GEO-Palestine (seri 2); Memahami Kelompok Perlawanan
MM-Beberapa organisasi telah menyelenggarakan serial diskusi Geo-Palestina (serial 2), dengan tema Memahami Kelompok Perlawanan (Understanding Resistance Groups).
Diskusi ini ingin mengkaji “Kelompok Perlawanan di Timur Tengah” dari tiga sudut pandang; 1. Geo-Law; Hukum Internasional, 2. Geo-Philosophy; Filsafat perang, militer dan intelegen. 3. Geo-People; Kekuatan akar rumput kelompok pro keadilan di seluruh dunia. Menghadirkan empat pembicara, Fra Hughes (Pengamat politik dan aktifis Irlandia), Ir, Mujtahid Hashem (Aktifis dan Pengamat Timur Tengah), Rizki Hikmawan (Dosen HI UPN). Muhammad Ma’ruf, Ph.D (Direktur Global Tinkers Institute-GTI).
Diskusi kali ini berusaha mengkaji posisi Palestina sebagai entitas pra-State yang di perjuangkan, baik dari basis legal-formal (proses perdamaian) maupun non state actor-berbagai kelompok Perlawanan-pro Palestina.
Operasi Badai Aqsa, 7 oktober 2023 yang dilakukan kelompok internal perlawanan Palestina membawa dampak pada dukungan dan keterlibatan kelompok di luar teritori Palestina. Hal ini picu oleh dukungan buta USA, Inggris, dan negara-negara Eropa. Dukungan US bahkan tidak hanya secara politik dan uang, tetapi secara militer mengendalikan secara langsung operasi pengeboman dan serangan darat ke Gaza.
Intervensi militer US di Gaza ini di respon secara militer oleh seluruh kelompok perlawanan. Diantaranya Kelompok Hisbullah Pro Palestina di Libanon, Kelompok Perlawanan Suriah Pro Palestina, Kelompok Perlawanan Irak-Pro Palestina. Kelompok Perlawanan Yaman-Pro-Palestina (Ansarullah dan Tentara Yaman)). Dampaknya adalah perang regional kawasan timur tengah, bahkan bisa melebar.
Beragam Kelompok Perlawanan Pro-Palestina ini mendukung secara politik dan militer beragam kelompok perlawanan di internal teritori Palestina; HAMAS, Jihad Islam, Lion Den, PLFP (Popular Front for the Liberation of Palestine) dll.
Keberadaan kelompok perlawanan Pro kemerdekaan Palestina adalah fenomena umum sebagaimana kelompok perlawanan pro-kemerdekaan di luar Palestina. Kelompok perlawanan bersenjata ini memiliki satu misi memerdekaan bangsanya dari kolonialisme dan menyelamatkan masjid Al-Aqsa. Hal ini sesuai dengan Piagam HAM PBB, Resolusi PBB 37/43 dan Deklarasi Jenewa tentang terorisme.
Beragam kelompok perlawanan, khusus Palestina telah mengalami persekusi, pembunuhan, pengucilan bahkan di labeli gerakan terorisme selama 75 tahun oleh Israel, USA, Eropa.
Fra Hughes (Irlandia), aktifis dan pengamat politik dari Irlandia membahas pentingnya gerakan akar rumput masyarakat Eropa. Menurutnya, akar penjajahan Palestina adalah mata rantai dan implikasi kebijakan kolonial Inggris-Deklarasi Balfour.
Para penguasa Inggris yang sekarang masih memegang kendali kebijakan Ingris adalah para penerus dari generasi Balfaour dan diteruskan oleh para penguasa pemerintah Amerika.
Akar ideologi penjajahan Israel adaalah rasisme dan superioritas yang terlembagakan dalam sistem negara Israel berbasis apartehid. Sistem ini harus dihancurkan melalui opini publik, blokade barang-barang dari perusahaan yang membantu dan melanggengkan sistem ini.
Selanjutnya menurut Fra, tidak hanya kampanye penyadaraan publik, tetapi sekaligus memberi bantuan kemanusiaan warga Palestina di Gaza. Para aktifis, relawan kemanusiaan, dokter harus berinteraksi dan masuk di Gaza. Fra dan beberapa aktifis kemanusiaan Eropa pernah melakukan gerakan karavan Viva Palestina dari London hingga Gaza, 2010.
Sementara Ir Mujathid Hashem, aktifis dan pengamat Timur Tengah menjelaskan posisi kemunculan beragam perlawanan di timur Tengah-Pro Palestina. Gerakan itu muncul sebagai keniscayaan sejarah, olehkarena itu bersifat alamiah.
Hamas, Jihad Islam, lion Den dll adalah gerakan yang muncul tidak hanya perlawanan politik tetapi juga militer terhadap pendudukan Israel. Hisbullah muncul karena Israel menginvasi Libanon 1982, dan berhasil mengusir tentara IDF. Perlawan Houti yang menyatu dengan pemerintahan Yaman, juga muncul karena invasi Arab Saudi yang di dukung AS dan Inggris. Perlawanan Suriah dan Iraq muncul karena invasi ISIS yang di dukung oleh AS, Israel dan negara-negara Eropa.
Semua kelompok tersebut memiliki basis persoalan lokal dalam kerangka melawan hegemoni militer dan politik USA di timur tengah. Gerakan ini di motifasi oleh semangat nilai Islam, disatukan dalam kerangka melawan Israel. Negara kecil ini di ciptakan sebagai negara penyangga (kaki tangan) bagi kepentingan US dan Eropa di Timur Tengah.
Menurut Muhammad Ma’ruf, istilah perang dan damai adalah sepenuhnya di kontrol USA. Mandat Deklarasi Balfour adalah Occupied Palestine Teritory (OPT) yang kemudian menjelma menjadi Palestine Otority dan PLO. Inilah yang di sebut mata rantai proses perdamaian sejak 1917, UN Plan 1947 (pembagian dua negara) bersamaan dengan peristiwa NAKBA 1 secara bergelombang, juga deklarasi kemerdekaan Israel secara sepihak 1948, pembagian dua negara 1967, dan perang 1973. Genosida Gaza-Paestina 2023 adalah projek Nakba ke 2 karena ketidakmampuan menghadapi operasi badai Aqsa di wilayah teritori Israel.
Sifat perdamaian sejak 1948-2023 adalah sepenuhnya menyesatkan karena dikendalikan dan dimonopoli USA, penciptaan kedigdayaan perang singkat disertai mitos superioritas teknologi militer berbarengan pencaplokan teritori Palestina yang menyisakan 10% dari seluruh tanah historis Palestina. Gagasan solusi dua negara selama menggunakan versi USA, jika terus dinarasikan justru menutupi sistem apartheid yang sedang berjalan. Karena Israel sendiri sejak 1947 tidak mengakui dua negara, sementara “mitos gagasan dua negara” menuntut Palestina dan negara-negara yang belum menormalisasi untuk mengakui entuitas negara Israel,
Inggris dan USA mendesaian negara Israel sebagai hasil pemenang pertempuran melawan Palestina. Sementara pencalokan teritorinya secara periodik bersamaan dengan proses perdamaian yang di usulkan US dan diterapkan secara paksa pada Palestina dengan jalan licik. Pembangunan perumahan illegal, pembangunan tembok pemisah di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, blokade laut, darat, udara wilayah Gaza. Sistem apartheid ini dijalankan dengan penculikan, pembunuhan, penggusuran, pengusiran yan menghasilkan sisa 10 % tanah historis Palestina.
Situasi inilah yang memunculkan beragam kelompok gerakan perlawanan baik di internal dan ekternal Palestina melawan musuh yang sama-Israel. Peristiwa operasi Aqsa 2023 yang di respon genosida Israel terhadap rakyat Gaza-Palestina telah menyatukan beragam kelompok perlawanan tersebut dalam kerangka melawan hegemoni militer USA-Israel di timur tengah.
Diskusi ini diselenggarakan hasil kerjasama, Asosiasi ilmu Hubungan Internasional-Indonesia (AIHII), Ikatan Alumni Jamaah Al Mustofa, Ikatan Alumni Pemuda Pelajar Indonesia, Divisi Timur Tengah-Afrika, Fighting For Things dan Global Thinkers Institute (GTI)