Idul Ghadir dan Menjunjung Akhlak Sesama Muslim
Idul Ghadir sebagai hari raya besar atau bahkan paling besar selalu diperingati setiap tahunnya. Tahun ini pun sama. Hari besar ketika agama Islam disahkan sebagai agama ilahi yang sah, hari ketika wakilnya Nabi juga diumumkan secara besar-besaran dihadapan ribuan sahabat dari berbagai penjuru dunia, hari yang sangat istimewa demi ejawantah ihdinashirathal mustaqim, shirathalladzina anamta alaihim. Penunjukkan sosok nyata selain Nabi, sosok yang juga berada di shirathal mustaqim. Pemberi petunjuk yang sah mewakili Nabi Muhammad saaw. Menjadi tempat merujuk jika ada hal-hal yang ingin dipertanyakan seputar agama mulia Islam. Tempat rujukan yang tidak perlu ada keraguan karena merupakan sosok yang ditunjuk langsung oleh Allah swt melalui Nabi-Nya.
Idul Ghadir walau secara nyata jelas terukir dalam kitab-kitab sejarah. Ayat-ayat pendukung serta hadis-hadis penjelas juga sangat banyak namun sebagian umat Islam tidak meyakini keberadaan hari raya ini. Ini adalah sebuah realitas yang harus dihadapi dan menjadi parameter dalam bertindak dan bersosialisasi, khususnya ketika bersosialisasi dengan mereka yang tidak sepakat terkait kebenaran Idul Ghadir.
Umat pecinta Ahlul Bait sebagai pihak yang meyakini kebenaran Idul Ghadir karena memiliki dalil yang kuat dan tidak mungkin dibantah. Walau demikian tentu tetap memiliki tuntutan untuk menyampaikan secara bijak dan penuh perhitungan. Sehingga hal-hal yang sepintas tampak sebagai sebuah dakwah kepada umat Islam namun karena salah metode, salah momen, salah tempat sebaliknya bisa berdampak sebaliknya, menjadi kontraproduktif. Mereka bukan menjadi berempati kepada Ahlul Bait malah menjadi para pembenci Ahlul Bait sebagai respon kesalahan kita sebagai oknum yang sebenarnya tidak mumpuni dalam bidang dakwah. Apalagi bagi mereka yang lebih tertarik melihat wujud nyata agama dalam wujud akhlak dan prilaku bukan dari kuat dan lemahnya dalil sebuah kenyataan sejarah, dalam hal ini yang kami maksud adalah sejarah nyata ghadir Khum.
18 Dzulhijjah sebagai hari dimana hari raya Idul ghadir dirayakan, para pecinta ahlul bait menyampaikan selamat kepada sesama pecinta ahlul bait, dengan penekanan selamat karena sudah menjadi pecinta Ahlulbait menjadi orang yang berwilayah kepada Ali bin Abi Thalib, mengakui dan mengimani Ali as sebagai wasyi dan pengganti setelah kepergian Nabi saaw.
الحمد لله الذی جعلنا من المتمسکین بولایة امیر المومنین و الائمة علیهم السلام
Seluruh puji bagi Allah karena telah menjadikan kita orang yang berpegangan kepada wilayah Amirul Mukminin dan aimah alaihimu salam
Sebagian ikhwan dan akhwat ada yang ekstrim, tanpa membawa nilai teposeliro dan tenggangrasa. Mengucapkan selamat hari raya idul ghadir kepada seluruh umat Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka berdakwah, menyampaikan ajaran ahlul bait kepada semua pihak tanpa terkecuali.
Menurut hemat kami idul ghadir semestinya tidak menjadikan kita mati rasa. Rasa kemanusiaan harus tetap kita jaga. Keberimanan dan keyakinan masing-masing orang itu hal yang bersifat personal dan sama sekali tidak bisa di paksakan. Kita semestinya ingat bahwa aqidah dan keyakinan adalah hal yang tidak dilakukan dengan cara meniru. Aqidah semestinya dilakukan dengan cara merdeka dan tidak ada paksaan. Mengetahui dan meyakini secara nyata tanpa ada unsur ikut-ikutan apalagi paksaan. Karena tidak ada paksaan dalam beragama.
Terkait hari raya ghadir juga masuk ke ranah tidak ada pemaksaan. Jadi semestinya ucapan selamat ini disampaikan khusus bagi sesama pecinta. Kita perlu menggarisbawahi ucapan hari raya ini berisi rasa syukur karena telah berwilayah kepada wilayah Ali bin Abi Thalib as. Dan ini tidak berlaku kepada selain pecinta Ahlul bait. Semestinya ini menjadi pemicu untuk melakukan introspeksi diri bahwa apakah kita sudah nyata dalam berwilayah kepada beliau, dimana salah satu parameternya adalah kualitas akhlak kita kepada sesama umat Islam, kepada sesama manusia dan kepada sesama makhluk hidup.
Kembali kepada ajaran Nabi Muhammad saaw bahwa kita diperintahkan untuk berdakwah dengan amal perbuatan kita dalam bentuk akhlak mulia kita. Akhlak yang muncul sebagai bentuk aplikasi kita atas pengetahuan agama yang sudah kita miliki. Sudah menjadi sosok yang paling berkualitas dibanding orang-orang yang berada dilingkungan kita. Karena kita berwilayah maka kita paling berakhlak, karena kita berwilayah maka kita paling banyak bersedekah, karena kita berwilayah maka kita paling jujur, karena kita berwilayah maka kita paling berakhlak mulia kepada lingkungan serta keluarga, karena kita berwilayah kita paling giat dalam bekerja.
Sangat disayangkan ketika kita berjibaku berdakwah dimedia sosial namun kita dalam sisi kemanusiaan masih merupakan nomor terakhir. Orang sama sekali tidak akan terpengaruh dengan ucapan dan tulisan kita selama akhlak kita bertolak belakang dengan apa-apa yang kita sampaikan. Dakwah dengan amal prilaku terlebih dahulu bukan dari ucapan, pesan singkat, meme, dan berbagai bentuk penyampaian dakwah yang lain.
Selamat merayakan hari raya idul ghadir, mari kita sambut hari raya ini dengan pencapaian demi pencapaian bukan sebatas omongan demi omongan.