan a.s. sebagai Mahdi yang dinanti. (wikishia.net)
[5] سبوح قدوس انا رب الملائكة والروح، سبقت رحمتي غضبي
[6] QS. An-Najm [53]: 9.
[7] Mamaqani, Tanqih Al-Maqal, jilid 1, halaman 422 – 443, hadis 13.
[8] Ibid, jilid 2, halaman 24.
[9] “Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha meliputi segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41]: 54)
[10] QS. An-Najm [53]: 5 – 9.
[11] Al-Kafi, jilid 1, halaman 496, hadis ke-7.
[12] ibid, jilid 2, halaman 634, hadis ke-28.
[13] * Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
* Riwayat yang masyhur dari Imam Ali a.s. menyebutkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Seluruh ayat Alquran (berjumlah) 6236 ayat.” (Thabarsi, Tafsir Majma’ Al-Bayan, jilid 29, halaman 140)