Adab Keluarga Fatimah Zahra Sebagai Parameter (Bag. 1)
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temukan permasalahan yang muncul dalam keluarga. Masalah tersebut banyak dipicu karena masalah ekonomi internal keluarga. Tidak sedikit pula masalah ekonomi bukan menjadi masalah primer dalam suatu keluarga. Kadang masalah muncul dari psikologis kepala keluarga sebagai suami maupun istri yang mengatur rumah agar tetap nyaman untuk di tinggal.
Suami istri yang tidak mempunyai dasar agama yang kuat akan membuat keluarga tersebut berantakan. Keimanan dan ketakwaan dalam menjaga keluarga merupakan modal besar, sehingga dengan modal imam dan takwa akan membawa keluarga yang dibina mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Tentu dalam edukasi membina keluarga yang baik dan berintegritas dapat diambil dari para manusia pendahulu. Kisah para nabi dan keluarganya dalam membangun sebuah keluarga dapat menginspirasi keluarga muda maupun bagi pemuda yang masih belum berkeluarga untuk merencanakan kehidupan keluarganya dengan baik dan terhormat.
Membangun sebuah keluarga dengan kondisi sosiologis masyarakat kekinian, kehidupan keluarga nabi menjadi parameter yang dianggap sebagai contoh terbaik dalam masyarakat. Kehidupan keluarga putri nabi inilah yang menjadi dasar penulisan artikel ini. Putri nabi Fatimah Az-Zahra sa yang dikenal sebagai wanita penghulu surga ini menjadi suri tauladan karena telah membangun keluarganya dengan penuh cinta dan kasih sayang sehingga mengangkat derajat keluarganya dihadapan Allah SWT.
Istri Sebagai Pondasi Rumah
Jalinan hubungan seorang Putri Rasul Saw dengan suami dan anak-anaknya dalam mengatur urusan rumah tangga, menjadi contoh bagi kehidupan keluarga saat ini. Dimana hubungan tersebut untuk membangun rumah tangga agar tetap bahagia selamanya, nyaman dan menjadikan rumah layak untuk ditinggali. Fatimah sa mengatur urusan isi rumah dan merawat suami dengan penuh hormat. Ia juga yang menjadi mitra dalam kehidupan maupun menjaga rahasia suaminya Imam Ali bin Abi Tholib as.
Hubungan suami istri yang dijalin oleh Fatimah Zahra bersama suaminya tidak sedikit orang mencoba untuk menjalankan kehidupan seperti mereka. Namun, pada hakikatnya kehidupan yang telah mereka jalin tidak mudah didapatkan di kehidupan masyarakat saat ini. Tidak hanya suami tapi istri yang menjadi sosok pondasi dalam sebuah rumah tidak menjamin rumah tersebut kokoh untuk menopang rumah tangganya.
Alasan itu banyak terkait dengan kondisi masa lalu istri dan suami yang masih selalu menghantui mereka dalam menjalin hubungan. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus perceraian yang semakin hari semakin meningkat sudah menjadi rahasia umum. Alasan umum yang menjadi bukti sering terjadinya kasus perceraian tersebut diakibatkan banyak karena hilangnya rasa percaya, perselingkuhan, dan ekonomi. ketiga hal tersebut yang selalu menjadi polemik dalam kehidupan rumah tangga.
Awal permasalahan dari cerai berainya sebuah keluarga bisa dilihat bagaimana niat mereka membangun rumah tangga agar tetap bahagia, namun dapat berakibat fatal apabila tidak direncanakan dengan baik.
Kemuliaan Istri
Pada suatu ketika situasi dan kondisi perekonomian melanda umat Islam, di rumah saat itu tidak ada makanan dan anak-anaknya kelaparan. Namun, Sayyidah Fatimah Zahra sa tidak meminta apapun atau mengeluh kepada suaminya, begitu pula tidak pernah meminta kepada sang ayah Nabi Muhammad Saw walau kondisi sulit melilit keluarganya.
Pada kondisi kekinian dalam masyarakat saat ini sudah terstigma bahwa setiap suami harus memenuhi kebutuhan suami dengan apapun bentuk dan caranya agar semua yang dibutuhkan dalam keluarga dapat terpenuhi. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan kewajiban mutlak seorang suami sebagai tulang punggung dalam keluarga. Namun, kondisi keluarga seketika akan berubah ketika usaha suami sedang bangkrut atau dipecat oleh perusahaan dimana ia bekerja.
Istri yang tadinya selalu tersenyum akan bermuka masam dan membuat sifat dan kepribadiannya berubah. Dengan berbagai alasan hubungan suami-istri akan renggang. Kondisi seperti itu yang dapat membuat hubungan keluarga hancur karena tidak ada lagi rasa iba terhadap kerja keras suami.
Kondisi seperti itu acap kali kita temukan di media online maupun konvensional, istri atau suaminya terpaksa menghalalkan segala perbuatan tercela untuk menghidupkan keluarganya. Akibat dari perbuatan tersebut pelan tapi pasti harga diri keluarganya akan tercela, dan psikis anak-anaknya akan terganggu.
Berbeda dengan sikap teladan Fatimah Zahra ketika melihat kondisi ekonomi sang suami. Ia justru khawatir apabila suaminya tidak dapat memenuhi permintaan atau menyediakannya dan tidak ingin membuat sang suami malu terhadapnya. Begitu besar perhatiannya terhadap kondisi keuangan suami dan menghindari permintaan secara langsung, dialah satu-satunya istri dan pasangan Imam Ali as yang mulia.
Tidak sedikit dari sikap para istri yang membuat kondisi suami semakin terpuruk karena kehilangan pekerjaan. Dengan sikap seperti itu bukan justru akan merubah keadaan lebih baik, malah sebaliknya. Istri yang beriman dan bertakwa akan membawa sang suami ketenangan dan kedamaian dalam kondisi yang terburuk sekalipun. Sikap istri yang seperti itu akan memberikan semangat pada suami untuk mendapatkan kehidupan yang lain baik bagi keluarganya.
Oleh: H. A. Shahab