Perkembangan Peradaban Islam, Chapter 3: “Seberapa Jauh Jarak Intelektual Bangsa Arab dan Bangsa Persia?”
Annisa Eka Nurfitria-Melanjutkan dari pembahasan awal awal tulisan ini, kenapa Islam sempat jaya di bidang IPTEK? Karena Kekaisaran Rashidun ber-atasnamakan Islam menginvasi wilayah Persia yang memiliki peradaban super power dan maju di bidang IPTEK. Itulah yang membuat pemerintahan Islam saat itu dikenal seolah-olah maju di bidang sains dan IPTEK, padahal yang sebenarnya maju di bidang sains dan IPTEK adalah bangsa Persia yang dahulunya dikuasai Kekaisaran Sasaniyah, pemerintahan yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun mencatat, perbedaan peradaban Arab-Muslim dengan peradaban Persia-Zoroaster. Di abad ke-7, Mekkah yang dianggap kota besar oleh bangsa Arab itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Persia. Digambarkan Kota Babilonia (Persia Kuno) – seribu tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW – yag terletak 1500 km di timur laut Mekkah, telah mencapai kompleksitas puncak peradaban yang sangat tinggi. Di masanya Babilonia adalah kota terbesar umat manusia. Jelas Mekkah tidak ada apa-apanya disbanding Babilonia.
Masih dari catatan Ibnu Khaldun di Kitab Muqaddimahnya, orang Arab-Muslim yang menjajah Persia saat itu tidak memiliki keterampilan di bidang tekhnik-sipil, arsitektur, maupun perencanaan-kota. Orang-orang Arab-Muslim menundukkan bangsa Persia dan mengambil alih kekuasaan mereka termasuk konstruksi bangunannya.
Kenyamanan dan kemewahan yang dinikmati Kekaisaran Rashidun menuntunnya pada pembangunan berkelanjutan. Di saat yang sama justru itu pula merupakan periode kehancuran Dinasti Islam. Mereka tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam hal arsitektur dan tekhnik-sipil. Berbeda dengan bangsa Persia memiliki pengalaman ribuan tahun (hal serupa dengan bangsa Koptik, Nabatea, dan Romawi). Mereka memiliki pengalaman dalam periode panjang, sehingga keterampilan arsitektur dan tekhnik-sipil menjadi mapan di antara mereka. Karenanya, bangunan dan monumen yang dibangun bangsa Persia banyak meninggalkan jejak yang lebih abadi daripada monumen yang dibangun Arab-Muslim.
Ketidaktahuan tentang ilmu arsitektur dan tekhnik-sipil menjadikan bangunan yang didirikan Arab Badui cepat runtuh. Penyebabnya adalah orang-orang Arab tidak memiliki perencanaan tata kota yang baik, tidak mempertimbangkan amdal, lokasi, kualitas udara, kualitas air dan posisi ladang rumput. Perbedaan dalam mempertimbangkan hal-hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas tata kota yang baik dan buruk untuk peradaban maju. Sedangkan orang-orang Arab Badui tidak peduli dengan hal-hal tersebut, mereka hanya sibuk memastikan ketersediaan padang rumput untuk onta-ontanya. Mereka tidak peduli apakah kualitas air itu baik atau buruk, apakah ketersediaan cadangan air sedikit atau banyak. Mereka juga tidak mempersoalkan presisi ladang, lahan sayuran dan kualitas udara, mungkin karena habbit mereka yang nomaden, tidak suka menetap, selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga lebih memilih memperoleh gandum dari tempat-tempat terpencil.
Para sejarawan dapat mengamati cara orang Arab dalam merencanakan pembangunan kota al-Kûfah, al-Baṣrah, dan al-Qayrawân. Yang menjadi pertimbangan arsitektur Arab dalam pembangunan hanya memastikan cadangan padang rumput untuk kebutuhan hewan ternak onta, serta bagaimana akses gurun dan rute caravan dapat dijangkau dengan mudah. Akibatnya, kota-kota tersebut tidak memiliki situs alam. Mereka tidak memiliki pertimbangan bagaimana cara memperoleh sumber daya alam yang dapat dimanfatkan sebagai sumber makanan dan pasokan cadangan untuk populasi Arab di kemudian hari. Sedangkan mengelola sumber daya alam sangat penting jika peradaban ingin berlanjut.
Setelah membaca sejarah secara seksama, tanpa disadari muncul pertanyaan di benak kita, seberapa jauh jarak-intelektual bangsa Arab dan bangsa Persia? Untuk menjawabnya penulis mengutip ucapan Sulaiman ibn Abd al-Malik, Khalifah ketujuh dari Dinasti Umayyah, “Selama bangsa Persia berkuasa seribu tahun, sehari pun mereka tidak membutuhkan bangsa Arab. Sementara, orang Arab yang berkuasa selama satu-dua abad, ditinggal satu jam saja oleh bangsa Persia, tidak mampu berbuat apa-apa.”
Sumber:
The Muqaddimah – An Introduction to History by Ibn Khaldun
https://en.wikipedia.org/wiki/Sulayman_ibn_Abd_al-Malik
The Muslim World. Vol. I The Age of the Caliphs. Leiden. E.J Brill. 1960 p. 29