Propaganda Sosial Bernama Virus Pelemahan Mental
Covid-19 bukanlah tujuan, tapi pijakan untuk suatu tujuan.
Pencipta dan penggagas Virus Corona atau Covid-19 sebagai think tank huru hara di seluruh bumi ini tidak hanya menargetkan agar virus ini menyebar begitu saja, lalu banyak orang mati karenanya. Covid-19 adalah virus yang sudah mengalami mutasi genetik, virus yang secara normal dengan mudah mati namun mutasi genetik yang terjadi membuatnya lebih kebal dan sulit dicegah.
Awal masuknya berita tentang Covid-19 melalui sebuah video, dimana banyak orang yang tidak tertangani mati di jalan-jalan di Cina, di kota Wuhan. Kejadian yang ternyata tidak terlihat di negara lain seperti Amerika dan Italia sebagai dua Negara yang memiliki kasus positif covid-19 tertinggi hingga hari ini.
Akibat informasi masif dari media, di tanah air maupun di berbagai media internasional, info bahaya Covid-19 berhasil menjadi momok semua pihak, negara-negara yang sebelumnya gagah dengan kecanggihan alat militernya, dihadapan Covid-19 harus mengakui bahwa mereka benar-benar kewalahan untuk mencegah penyebaran atau setidaknya untuk tetap bertahan.
Dana yang berlipat ganda digelontorkan tidak setara dengan jumlah kasus positif Covid di masing-masing negara. Hal ini lumrah sebab pencegahan itu lebih baik dari pengobatan. Korban akan mampu diminimalisir jika upaya pencegahan dilakukan secara optimal. Tidak tepat jika menggunakan matematika jumlah dana yang digelontorkan dengan jumlah positif kasus Covid-19 yang ada.
Sumber Daya Alam dan meledaknya jumlah penduduk bumi
Semakin hari sumber daya alam non hayati semakin menipis. Batu bara, minyak bumi adalah kebutuhan penting bagi perputaran roda ekonomi hampir seluruh bangsa di dunia. Namun jumlah sumber daya non hayati ini sangatlah minim, meningkatnya jumlah penduduk jelas tidak sebanding dengan persediaan SDA terbatas ini. Karena alasan ini sebagian pemikir berupaya mencegah jumlah penduduk agar tidak semakin membludak memenuhi bumi.
Di berbagai daerah di Indonesia, semakin banyak lahan pertanian atau perkebunan berubah menjadi tempat industri dan pemukiman. Secara otomatis produksi sumber pangan juga semakin sedikit, hal ini terjadi juga karena jumlah penduduk yang semakin hari semakin naik.
Pengurangan jumlah penduduk
Negara Cina adalah negara dengan disiplin tinggi, negara tirai bambu hanya mengijinkan masing-masing keluarga untuk memiliki satu anak saja, berbeda dengan Indonesia yang hanya menghimbau untuk memiliki dua anak cukup, untuk mengikuti program keluarga berencana, dan berbagai negara memiliki program khusus demi mencegah jumlah penduduk mereka.
Upaya menyemai pornografi yang berujung pada homoseksual dan lesbian dengan label LGBT juga tidak tampak efektif dalam mencegah bertambahnya penduduk.
Untuk mengurangi jumlah penduduk tidak mungkin menggunakan senjata pemusnah masal seperti era perang dunia l maupun perang dunia ll, dengan menggunakan bom atom atau bom nuklir. Usaha memicu peperangan antar negara pun tidak berhasil, alqaeda, al nusra, ISIS, hanya seperti petasan saja meledak sebentar lalu hilang dalam senyap, kekuatan persenjataan militer Rusia, Iran, Suriah, mampu memadamkan petasan-petasan itu secara optimal. Senjata terakhir yang digadang-gadang dan digandengkan dengan konsep idiologis khilafah pun tumbang, Irak dan Suriah bersatu yang di idam-idamkan menjadi tempat penguburan masal mengurangi penduduk bumi hanya tinggal isapan jempol semata. Pada saat militan ISIS yang beberapa kali ganti nama tidak berhasil dengan aksi-aksinya. Dan sudah hampir ditumpas habis di pusat pergerakannya di Suriah. Muncul venomena baru yakni Covid-19.
Propaganda sosial
Covid-19 adalah sebuah propaganda sosial, Covid-19 menyasar kepanikan sosial, paranoid sosial, sosial horor, serta berbagai kondisi sosial pandemic yang lebih membidik ketahanan mental masing-masing manusia.
Ujian besar selanjutnya berupa kebosanan, upaya terbaik menghadapi penyebaran Covid-19 adalah dengan stay at home, work from home, shoping from home, learn from home, semua kegiatan yang harus dilakukan semua di dalam rumah. Hari-hari biasa bertemu dengan karyawan, teman sekantor, klien beragam, pada saat sosial distanching dan phisical distanching orang harus menjaga diri, tidak menemui banyak orang, diutamakan untuk tinggal dirumah bersama keluarga. Memaksimalkan koneksi menggunakan jejaring sosial secara online. Efek terbesar adalah rasa bosan masing-masing orang. Hal ini memicu sebagian orang alih-alih tinggal dirumah, mereka pergi ke tempat wisata untuk menghilangkan kebosanan.
Inilah yang diharapkan oleh penggagas Covid-19 dan semacamnya. Mental virus, sebuah virus keyakinan yang bisa membunuh secara fisik dan mental manusia. Hasil dari efek sosial pandemic.
Agree dan disagree
Menanggapi kasus Covid-19 manusia dihadapkan pada dua pilihan, antara menyetujui keinginan penggagasnya atau menolaknya. Menjadi panik, menjadi paranoid, kehilangan mental pejuang, putus asa, perasaan gagal dan meng-influence orang lain untuk merasakan mental virus ini adalah bentuk dukungan kepada pembuat Covid-19. Kondisi yang secara psikologis bisa menurunkan ketahan tubuh manusia.
Pilihan kedua adalah menolak dan melawan. Menolak untuk menjadi pesakitan secara mental akibat pandemic Covid-19. Kekuatan melawan dan keyakinan bahwa virus ini bisa dikalahkan, kepercayaan diri bahwa manusia bisa dan mampu adalah bekal penting.
Mental Optimistik
Kesadaran beragama dengan difinisi lebih luas. Memaknai kembali bahwa ibadah tertinggi adalah menyepi berdua-duaan dengan Tuhan. Memahami bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Menjaga, Maha Pemberi dan Maha Penyayang. Sebagai hamba harus memiliki sikap dan mental optimis yang kuat, menghadapi Corona harus memiliki keyakinan besar bahwa kita pasti menang, bahwa kita pasti bisa. Kesepakatan bersama untuk tinggal dirumah atau keluar hanya ketika kondisi mendesak saja dalam masa masa karantina serta doa kepada Zat Maha Penolong. Melakukan disagree terhadap penggagas Covid-19 dengan memiliki Mental pejuang dan mental pemenang.