Sholat dan Peradaban
Jika tidak merasa bahagia saat melaksanakan salat itu tanda hati kita mencintai selain Allah Swt. Rasulullah mengatakan bahwa salat adalah penyejuk mataku. Salat adalah mikraj orang-orang mukmin. Yang lebih sempurna lagi tentunya adalah salat yang khusus bersama orang-orang mukmin.
Jika ingin mengetahui kebersihan dan ketulusan cintamu kepada Allah swt yaitu dengan memperhatikan kondisi jiwamu saat mendengan azan, menjelang tiba waktunya salat dan kekhusuan dalam menunaikan salat. Tidak hanya dalam hadits untuk melihat keutamaan salat dan keutamaan salat berjamaah,secara epistemologispun kita dapat pahami oleh akal dan hati akan menerima hal itu sebagai sebuah kebenaran sosial.
Salat sendiri adalah ibadah privat antara kita dan tuhan. Salat adalah momen istimewa untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada waktu yang seistimewa salat. Dan orang yang mencinta Allah, pasti akan mencari waktu untuk selalu berduaan dengan-Nya. Malam hari adalah waktu yang sangat tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Itu bukan waktu untuk dirinya, itu adalah waktu untuk sang kekasih. Waktu untuk melampiaskan kepuasaan mental, melampiaskan kepuasaan emosional, kepuasaan intelektual, kepuasaan sosial dan sebagainya.
Salat yang ikhlas melampui dirinya, melawan egonya, menghindari kepentingan dirinya. Sewaktu salat, dibutuhkan aktifitas mental untuk mencerna bacaan, zikir dan surah-surah al-Quran. Meskipun waktunya sangat singkat, 5 sampai 10 menit namun bagi orang yang jauh dari Allah seperti melakukan hal yang sangat berat, meletihkan dan membosankan. Sebagaimana juga adalah waktu yang singkat bagi para kekasih Tuhan. Karena itu orang-orang yang dekat dengan Allah swt akan melaksanakann dengan memperpanjang bacaan surah, doanya dan zikirnya.
Salah satu penyakit adalah hilangnya kekhusuan dalam salat. Itu adalah kehilangan yang sangat besar. Lenyapnya khusuk dan ikhlas sama dengan lenyapnya amal dan hancurnya kebaikan-kebaikan individu manusia. Tiada yang berharga dari diri kita selain keikhlasan dan kekhusuan, itu adalah kualitas jiwa kita sendiri. Jiwa tanpa kualitas hanyalah seonggok ego, ananiyah. Yang bisa saja setiap saat menjadi Tuhan yang dipersembah. Penghalang terbesar adalah egoisme, ananiyah. Khusu, dan ikhlas itu melenyapkan egoisme seseorang.
Ikhlas itu karunia dari Allah, demikian juga khusu’. Al-quran sendiri mengafirmasi “Sesungguhnya salat dan puasa itu adalah pekerjaan yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusu’.”
Khusyu dalam tataran pikiran dan ikhlas dalam tataran amal dan tawakal dalam tataran urusan dunia. Kekhusuan adalah ketenangan dalam waktu singkat membuahkan ketenangan dalam waktu yang lama dan panjang. Orang yang khusu akan merasa nyaman dengan siapapun karena tidak ada yang diperhatikan dan menjadi bagian dari ingatan, memori, dan cintanya kecuali Allah SWT saja.
Dalam pergaulan sosial individu merasa nyaman dengan mereka yang berwajah teduh, dan tenang. Wajah teduh itu adalah cermin dari hati yang tenang, ikhlas. Tidak ada kekhawatiran sedikitpun. Bertemu dan berbicara dengan siapapun, dengan orang yang baru atau dengan wajah-wajah yang tidak nyaman atau di bawah tatapan mata curiga dan tidak bersahabat, dia akan tetap sejuk. Bagaimana mungkin yang dikarunia malakah khusu, akan dilanda banyak kekhawatiran dalam berhadapan dengan yang lain.
Hati yang khusus tentu akan membuat tubuhnya juga tenang dan terjaga. Orang yang khusu tidak memiliki banyak kegelisahan, kekhawatiran, Dari salat yang khusu dan ikhlas itu lahir individu sosial yang menentramkan dan menyejukan yang melihatnya. Problem sosial masyarakat awalnya dari problema komunikasi yang tidak berkualitas. Dan komunikasi yang tidak berkualitas itu salah satunya karena individunya selalu digelisahkan oleh keadaan. Khusus akan mendinginkan hati yang gelisah dan membuat nyaman berbicara secara berkualitas di manapun kapanpun dengan siapapun dalam kondisi apapun.
Komunikasi yang berkualitas bukan basa-basi atau sekedar mengucapkan salam dan setelah itu berusaha menghindari atau berusaha tidak bertemu lagi. Khusuk dengan tuhan tentunya akan membawa kekhusukan juga dengan manusia. Gestur dan gerak-gerik tubuhnya akan terjaga, tidak banyak menggerakan tubuhnya, tangan dan kakinya, matanya menjadi sejuk, dingin, menentramkan dirinya dan sekitarnya.
Salah satu sumber hilangnya komunikasi yang kreatif adalah hilangnya rasa khusus dalam salat. Manusia akan menjauhi hal-hal yang tidak disukai perasaannya. Pepatah cina mengatakan, your feeling is your destiny (perasaamu adalah nasibmu). Para penulis dan motivator seringnya menyarankan agar seseorang menghibur dirinya dahulu, menciptakan keadaan yang menyenangkan bagi dirinya. Kegembiraan akan memancarkan magnet yang menarik siapapun.
Buah dari kekhusuan adalah kesederhanaan tidak membutuhkan hiburan eksternal seperti fasilitas-fasilitas modern sekarang, karena dirinya sendiri adalah kesenangan dan kebahagiaan itu sendiri. Dalam kesendirian ia melampui dirinya lewat tafakur-tafakur yang mendalam dan lewat perjalanan ruhani menembus tubuh, jiwa, kalbu, fuad, sirr, akhfa. Dan ditengah-tengan pergaulan yang keras dan tegang juga ia seperti gunung sejuk , air mata sejuk yang penuh ketenangan mencairkan dan menghangatkan suasana. Marahnya terkendali, tutur katanya menuntun, diamnya memberi nasihat kepada siapapun, tiada dendam yang ada adalah ammar makruf dan nahi munkar. (Muhammad Alfian al-Hassan)