Taubat dalam Sudut Pandang Tasawuf
Salah satu masalah penting dalam ‘irfan ‘amali atau tasawuf praktis dan maqam al-‘arifin adalah masalah taubat. Meskipun taubat memliki tempat yang agung di sisi mufasirin, ulama akhlak, mutakallimin (para teolog) dan muhaditsin (ahli hadis), namun kalangan ‘urafa dan sufi memberikan perhatian yang lebih spesial dan istimewa. Hal ini akan tampak jelas bagi kita bila kita telusuri sesasat pelbagai karya syekh-syekh tasawuf dan ‘irfan, sehingga dapat kita simpulkan bahwa pelbagai karya sufistik hampir semuanya menganggap bahwa taubat merupakan maqam salik (pejalan spiritual) yang paling penting.
Sebagai contoh, masalah taubat dibahas secara penting dalam kitab Kasyful Asrar dan Manazilu Sa’irin. Muhyiddin ‘Arabi, tokoh ternama ‘irfan Islami dalam kitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah membahas secara khusus perihal taubat.
Makna Suluk dan Maqam
Syekh Mahmud Syabestari saat menjelaskan makna suluk dan maqam, beliau berkata: “Suluk salik adalah safar (perjalanan) spiritual dan dalam safar ini, ia melalui jenjang-jenjang dan melewati manazil (terminal-terminal). Pada setiap tahapan, terdapat maqam (kedudukan) yang dicapai oleh salik dan setelah ia menggapai satu maqam secara sempurna maka ia akan mencapai maqam yang lebih tinggi atau lebih baik. Dan maqam adalah bagian dari anak tangga suluk yang diraih dengan kerja keras, iradah dan ikhtiyar salik. Adalah tidak dibenarkan bagi salik untuk meremehkan sedikitkan maqam-nya dan mengabaikan haknya. Dalam proses melalui maqam-maqam ini, cermin hati salik akan cemerlang/bening dan pelbagai anugerah dari alam ma’nawi (spiritual) akan sampai padanya…Maka, salik pada langkah pertama ia akan memakai atribut taubat.”
Makna Suluk dan Maqam
“Suluk salik adalah safar (perjalanan) spiritual dan dalam safar ini, ia melalui jenjang-jenjang dan melewati manazil (terminal-terminal). Pada setiap tahapan, terdapat maqam (kedudukan) yang dicapai oleh salik dan setelah ia menggapai satu maqam secara sempurna maka ia akan mencapai maqam yang lebih tinggi atau lebih baik. Dan maqam adalah bagian dari anak tangga suluk yang diraih dengan kerja keras, iradah dan ikhtiyar salik. Adalah tidak dibenarkan bagi salik untuk meremehkan sedikitkan maqam-nya dan mengabaikan haknya. Dalam proses melalui maqam-maqam ini, cermin hati salik akan cemerlang/bening dan pelbagai anugerah dari alam ma’nawi (spiritual) akan sampai padanya…Maka, salik pada langkah pertama ia akan memakai atribut taubat.”
Taubat adalah Maqam Pertama ‘Urafa
Tak syak lagi bahwa penempuh perjalanan spiritual alias salik harus—untuk mencapai tujuan suluknya—melalui pelbagai jenjang dan tahapan dan taubat adalah maqam dan manzil (tempat singgah) yang pertama. Seseorang yang ingin berjalan menuju al-Habib al-Mahbub (Sang Kekasih dan Maha Cinta) maka ia harus berpaling dari dunia dan dari segala sesuatu selain-Nya dan dengan sepenuh hati dan totalitas ia menghampiri al-Haqq (Allah Jalla Jalaluh). Dan hal ini tidak mungkin tercapai tanpa melalui revolusi internal dengan cara mengendalikan hegemoni hawa nafsu dan syahwat atas hati. Bila hal ini telah diwujudkan, maka salik akan mendapatkan kemudahan untuk memenuhi panggilan dan seruan Ilahi dan mendapatkan kucuran anugerah-anugerah-Nya yang tak terhingga. Dengan kata lain, supaya ‘arif (orang yang berbekal ilmu sedang melakukan safar suluk) mencapai maqam washil (menggapai tujuan dan bertemu dengan Sang Kekasih) maka ia harus melalui pelbagai maqam dan terminal yang sulit, dan perjalanan spiritual ini bakal melewati pelbagai jenjang dan tahapan yang sistematis yang tahapan pertama darinya adalah taubat.
Taubat adalah sebuah gerakan yang dimulai dengan karunia dari Allah, untuk-Nya dan kepada-Nya serta disertai dengan cinta-Nya. Dan supaya perjalanan yang membumbung tinggi (sair shu’udi) ini terkondisikan dan nyaman, maka salik harus menghidupkan “api cinta” dan membiarkannya menyala-nyala dalam hatinya sehingga akar-akar dosa dan pengaruh-pengaruh negatif dari kelalaian dan keteledoran serta tarkul aula (meninggalkan yang lebih utama) hangus terbakar dan kemudian hatinya menjadi siap untuk bergerak menuju-Nya dan inilah taubat yang tentunya akan terwujud setelah jenjang yaqthah (sadar/bangun). Oleh karena itu,salik ilallah, sebelum segala sesuatu, ia harus melakukan taubat yang hakiki dan ia harus bekerja keras untuk mewujudkan taubat sebaik dan sesempurna mungkin karena taubat yang sempurna alias taubat nasuha adalah garansi untuk mendapatkan maqam berikutnya.
Taubat dalam Sudut Pandangan ‘Urafa
‘Izzudin Kasyani mengatakan: “Dasar seluruh maqam dan kunci semua kebaikan serta pilar seluruh tahapan dan muamalah hati dan fisik adalah taubat.”
Hujwiri dalam kitab Kasy al-Mahjub mengatakan: ”Maqam pertama para penumpuh jalan al-Haqq adalah taubat.”
Dr. Sayed Muhammad Domadi dalam kitab Syarhi bar Maqamat al-‘Arifin berkata: “Mereka menilai taubat sebagai babul abwab (pintunya segala pintu). Sebab, penyebab dan sarana pertama yang mengantarkan salik pada pencapaian maqam qurbi (kedudukan kedekatan) dengan Allah Swt adalah taubat.
Dari pelbagai keterangan dari kitab Masyariq ad-Durr dapat dipahami bahwa taubat adalah maqam pertama ‘urafa.
Dalam kitab Mirshad al-‘Ibad disebutkan: “Ketika murid (praktisi tarekat) bergabung dengan seorang syekh…maka ia harus menyandang duapuluh sifat sehingga ia layak mendengarkan pembicaraan syekh dan mampu menyelesaikan suluk ini secara sempurna. Dan maqam pertama adalah taubat. Ia harus melakukan taubat nasuha. Sebab, seluruh amal akan tegak berdasarkan prinsip ini. Dan bila prinsip ini tercemari maka seluruh amal akan rusak dan semua akan batil dan seluruh kerja keras dalam bekerja/beramal akan sia-sia.”
Syekh Mirza Jawad Maliki Tabrizi dalam kitab Risalah Liqaullah pun menetapkan—setelah menjelaskan secara luar biasa dan komprehensif perihal posibilitas perjumpaan dengan Allah (yakni kemungkinan mencapai maqam tinggi ‘irfan dan ma’nawi melalui mujahadah alias bina jiwa)—pentingnya taubat dan salik harus melakukannya dengan penuh kesungguhan.
Bersambung