Hawa Nafsu, Musuh Besar Penghalang Kesuksesan
Hawa nafsu selalu menyeru kepada hal-hal yang memanjakan diri. Memakan makanan enak, menikmati jalan-jalan keluar negeri, banyak makan, banyak tidur, mengkonsumi narkotika, mengkonsumsi miras, belanja barang-barang mahal dll. Hawa nafsu menipu manusia sehingga terjerumus ke sudut yang tidak disukai Allah Swt.
Allah Swt sangat mendukung manusia untuk mengendalikan hawa nafsunya. Meletakkan hawa nafsu dibawah kendali nalar sehat. Dia mengirim Nabi dan Rasul untuk memberi contoh dan mengajari manusia bagaimana memerangi, mengendalikan, dan mengelola hawa nafsu.
Orang tua berharap besar sehingga anak-anak mereka mendulang kesuksesan dimasa depan. Sukses di dunia dan juga mendapat keridhaan Ilahi di akhirat nantinya. Kesuksesan besar adalah ketika anak-anak menjadi orang yang merdeka, mengendalikan hawa nafsu dengan akal dan bukan sebaliknya. Anak-anak inilah yang akan menjadi orang tua berkualitas di kemudian hari.
Orang tua berupaya melakukan berbagai hal postif untuk menggapai harapan besar ini. Memilih pasangan yang baik dan sepemikiran. Melakukan persiapan materi dan non materi sebagai pendukung. Menabung dan melakukan investasi sehingga kebutuhan vinansial anak tercukupi untuk proses perkembangan dan pendidikan. Mengkaji berbagai ilmu ilmu yang mendukung. Melakukan ritual-ritual agama membersihkan diri dari berbagai dosa dan mendapatkan petunjuk untuk membimbing sang anak. Melakukan konsultasi dengan pakar-pakar baik ofline atau online. Menjalankan semua ilmu positif yang sudah didapatkan dalam kehidupan. Melakukan berbagai ikhtiar dan melengkapi itu dengan tawakal kepada Allah Swt.
Perjuangan mendapatkan kesuksesan untuk anak dunia akhirat sangatlah tidak mudah. Membayar mahal untuk semua persiapan ini adalah sebuah kemestian.
Orang tua tentu harus mengalahkan hawa nafsunya demi semua cita-cita mulia ini. Harus meluangkan waktu untuk hal-hal yang mungkin tidak terlalu dia minati. Menggunakan tenaga untuk bekerja demi kebutuhan pendukung cita-cita. Meninggalkan banyak hal yang memanjakan diri. Kebahagiaan itu dia titipkan dalam senyuman anak-anak di dunia dan juga di alam akhirat nantinya. Sering orang tua lupa untuk mengurusi dirinya sendiri demi kebutuhan dan kepentingan anak-anaknya. Orang tua melakukan semua itu tanpa pamrih. Dalam lelah mereka bahagia melihat pertumbuhan positif anak-anaknya.
Orang tua ada namun keberadaan anak-anak mereka jauh lebih berharga. Dalam banyak hal orang tua memberikan contoh bahwa hawa nafsu bisa dikalahkan demi kepentingan orang lain yaitu anak mereka sendiri. Orang tua mengajarkan rela berkorban, keikhlasan, ketangguhan, dan kesabaran.
Pentingnya Mengunggulkan Akal atas Hawa Nafsu
Buya Hamka pernah berkata, “jika engkau ingin melihat orang Islam, lihatlah mereka yang shalat Idul Adha dan Idul Fitri. Namun, jika engkau ingin melihat orang beriman, lihatlah mereka yang shalat Subuh di masjid.”
Orang Islam disini tentu islam secara lahiriah, mengingat seorang muslim dan seorang mukmin saling berkaitan satu dengan yang lain. Hanya ikut salat ketika salat idul fitri setahun sekali tentu bukan menjadi parameter keislaman seseorang.
Dalam tulisan ini dapat dirasakan bahwa ada dua titik yang diangkat. Salat Idul Fitri dan Idul Adha yang hanya sekali dalam setahun. Salat subuh sendiri adalah salat wajib yang dilakukan setahun setidaknya 360 kali. Walau sama-sama dua rakaat tapi berbeda dari beberapa sudut pandang.
Salat Idul Fitri banyak menjadi perhatian orang, dilakukan pada saat mentari sudah tampak. Sementara salat subuh dilakukan pagi hari ketika suasana masih gelap. Ketika banyak orang sulit bangun tidur di waktu ini.
Jadi titik pentingnya adalah pada menejemen hawa nafsu, mengikuti hawa nafsu untuk meneruskan tidur atau mengambil wudzu dan salat subuh, apalagi salat subuh di masjid setiap hari sepanjang hayat. Tantangan yang tidak ada di salat hari raya.
Mohsin Qiroati berkata, “Ketika satu hari tidak bermaksiat kepada Allah hari itu adalah hari raya”. Beliau menambahkan,”Ketika akal menang dari hawa nafsu maka itu adalah hari raya”.
Nafsu senantiasa menyuruh manusia untuk bermaksiat, melanggar perintah Allah, jadi ketika seseorang mampu meninggalkan maksiat, saat itu dia berhasil mengalahkan hawa nafsunya. Ketika akal menang dari hawa nafsu, disini beliau menekankan bahwa kapan pun ketika seseorang menang melawan hawa nafsu maka itu adalah perayaan.
Muhsin Qiroati juga menegaskan bahwa Hawa nafsu bisa membahayakan manusia pada posisi dimana pun dan kapan pun. Dia bisa menyerang seorang ulama, seorang marja’ taqlid (rujukan dalam fatwa syariat), Ilmuwan, seniman, olah ragawan, cendekiawan, cerdikiawan, orang biasa, orang berada, santri, ustadz, pekerja, kuli, penulis, petani atau apapun kedudukan dan posisi yang dimiliki seorang manusia.
Hawa nafsu adalah fitrah dia tidak bisa dipadamkan hanya bisa dikendalikan dan diarahkan. Bisa mengalahkan hawa nafsu adalah kemenangan besar. Sehingga pantas bahwa perang ini disebut Jihad Akbar bagi seorang manusia.
Setan menjadikan hawa nafsu sebagai media bidik mereka. Ketika manusia sudah dikendalikan hawa nafsu maka setan tidak perlu menyesatkan mereka lagi. Mereka sudah akan terperosok pada jurang murka Allah Swt.
Masing-masing keluarga perlu menargetkan untuk bersama-sama mengendalikan hawa nafsu. Sesama anggota keluarga saling mengingatkan untuk tidak terjebak dalam jerat hawa nafsu. Satu keluarga yang memiliki kesadaran untuk mengalahkan hawa nafsu maka akan lebih mempermudah. Seperti orang membaca doa jausan Kabir ketika sendiri sangat berat, tapi ketika bersama keluarga maka terasa lebih ringan untuk dilakukan.
Mengalahkan hawa nafsu dan meraih hari raya demi hari raya. Menggapai kesuksesan yang diidam-idamkan.