Fikih Politik dalam Pandangan Imam Khamenei
Ilmu fikih takkan berjalan di tempat selama berada di tangan fuqaha. Melalui mereka, fikih ibarat pohon yang tak sekedar bertahan hidup dengan mengulang-ulang teks-teks klasiknya, tetapi selalu bergerak di sepanjang waktu seiring kemajuan zaman. Gerakan keilmuan mereka -khususnya dalam bidang fikih- efektif dalam dua peningkatan ilmiah:
1-Pendalaman sumber-sumber hukum yang membuahkan kaidah-kaidah kefikihan.
2-Pengembangan ilmu yang melahirkan cabang-cabang kefikihan.
Gerakan ini telah dimulai sejak generasi pertama, yakni dari generasi sahabat Nabi saw, para imam sampai generasi ulama zaman kini.
Dengan ibarat pohon tersebut, fikih memiliki banyak ranting dan salah satunya yang lahir, ialah fiqh siyasi (fikih politik). Kelahirannya melalui proses sejumlah faktor, di antaranya: banyak persoalan yang masuk ke bidang fikih, dominasi permasalahan, keragaman tema, berdirinya pemerintahan atas pengajaran fikih, kuantitas harapan terhadap fuqaha dan masuknya fikih ke dunia politik-sosial.
Takhashus dalam fikih politik seperti cabang-cabang fikih lainnya, dimotifasi oleh:
-Urgensi pemilahan bidang-bidang fikih yang beragam, muncul karena perlunya pengetahuan khusus akan bermacam-macam posisi permasalahan.
-Keterbatasan masa hidup seseorang tidak dapat memenuhi penelitian seluruh bab fikih.
-Keharusan takhashus di dalam semua pembahasan fikih, lebih dari sekedar memahami soal haram dan halal.
Fikih politik, kendati dikatakan adanya manajemen sistem politik berdasarkan fikih menambah nilainya, namun sebagai sebuah ilmu yang berdasarkan sumber-sumber syariat Islam, ia pasti bernilai. Terlebih bagi pelajar fakultas terkait; hukum dan politik Islam, yang pasti menambah wawasan baginya.
Terminologi Fiqh Siyasi
Istilah fiqh siyasi (fikih politik) terdiri dari dua (kata yang memiliki) pengertian; fiqh dan siyâsah. Yang jelas, ia bagian dari kajian fikih yang berkaitan dengan politik. Untuk memahami maksudnya, perlu diurai dahulu apakah fiqh, kemudian apakah siyâsah itu?
1-Fiqh mempunyai makna lebih dalam dari makna-makna kebahasaannya, yaitu pengetahuan, pemahaman dan firasat. Ia memang mutlak merupakan pengetahuan. Tetapi mengandung arti perenungan dan pendalaman. Oleh karena itu, kata fiqh tidak berlaku bagi Allah swt. Bahwa, Dia Yang Maha mengetahui, dalam ilmu-Nya tidak memerlukan perenungan.
Fiqh mengalami perubahan makna secara bahasa ke makna secara istilah; dari makna yang umum ke makna yang khusus; dari apa yang disebut dengan fiqh akbar, yakni pengetahuan dasar-dasar (ushul) dan cabang-cabang (furu) agama, ke apa yang disebut dengan fiqh ashghar, yakni pengetahuan hukum syariat fariyah (yang bersifat cabang).
Perlu disampaikan di sini, pertama bahwa perubahan terjadi tak sebatas pada definisi fiqh, tetapi sampai pada fungsi dan ciri khasnya. Fungsinya ialah menentukan taklif (tugas syari) dalam urusan-urusan individual maupun sosial, dan penyimpulan hukum yang diperlukan.
Kedua, dua makna yang dimilikinya (umum dan khusus), sebenarnya tidaklah bertentangan, bahkan saling melengkapi. Maksud dari salah satu makna fiqh ialah pemahaman akan agama secara menyeluruh (kulli), dan tak sebatas pada pemahaman akan hukum-hukumnya saja. Selain mencakup konsep-konsep agama, juga termasuk hukum-hukumnya baik individual maupun sosial dan semua yang terkait dengan manajeman kehidupan manusia.
2-Siyâsah (politik); pengertiannya secara bahasa digunakan dalam beberapa makna, seperti menangani urusan-urusan umat, atau urusan-urusan kerajaan (kekuasaan); atau dalam arti kepemimpinan; dan sampai dibedakan antara politik dan pengaturan, bahwa pengaturan lebih umum dari politik. Sebagaimana makna kebahasaannya diperselisihkan, makna terminologisnya pun demikian.
Orang-orang Barat pun berselisih dalam mendefinisikannya. Ada yang mengatakan bahwa politik adalah memerintah manusia; atau pengetahuan terkait kepemilikan (pemerintahan); pembagian (pemerataan) nilai-nilai yang mesti dilakukan; atau semua aktifitas demi pencapaian otoritas negara; atau hukum kuasa negara; atau pemanfaatan kekuasaan negara.
Para pemikir muslim memiliki pengertian yang khas yang tak lepas dari makna kebahasaannya, bahwa siyasah adalah cara mengatur masyarakat demi mencapai kesempurnaan material dan spiritual.
Imam Ghazali mengatakan: Siyasah adalah usaha perbaikan umat manusia dengan membimbing mereka ke jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
Syaikh Muhammad Taqi Jafari menjelaskan: Makna siyasah yang sebenarnya ialah manajeman, pengarahan dan pengaturan kehidupan sosial manusia di jalan kehidupan rasional.. Beliau menambahkan, Siyasah dengan definisi ini merupakan nilai terpenting kemanusiaan, atau setidaknya salah satu nilai ini ialah apabila diwujudkan dalam bentuk yang benar…
Imam Khamenei mengungkapkan: Siyasah dalam pandangan keislaman ialah manajeman kehidupan individual maupun sosial manusia demi mencapai tujuan tertinggi material dan spiritual.
Langsung saja pada kesimpulannya bahwa pengertian siyasah (politik) tidak mengandung makna negatif. Namun kemudian pengertian ini di benak orang-orang tercampur dengan kelaliman, kedustaan dan tipu daya, akibat apa yang telah diperbuat oleh para politikus dan penguasa lalim, sehingga orang-orang yang berpolitik dianggap sebagai para pendusta, lalim dan penipu.
3-Fiqh Siyasi; istilah ini muncul sebagai konklusi pertemuan antara fikih dan politik. Ia digunakan dalam bidang politik dan manajeman negeri. Fikih politik memberi pelajaran tentang urusan-urusan terkait memanej permasalahan dan hubungan masyarakat Islam di dua aspek; internal dan eksternal.
Pembahasan fikih di masa kini sangat amat luas, sehingga untuk takhasus dalam seluruh bab-bab dan masalah-masalahnya di luar kemampuan satu orang, bahkan melampaui batas umurnya. Oleh karena itu, perlulah baginya untuk mengambil bagian dari fikih secara khusus, salah satunya adalah fikih politik.