Pondok Pesantren: antara Formal dan Non Formal
Pendidikan dapat dibagi pada dua kategori yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan umum dan pendidikan agama menurut UU memiliki tujuan sama yaitu untuk menjadikan manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3). Pendidikan agama seperti halnya pendidikan umum ia dapat bersifat formal, non formal, dan informal.
Lahirnya lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren, madrasah, majlis taklim, dan perguruan tinggi agama Islam tidak lepas dari situasi dan kondisi zamannya, tapi yang jelas kesemua lembaga pendidikan tersebut dapat dirunut asal usulnya atau genealoginya. Menurut M.Sirozi dalam Anis Masykhur(2010: 15), Ketika Belanda menjajah Indonesia ada tiga jenis lembaga pendidikan Islam yaitu (1). Tempat pengajian al Qur’an yang memberikan pendidikan dasar agama (2). Pesantren yang memberikan pendidikan agama secara terstruktur (3). Tarekat yang dipimpin Ulama, yang memberikan pelatihan dalam hukum dan doktrin Islam.
Sedangkan Ali Haji (2009: 170-171) peneliti pesantren di jawa menjelaskan bahwa lembaga pendidikan agama dibentuk melalui tiga strategi yaitu:
(1). Melalui pendirian kesultanan, contoh Kasultanan Demak Bintoro.
(2). Melalui syiar pengembaraan Wali atau Aulia (para wali) dan biasanya tidak memiliki bangunan pondok.
(3). Pondok Pesantren yang mana lembaga pendidikan ini berkembang berasal dari lembaga pendidikan Hindu dan Budha sebelum era Majapahit.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia berkembang jauh sebelum kemerdekaan sedangkan lembaga pendidikan yang berbasis Islam yang didirikan Muhammadiyah lahir dan berkembang ketika menjelang kemerdekaan sekitar tahun 1912. Lahirnya lembaga pendidikan Islam Muhammadiyah lebih bersifat formal dan resmi dengan mengikuti pola-pola lembaga pendidikan modern.
Lembaga Pendidikan Islam Formal, Non Formal, dan In Formal
Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 dijelaskan tentang pembagian lembaga pendidikan yang meliputi tiga wilayah yaitu Pendidikan formal, non formal, dan in formal. Pendidikan formal adalah lembaga pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang dan dikelola secara resmi baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, seperti pendidikan SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan dalam pendidikan Islam (Keagamaan) dapat berupa diniyah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah, Aliyah, IAIN dan yang sejenisnya.
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dapat dilakukan secara berjenjang tapi tidak bersifat resmi dan materinya bersifat penguatan pada lembaga pendidikan formal, Seperti satuan pendidikan kursus-kursus, paket A, B, dan C. Pendidikan non formal Islam diantaranya Pesantren.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak resmi dan tidak terstruktur seperti pendidikan keluarga dan pendidikan lingkungan. Pendidikan agama Islam juga dapat dilakukan oleh keluarga sebagai lembaga pendidikan utama dan pertama.
Pengelolaan lembaga pendidikan formal telah diatur secara rinci dan jelas dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (sistem pendidikan nasional), UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Badan Hukum lembaga pendidikan, keputusan Presiden, dan lain-lain. Sementara lembaga pendidikan non formal belum diatur secara jelas dan rinci. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan non formal tapi tidak bersifat penguatan, tambahan, atau pengganti atas lembaga pendidikan formal. Pondok pesantren merupakan inti pendidikan bagi calon Ulama. Namun kemudian mengalami perubahan ketika lembaga pendidikan formal lebih mendominasi atas pendidikan pesantren. Sehingga lahirlah sekolah formal di lingkungan pesantren. Yang menjadi masalah kemudian adalah pendidikan pesantren menjadi sub atas pendidikan formal baik itu pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Disorientasi Pendidikan Pesantren
Tujuan didirikan Pondok Pesantren adalah untuk mencetak kader Ulama yang memiliki karakter sebagai seorang yang berilmu, memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, dan berakhlaq mulia. Ulama adalah jabatan non formal yang diemban seseorang yang berbeda dengan profesi lain. Seorang Ulama makin tua makin dibutuhkan dan makin mendapat kepercayaan dari masyarakat. Seorang Ulama juga memiliki sikap mandiri yang tinggi tidak bisa diatur oleh kepentingan dan keinginan duniawi. Yang bisa mengatur Ulama adalah Allah dan Rosulnya serta keyakinannya pada kebenaran.
Ulama adalah pewaris Nabi, sedangkan tugas Nabi sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam al Qur’an surat al Jum’ah ayat 2 adalah: …yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan Hikmah.
Karakter pendidikan formal yang sangat hitam putih, lebih fokus pada ujian nasional, link and match, birokratis, raihan izajah, dan demokratis justru dapat dianggap mengganggu kesinambungan pencapaian tujuan utama pesantren. Pesantren paling tidak terdiri dari lima unsur yaitu adanya Kyai sebagai pimpinan pondok, santri yang bermukim, kajian kitab kuning (pembelajaran wetonan, sorogan, bandongan), asrama, dan masjid.
Formalisasi pondok pesantren akan berakibat hilangnya identitas dan jati diri pesantren. Peran utama Kyai (Ulama) dalam sistem pendidikan pesantren justru harus diperkuat dengan memberikan ruang bagi para kyai untuk membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ilmu agama secara mandiri dan bertanggungjawab. Mungkin forum atau lembaga Kyai bisa menjadi rujukan bagi pengembangan pesantren di masa depan.
Pesantren telah berhasil mencetak kader-kader yang mandiri dalam berkarya. Jarang kita dengar alumni pondok pesantren yang sibuk mencari pekerjaan. Mereka sudah siap untuk mengabdikan dirinya untuk berkarya ditengah-tengah masyarakat. Lapangan pekerjaan alumni pesantren adalah pengabdian yang tulus bagi kemajuan dan perkembangan Islam.
Formalisasi pesantren dengan tujuan standarisasi lembaga pendidikan belum tentu berakibat positif bagi perkembangan pesantren. Lebih arif dan bijak menempatkan pesantren sesuai fungsi dan perannya di tengah masyarakat sesuai karakter dan ciri yang dimilikinya.