Tantangan Genosida dan Perang Laut AS-Israel (1)
MM-Paska 7 oktober 2023, hampir tiga bulan IDF gagal memusnahkan Hamas. Otoritas Gaza yang ingin di kontrol tentara pendudukan Israel nampaknya gagal. Brigade Golani dan ribuan pasukan IDF di Tarik. Alasanya untuk menata kembali barisan, mengurangi intensitas serangan, dan memindahkan lima brigade untuk melawan Hisbullah. Mengumumkan, kedepan kendali keamanan atas perbatasan Rafah-Gaza.
Satu satuya prestasi memalukan Israel adalah berhasil menggenosida warga Gaza-Palestina. Sedikitnya 21.978 warga Palestina-Gaza syahid, sebagian besar wanita dan anak-anak dan melukai 57.697 lainnya.
Tiga alasan utama yang sebenarnya di tutupi pihak Israel-USA adalah faktor banyaknya jumlah korban IDF di Gaza, tekanan serangan Hisbullah di fron utara, dan kondisi perekonomian Israel karena manuver laut Houti-Yaman.
Kini, proyek genosida dan pengusiran warga Gaza ke Sinai oleh Israel dan USA menghadapi banyak tantangan dari berbagai fron jaringan perlawanan. Perlawanan Gaza, Tepi Barat, Libanon Selatan, Suriah di Golan, Irak, operasi Houthi yang menganggu ekonomi Israel.
Perang Gaza-Palestina vs Israel sekarang, tahap demi tahap berkembang menjadi perang jaringan perlawanan vs AS-Israel-zionis di seluruh kawasan. Intensitasnya bergantung pada agresifitas genosida Israel di Gaza.
Houthi-Yaman vs Koalisi US
Hingga saat ini, Houthi-Yaman telah berhasil menargetkan sembilan kapal menggunakan drone dan rudal, serta berhasil menyita satu kapal yang berafiliasi dengan Israel di Laut Merah. Operasi ini telah mendorong perusahaan pelayaran internasional terbesar, termasuk CMA CGM dan MSC, serta raksasa minyak BP dan Evergreen, mengubah rute kapal mereka yang menuju Eropa ke sekitar tanduk Afrika, sehingga menambah jarak tempuh 13.000 km dan biaya bahan bakar yang signifikan.
Penundaan, waktu transit, dan biaya asuransi untuk pelayaran komersial telah meroket, sehingga mengancam akan memicu inflasi di seluruh dunia. Israel sudah menghadapi dampak ekonomi dari konflik terpanjang dan paling mematikan dengan kelompok perlawanan Palestina dalam sejarah.
Manuver Houthi Yaman ini kemudian di respon Angkatan Laut AS secara militer. Brigjen Yahya Saree Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Ahad (31/12/2023) mengumumkan 10 anggota Angkatan Laut (AL) Yaman gugur akibat serangan Amerika Serikat (AS) di perairan Yaman.
“Ketika AL dari Angkatan Bersenjata Yaman menjalankan misinya yang rutin dan resmi dalam upaya menguatkan keamanan, stabilitas dan perlindungan atas pelayaran serta menunaikan kewajiban insani dan moral, yang telah telah diumumkan oleh Yaman dalam mencegah kapal Israel atau kapal yang menuju ke pelabuhan-pelabuhan di Palestina pendudukan melintas di Laut Merah, sebagai solidaritas dan dukungan kepada bangsa Palestina, pasukan musuh, AS, telah menyerang tiga perahu cepat AL Yaman hingga menyebabkan gugur dan hilangnya 10 anggota AL Yaman”.
Namun misi Kapal Angkatan Laut cepat Yaman ini adalah menghentikan kapal komersial bukan secara langsung perang dengan Angkatan Laut AS.
Pada konteks lain, berkat taufik dari Allah, AL Yaman berhasil melancarkan operasi militer yang menyasar kapal kontainer Maerk Hangzhou – yang bergerak menuju pelabuhan di Palestina pendudukan- dengan rudal-rudal maritim yang sesuai. Serangan ini dilancarkan setelah awak kapal tersebut menolak memenuhi seruan peringatan AL Yaman.
Sehingga dengan di tembaknya tiga kapal cepat Yaman, situasi selanjutnya adalah menjadi penyebab resminya perang laut di laut merah. AS selain berhadapan dengan Angkatan Laut Yaman, juga harus menghentikan misil dan drone yang di tembakkan ke wilayah Pelabuhan Eilat-Israel. Disamping itu, tantang Angkatan Laut AS harus menghadapi armada Angkatan Laut ke-95 Iran yang akan ditugaskan dalam misi di Laut Merah & Bab Al-Mandab.
Akuntasi Perang Laut
Metode AS melindungi kapal-kapal komersial menuju Israel adalah dengan menggunakan sistem pertahanan rudal pada kapal induk angkatan laut AS dan sekutunya yang dikerahkan ke wilayah tersebut.
Tantangan AS dari sisi ekonomi sebenarnya bergantung pada rudal pencegat yang mahal dan sulit diproduksi untuk melawan drone dan rudal yang murah dan diproduksi secara massal yang dimiliki Houti-Yaman.
Austin membuat pengumumannya tak lama setelah kapal perusak USS Carney telat mencegat 14 drone serang satu arah hanya dalam satu hari, 16 Desember 2023.
Operasi tersebut tampaknya sukses, namun Politico dengan cepat melaporkan bahwa menurut tiga pejabat Departemen Pertahanan AS, biaya untuk melawan serangan semacam itu “menjadi kekhawatiran yang semakin besar.”
Rudal SM-2 yang digunakan oleh USS Carney masing-masing berharga sekitar $2,1 juta, sedangkan drone serangan satu arah Houti-Yaman hanya berharga $2,000.
Artinya, untuk menembak jatuh drone senilai $28.000 pada 16 Desember, AS menghabiskan setidaknya $28 juta hanya dalam satu hari.
Hauthi-Yaman kini telah melancarkan lebih dari 100 serangan drone dan rudal, menargetkan sepuluh kapal komersial dari 35 negara, artinya biaya rudal pencegat AS saja telah melebihi $200 juta.
Namun biaya bukanlah satu-satunya batasan. Jika Houthi-Yaman tetap mempertahankan strategi ini, pasukan AS akan segera menghabiskan persediaan rudal pencegat mereka, yang dibutuhkan tidak hanya di Asia Barat tetapi juga di Asia Timur.
Tidak berlebihan jika dikatakan, menang perang dengan koalisi US-Israel-Zionis pada umumnya dan khusus genosida di Gaza bukan menimpakan jumlah korban, tetapi lebih pada kerugian ekonomi akibat perang. Jika kelompok perlawanan terus menerus berhasil menimpakan kerugian ekonomi yang signifikan bagi AS-Israel, artinya peluang negara Israel sebagai lumbung pemasukan bisa di tutup, sebagaimana perusahaan yang merugi harus di tutup. Sementara secara politik, Genosida Gaza bisa dihentikan, kemerdekan Palestina menemukan jalan yang lebih siginifikan.