Urgensi Filsafat dalam Dunia Modern (Bagian Pertama)
Artikel ini akan membahas urgensi dan posisi filsafat di dunia modern dan sekaligus menjawab mengapa filsafat terpinggirkan dalam percaturan dunia modern. Dan mengapa kajian tentang filsafat jarang diminati? Dengan kata lain, mengapa ilmu filsafat yang di suatu zaman (zaman keemasannya) dianggap sebagai raja ilmu dan meminjam istilah Ibnu Sina filsafat adalah sebaik-baik ilmu dan mengkaji sebaik-baik tema.
Mempelajari filsafat hari ini dianggap sebagai melakukan pekerjaan yang sia-sia dan menghabiskan waktu. Pembahasan tentang filsafat dan filosof adalah hal yang mudah dan sekaligus super sulit atau disebut dengan istilah sahl wa mumtani’.Mudah karena masarakat terpelajar dan awam masing-masing memiliki pemahaman dan kesimpulan tentang filsafat dan super sulit karena saat filsafat dan filosof disebutkan maka mereka membayangkan filsafat adalah suatu pengetahuan yang tertutup dan sangat sulit serta rumit dan pengetahuan yang banyak mampu dipahami orang-orang biasa.
Asumsi ini menjadi benar bila kita menatap filsafat dengan pandangan optimis namun bila kita melihat filsafat dengan penglihatan yang pesimis maka harus kita katakan bahwa filsafat identik dengan pembiaran masalah (tanpa kesimpulan dan solusi yang jelas), pembicaraan yang ngelantur dan ngawur dan mencari kenihilan dan membuka benang yang super kusut.
Sebenarnya bila hakikat filsafat kita maknai sebagai tafakkur ‘amiq (pemikiran yang mendalam) dan rasional dan bebas berpikir maka mengapa manusia dewasa ini yang secara zahir mereka berpikir rasional dan bertindak bebas justru lari dari filsafat? Mengapa manusia tidak mau atau tidak mampu mempelajari filsafat? Apa benar mereka tidak mampu memahami filsafat atau mereka sengaja melarikan diri darinya?
Mengapa hari ini tidak muncul lagi the new Ibn Sina, Farabi, Mulla Shadra, Sekh Isyraq Suhrawardi dan lain-lain? Bukankah “manusia mesin” hari ini jauh lebih maju tehnologinya daripada manusia”gua” dahulu kala? Mengapa manusia modern dan beradab hari ini yang bermimpi menaklukkan dunia begiti elergi dan menjauhi pemikiran dan gagasan filosofis dan tidak berusaha mengungkap jati dirinya dan memperdalam pemikirannya yang merupakan esensi filsafat?
Insan modern sekarang bagaikan seorang gila yang mengalami gangguan syaraf sehingga ia tidak mampu lagi membicarakan situasi-situasi masa lalu dan masa depannya dan ia tidak mengenal lagi hakikat dirinya. Manusia yang hidup di zaman super canggih ini tidak tertarik lagi untuk mengungkap eksistensi dirinya dan memahami wujudnya dan kemudian memahami wujud alam dan Tuhan karena ia sangat disibukkan dengan permainan-permainan yang mengasikkan seperti gadget, tablet, android, komputer dan lain-lain dan tontonan yang melalaikan seperti film, video, bioskop dan sebagainya. Tidak jarang pelbagai permainan dan tontonan ini membuat manusia lupa terhadap siapa dirinya dan menjauhkannya dari tujuan hidupnya yang hakiki. Alih-alih memperdalam filsafat dan mengaktifkan kinerja otak dan akalnya, manusia sekarang lebih senang berpikir sederhana dan instan serta tidak mau repot. Dan belajar filsafat itu bagi mereka merepotkan dan memusingkan.
Ya, filsafat terpinggirkan dari percaturan kehidupan manusia modern. Filsafat begitu terasing dari hiruk pikuk kehidupan kekiniaan. Filsafat tidak punya tempat dalam pelbagai aktifitas ilmiah. Pertanyaan sederhana, apa sich filsafat itu dan siapa sich filosof itu sampai sekarang tidak mampu dijawab oleh banyak orang.
Bila kita harus menjawab pertanyaan tersebut harus kita katakan bahwa filsafat dalam maknanya yang umum adalah pandangan dunia setiap orang dan yang dimaksud pandangan dunia adalah pola pikir setiap orang terkait dengan dunia di sekitarnya. Dan pandangan dunia ini banyak dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, seni, faktor-faktor lingkungan dan sosial seseorang. Dalam sudut pandangan ini, semua orang bisa dikategorikan sebagai filosof dan filsafat dalam makna ini tidak terikat dengan waktu dan tempat serta seseorang dan ia muncul dengan kemunculan manusia.
Adapun filsafat dalam pengertian yang khusus berarti pandangan yang mendalam dan perenungan yang terukur dalam persoalan-persoalan esensial filsafat, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan Tuhan, manusia dan alam. Dan hal ini memiliki dua kriteria utama: rasional dan bebas berpikir.
Yang menarik, dengan pelbagai perbedaan dan polemik seputar makna dan esensi filsafat namun mayoritas bersepakat bahwa filsafat adalah hasil dan buah dari akal dan manusia dengan bantuan akal akan mampu memahami dan menyingkap hakikat segala sesuatu.
Filsafat dalam makna yang umum dimiliki oleh seluruh manusia dalam semua generasi sehingga mereka layak menyebut diri mereka sebagai filosof dan mereka tidak akan pernah lari dari filsafat. Dan dalam perspektif pandangan ini, manusia secara kudrat yang bersifat azali senang dan terbiasa berpikir. Oleh karena itu, para ahli logika mendefenisikan manusia sebagai “hayawan nathiq” (hewan yang berpikir).
Namun filsafat dalam sudut pandang yang khusus, sejak kapan dimulai dan melalui siapa disebarkan? Dalam hal ini Aristoteles menjawab: Pada abad keenam sebelum Masehi di negeri Iwani yang dipelopori oleh Thales Malathai.
Muhammad Falsafi