Bank Muamalat Indonesia; Pudarnya Warna Islam dalam Dunia Perbankan Syariah Indonesia
Oleh: As Djatu
Akhirnya, Bank Muamalat Indonesia-pun dijual. Setelah mengalami rentetan penolakan akuisisi dari sejumlah BUMN pelopor bank syariah di Indonesia itu juga dihadapkan pada langkah mengejutkan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk melepas sahamnya, sebut saja Boubyan Bank Kuwait, Saudi Arabian Atwill Holdings Limited dan Islamic Development Bank (IDB) yang telah menunjukkan rasa “kapok-nya” dengan kinerja BMI 2011 silam.
Namun, apa sebenarnya permasalahan utama yang dihadapi oleh BMI? Barangkali semua akan mengarahkan telunjuknya ke BATAVIA AIR? tapi apakah batavia air pantas dikambing hitamkan? Atau menurut sebagian sumber juga berdalih, bahwa jatuhnya BMI disebabkan oleh sektor pertambangan dan transportasi, karena sumbangan NPF tertinggi BMI datang dari dua sektor tersebut, dan realitas memang pada saat yang bersamaan kedua sektor tersebut tengah mengalami kelesuan yang signifikan.
Statistik dilapangan mensinyalir keterkaitan maskapai penerbangan tersebut dengan kepailitan yang menimpa BMI, betapa tidak, kucuran pembiayaan Bank Muamalat yang tersangkut di maskapai itu sebesar Rp 120 miliar. Sementara outstanding pembiayaan Bank Muamalat saat Batavia bangkrut adalah Rp 186 miliar (VOA-Islam.com, edisi: Kamis, 22 Januari 2015).
Fakta unik lainnya seputar jatuhnya BMI adalah Berdasarkan data statistik di sharia.co.id, Bank Muamalat menghadapi persoalan kredit macet yang tidak ringan. Untuk wilayah Jabodetabek saja piutang yang tidak tertagih mencapai angka satu triliun rupiah, dan yang lebih unik adalah lebih dari 80% debitur bermasalah tersebut merupakan pengusaha asing (VOA-Islam.com, edisi: Kamis, 22 Januari 2015).
Terus-terang kami tidak ingin mengangkat unsur-unsur sara dalam tulisan ini, dan juga disisi lain, kalaupun data statistik tersebut benar dibutuhkan cross-check yang lebih dalam tentang kesengajaan atau ketidak sengajaan tindakan tersebut.
Kembali ke-permasalahan utama, patutkah kita menelusuri kasus BMI secara frontal dan terkesan “touch’n go” seperti ini?
Ada baiknya kita kembali sedikit menguak tentang sistem perbankan Islam. secara fundamental, sistem perbankan Islam adalah sebuah sistem pendanaan yang mengutamakan produktifitas sektor pendanaan ketimbang kelayakan sektor pendanaan tersebut. Secara lebih jelas, ketika seorang individu atau sebuah lembaga mengajukan kredit pendanaan untuk sebuah proyek, institusi keuangan Islam pertama sekali akan mengkaji sejauh mana produktifitas proyek tersebut, bukan sejauh mana kelayakan lembaga/individu tersebut secara finansial. Sehingga, rasionalitas pendanaan akan bergerak secara stabil antara sektor riil dan non-riil dalam tatanan sebuah sistem perekonomian secara makro.
Nah, menyangkut dengan kasus yang menimpa BMI, apakah sektor pendanaan BMI selama ini memprioritaskan produktifitas sebagai indikator utamanya dalam hal pendanaan? Jika jawabannya iya, lantas kenapa kasus batavia air bisa menjerat BMI? Atau, kenapa sedemikian besarnya NPF dalam neraca BMI? Seandainya jawabannya tidak, lantas indikator apa yang diterapkan oleh BMI dalam sektor pendanaan?
Realitas mengatakan bahwa, SMEs (small and medium-sized enterprises) masih belum mendapat tempat dihati BMI, padahal kebanyakan SMEs di nusantara mempunyai komitmen dan konsistensi kerja yang luar biasa, dan yang tak kalah penting mereka memiliki produktifitas yang sangat mumpuni. Namun, memang bila dilihat dari kacamata kelayakan, mereka umumnya datang dari kalangan menengah kebawah yang aset nya tidak melebihi tujuh digit. Secara komersial jelas mereka “kudu menunggu” sampai kaum dua belas digit “kenyang terlebih dahulu.
Dibalik tolak-ansur konsep diatas, sebenarnya kita sedang memperdebatkan konsep TUHAN. Konsep Tuhan tidak pernah mempertimbangkan masalah digit. Yang menjadi konsentrasi konsep TUHAN adalah riba. Dalam terminologi keuangan dan perbankan, riba dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang tidak bersumber dari produktifitas kerja nyata. Dan kalau hal ini terjadi dalam tatanan dunia perbankan syariah di tanah air, maka sudah saat nya kita berbenah habis-habisan sambil mengumandangkan istighfar dan pengampunan dari DIA.