Nakba Jilid 2 dan Pendirian Negara Palestina di luar Tanah Palestina (Seri 2)
MM-Hari ini, memasuki hari ke 18, perang Hamas versus Israel 2023. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, serangan Israel sejauh ini telah menewaskan lebih dari 5.000 warga Palestina, termasuk 2.055 anak-anak dan 1.119 wanita, sementara lebih dari 15.000 orang terluka. Pertanyaanya adalah kampanye pameran kekejaman Israel ini akan berujung kemana. Tulisan ini akan mencoba menjawabnya.
Sudah bisa dipastikan, strategi jangka pendek serangan brutal Israel kepada warga tak berdosa Gaza adalah memutus memori publik dunia secara cepat “keberhasilan operasi Al-Aqsha Hamas”. Sementara tujuan jangka panjangnya, mengusir dan membunuh sebanyak mungkin warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Jutaan warga Gaza akan dipindah paksa ke Sinai, sementara jutaan warga Tepi Barat akan dipaksa pindah ke Yordania.
Sebagaimana dikatakan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian “tujuan akhir dari bombardir Gaza oleh rezim Israel adalah pemindahan paksa penduduk Gaza dan Tepi Barat ke wilayah Sinai di Mesir dan sebagian Yordania.”
Abdollahian mengindikasikan bahwa “Tel Aviv sedang mencoba untuk mendirikan negara Palestina, di luar tanah bersejarah Palestina, namun perlawanan telah menjadi penghalang utama bagi realisasi mimpi buruk Zionis.”
Sementara Israel, kata Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Mohammad Reza Ashtiani, telah melakukan “bunuh diri politik” melalui serangan brutalnya terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Berbicara melalui panggilan telepon dengan Menteri Pertahanan Suriah Ali Mahmoud Abbas pada hari Senin, Ashtiani mengecam serangan udara Israel yang tiada henti di Gaza sebagai “pelanggaran terhadap semua aturan perang dan hak asasi manusia.” Mereka melukai hati nurani semua negara Muslim dan menyadarkan dunia akan kejahatan rezim yang haus darah, katanya.
Tragedi besar dilawan dengan tragedi besar. Aib kedigdayaan keamanan yang besar dilawan dengan genosida besar. Tepatnya orang Israel menyebut diri mereka sekarang sebagai penciptaan dan penuntasan Nakba jilid 2. Jika Nakba jilid 1 di tutupi, terjadi semenjak sebelum dan setelah 1948 secara bergelombang. Maka Nakba jilid ke 2 dilakukan secara terbuka.
Orang-orang Palestina yang tinggal di dalam perbatasan mandat Palestina, tanah yang sekarang terbagi menjadi apa yang disebut Israel, wilayah Palestina yang diduduki- occupied Palestinian territory (OPT)-terdiri dari Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza- sebenarnya mengalami empat periode utama pemindahan paksa jilid pertama: (1) Mandat Inggris (1922-1947), (2) Nakba (1947-1949), (3) pemerintahan militer Israel yang dipaksakan atas warga Palestina di dalam Garis Hijau (1949-1966), dan (4) Perang Enam Hari tahun 1967.
Israel memang tidak memiliki opsi lain untuk mengkompensasi kerugian intelegenya. Keamanan Israel adalah termasuk termahal di dunia. Diplay atau pameran produk sistem keamanan Israel sebagai produk terbaru dan tercanggih dari NATO dan Uni Eropa itu telah runtuh. Sehinga penanganan intelegen, militer dan pemerintahan sebenarnya sudah di tangan langsung induknya, USA.
Bagaimana bisa sistem keamanan dan militer Israel yang sudah menghabiskan dana besar bisa di jebol oleh pemuda-pemuda Hamas-Palestina yang sedang diblokade darat, laut dan udara selama 17 tahun?.
Amerika Serikat memberikan bantuan luar negeri senilai lebih dari $3,3 miliar kepada Israel pada tahun 2022. Sekitar $8,8 juta di antaranya disalurkan untuk perekonomian negara, sementara 99,7% bantuan disalurkan ke militer Israel.
Israel menerima jumlah bantuan AS terbesar kedua pada tahun 2022 setelah Ukraina, di mana AS memberikan bantuan sebesar $12,4 miliar. Kedua negara menerima masing-masing 4,8% dan 18,1% dari seluruh bantuan luar negeri yang diberikan pada tahun itu. Total bantuan luar negeri AS ke Israel disesuaikan dengan inflasi sejak paska perang dunia ke-2, 1946–2022 sebesar $317.9 B.
Amir-Abdollahian menambahkan “Saat ini, aparat keamanan Amerika sedang mengatur” perang Israel di Gaza. Sistem administrasi dan politik di wilayah pendudukan telah benar-benar berantakan, namun di bawah pengawasan langsung personel militer Amerika, mesin perang rezim Israel yang sudah runtuh berusaha di selamatkan dari krisis,”
Badan intelegen Mossad, jajaran IDF, Perdana Mentri Benjamin Netanyahu dari Likuid, dan Mentri pertahan Yoav Gallant sangat terpukul, dan hanya seolah berusaha memberi solusi harapan kemenangan saja. Menciptakan tragedi paling maskimal, dan sepertinya bukan berujung pada perundingan, tetapi pengusiran (Nakba) tahap kedua warga Gaza ke Sina, dan warga tepi Barat ke Jordan.
Kampanye drama hollywood bombardir Gaza ini, mengakibatkan pengungsi Gaza akan memadati perbatasan Mesir, setelah itu Israel bersiap menyerang kota Gaza dengan bom penghancur bunker yang dipasok AS.
Semenjak seminggu sejak serangan mematikan Hamas terhadap teritori Israel, bentuk tindakan militer Israel memang tanpa kompromi. Selama seminggu terakhir, pesawat Israel terus menerus mengebom sasaran non-militer di Kota Gaza. Gedung apartemen, rumah sakit, dan masjid dihancurkan tanpa peringatan dan dengan peringatan. Sepuluh rumah sakit tidak berfungsi, dan sisanya akan di bom.
Pada akhir minggu ini, pesawat-pesawat Israel juga menyebarkan selebaran yang memberitahukan warga di dalam dan sekitar Kota Gaza di utara bahwa mereka yang ingin bertahan hidup sebaiknya menuju ke selatan (berjalan kaki jika perlu, sekitar 40 kilometer) ke perbatasan Rafah. Persimpangan jalan menuju Mesir.
Hingga artikel ini ditulis, masih belum jelas apakah Mesir akan mengizinkan masuknya satu juta pengungsi, yang sebagian besar dari mereka berkomitmen pada perjuangan Hamas. Dalam jangka pendek, Israel telah berusaha meyakinkan Qatar, atas perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bergabung dengan Mesir dalam mendanai kota tenda. Israel sedang merancang kampanye bagi jutaan pengungsi yang menunggu di seberang perbatasan. Kesepakatan belum tercapai.
Salah satu lokasi yang mungkin adalah sebidang tanah yang telah lama ditinggalkan di bagian utara Semenanjung Sinai, dekat perbatasan Gaza, yang merupakan lokasi pemukiman Israel yang dikenal sebagai Yamit. Semenanjung itu direbut oleh Israel setelah kemenangannya dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Pemukim tersebut dievakuasi dan dihancurkan oleh Israel sebelum Sinai dikembalikan ke Mesir pada tahun 1982. Harapan Israel adalah Qatar dan Mesir dapat mengatasi dan menanggung beban krisis dari para pengungsi Palestina ini.
Tentu saja, pengabaian terang-terangan Israel terhadap kehidupan warga Gaza di tengah migrasi paksa lebih dari satu juta orang yang kelaparan, telah menarik perhatian dunia dan menyebabkan meningkatnya kecaman internasional, yang sebagian besar ditujukan kepada Perdana Menteri. Benyamin Netanyahu.
Masalah utama bagi para perencana perang Israel adalah “keengganan”, meskipun sudah ada mobilisasi lebih dari 300.000 tentara cadangan, untuk terlibat dalam pertempuran jalanan dengan Hamas di Kota Gaza.
Setengah dari tentara Israel selama satu dekade terakhir atau lebih telah terlibat dalam melindungi pemukiman Israel yang semakin banyak jumlahnya yang tersebar di Tepi Barat. Mereka sangat dibenci oleh penduduk Palestina. Perencana perang Israel tidak mempercayai infanteri mereka, bukan karena tidak mau berperang, tetapi karena kurangnya pengalaman tempur yang bisa menimbulkan bencana bagi Israel.
Tarjet selanjutnya, ketika warga sipil Gaza yang kelaparan terpaksa mengungsi, Angkatan Udara Israel akan menghancurkan bangunan yang tersisa di Kota Gaza dan tempat lain di utara. Bayangan para perencana perang Israel adalah, semua bangunan kota Gaza akan rata dengan tanah.
Kemudian langkah selanjutnya, Israel akan mulai menjatuhkan bom buatan Amerika seberat 5.000 ton yang dikenal sebagai “penghancur bunker,” atau JDAM, di daerah datar di mana pejuang Hamas diketahui tinggal dan memproduksi rudal serta senjata lainnya di bawah tanah.
Pada bulan April 2017, Amerika Serikat menjatuhkan versi upgrade dari senjata tersebut, yang dikenal sebagai GBU-43/B, yang digambarkan oleh media sebagai “induk dari semua bom,” di sebuah pusat komando yang diduga ISIS di Afghanistan.
Senjata itu dijual ke Israel pada tahun 2005, diduga untuk digunakan melawan fasilitas nuklir Iran, versi yang ditingkatkan dan dipandu laser, diizinkan untuk dijual ke Israel oleh pemerintahan Obama satu dekade lalu. Israel membeli 1.000 penghancur bunker yang jauh lebih kecil dan dipandu GPS pada tahun 2021.
Para perencana perang Israel saat ini yakin, bahwa versi JDAM yang ditingkatkan dengan hulu ledak yang lebih besar akan menembus cukup dalam di bawah tanah sebelum meledak (tiga puluh hingga lima puluh meter), dengan ledakan dan gelombang yang menghasilkan suara akan membunuh semua orang dalam jarak setengah meter.