Taubat dalam Sudut Pandang Tasawuf (Bagian Kedua)
Pengertian Taubat
Ibn Manzhur mendefenisikan taubat seperti ini:
التوبه الرجوع منالذنب… و تاب الي الله يتوب توباً و توبةً و متاباً اناب و رجع عن المعصيه اليالطاعه… و تاب الله عليه وفّقه لها والله توّاب يتوب علي عبده
Taubat berarti kembali dari dosa. Dan taubat kepada Allah bermakna kembali dari maksiat ke taat…sedangkan taubat dari sisi Allah bermakna Dia memberikan taufik (kemudahan dan hidayah) dan Allah bersifat Tawwab karena Dia mengampuni dan menerima taubat hamba-Nya.
Raghib Isfahani mengatakan: ”Taubat bermakna meninggalkan dosa dengan cara terbaik dan itu merupakan bentuk permohonan maaf ternyaman. Sebab, permohonan ampunan ada tiga bagian dan tidak ada bagian keempatnya:
1-Pemohon maaf mengatakan: Saya tidak pernah melakukan perbuatan ini (ia mengingkari secara mendasar perbuatannya).
2-Ia mengatakan: Saya melakukannya karena alasan ini (ia mencari dalih/alasan atas tindakannya).
3-Saya telah melakukan perbuatan ini dan benar-benar telah berdosa dan saya akan meninggalkannya seakar-akarnya.
Taubat dalam Istilah ‘Urafa
A-Jarjani mengatakan: “Dalam istilah syariat, taubat bermakna penyesalan dari dosa, sedangkan kaum sufi mengatakan, taubat berarti kembali kepada Allah SWTsupaya terbukanya simpul yang membelenggu hati dan kemampuan untuk melaksanakan seluruh hak Allah.”
B-Abdurrazzaq Kasyani dalam Syarh Manazil as-Sairin mengatakan: “Taubat berarti kembali dari penentangan hukum al-Haqq (Allah) ke persetujuan-Nya. Jadi, selama mukallaf (orang yang terkena kewajiban syar’i) tidak mengenali hakikat dosa dan ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya merupakan bentuk penentangan terhadap hukum Allah maka ia tidak dibenarkan untuk kembali melakukan dosa.” Dengan kata lain, taubat tidak bermakna baginya selama ia tidak menyadari bahwa perbuatannya adalah suatu pelanggaran keras dan penentangan terhadap Allah Tawwabun (Maha Menerima taubat) Rahim (Maha Pengasih).
Imam Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin dan Narraqi dalam kitab Jami’ as-Sa’adat dan Faidh Kasyani dalam kitab Mahajjah al-Baidha yang merupakan syarah ulama Madrasah Ahlul Bait atas kitab Ihya Ulumuddin secara kompok mendefenisikan taubat seperti ini: “Taubat terdiri dari tiga persoalan yang masing-masing berhubungan satu sama lain dan masing-masing menjadi penyebab bagi yang lain.Dan ketiga persoalan yang dimaksud ialah: 1-Pengetahuan akan bahaya-bahaya (mudarat) dosa dan bahwa maksiat adalah penyebab jauhnya seseorang dari Allah Swt 2-Penyesalan 3-Tekad dan keinginan (iradah) untuk beramal.
Cara bekerjanya secara berkaitan tiga persoalan di atas sebagai berikut: pengetahuan akan dosa menyebabkan datangnya kondisi penyesalan dan ketika rasa menyesal ini benar-benar menguasai manusia maka ia akan bertekad untuk mengganti atau memperbaiki dosa-dosa di masa lalunya dan ia juga berkeinginan untuk tidak melakukan dosa di masa sekarang serta memutuskan untuk tidak terjurumus lagi dalam kubang dosa di masa yang akan datang.
Dzunnun Mishri mengatakan: “Taubatnya orang awam adalah taubat dari dosa, sedangkang taubatnya khawas adalah taubat dari ghaflah (kelalaian).” Kemudian beliau menambahkan: “Setiap unsur memiliki sisi taubat: taubatnya hati ialah berniat untuk meninggalkan syahwat dan taubatnya mata memejamkan pandangan dari non-muhrim dan taubatnya tangan menahan tangan dari menyentuh hal-hal yang dilarang dan taubatnya kaki tidak melangkah ke tempat-tempat maksiat.”
Junaid Baghdadi memaknai taubat seperti ini: ”Taubat memiliki tiga makna, pertama penyesalan. Kedua, azam (tekad) untuk meninggalkan kebiasaan. Ketiga, membersihkan diri dari berbuat kezaliman kepada orang lain dan permusuhan.”
Khajah Nashir Thusi mengatakan: “Taubat adalah tidak mengulang dosa kembali dan pertama harus diketahui apa dosa itu.”
Taubat adalah Maqam Pertama Rabi’ah ‘Adawiyyah
Mungkin ‘Athar Naisyaburi adalah orang pertama yang menuliskan bagian pertama dari kehidupan dan biografi Rabi’ah ‘Adawiyyah. Hanya saja ‘Athar menuliskan kisah taubatnya Rabi’ah secara singkat dan global serta terkesan tergesa-gesa. ‘Athar menulis seperti ini: “Sekelompok orang mengatakan, Rabi’ah terperangkap dalam jerat lalu ia taubat di tangan Hasan dan tinggal di rumah kumuh.”
Taubat Ibrahim bin Adham dan Fudhail bin ‘Iyadh
Jenjang suluk pertama Ibrahim bin Adham yang merupakan ‘arif kesohor dunia Islam adalah taubat. Begitu juga gerakan ‘irfani dan sufistik Fudhailbin ‘Iyadh juga dimulai dari revolusi internal yang sempurna (taubat). Demikian juga spiritualitas dan maqam ‘irfani Bisyir al-Hafi diawali dengan taubat.
Hanya saja perlu dicatat bahwa di antara ‘urafa terdapat perbedaan pendapat perihal maqam atau jenjang pertama dalam suluk apa sich? Sebagian mereka tidak menganggap taubat sebagai maqam pertama. Muhyiddin Ibn Arabi mengatakan: ”Di antara sahabat-sahabat kami tidak ada kesepakatan perihal maqam pertama ‘arif apa sich? Sebagian mereka mengatakan, maqam pertama adalah yaqthah (bangun) dan sebagian lagi menyatakan, tahapan pertama adalah intibah (kesadaran) dan sebagian lagi berpandangan bahwa maqam terdepan adalah taubat.”
Daftar Pustaka:
1-Muhyiddin Ibn Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, Beirut Dar Ihya at Turats al-‘Arabi t.th.
2-Syekh Mahmud Syabestari, Majmu’ah Atsar, Teheran, Kitabkhoneh Thahuri 1365 HS.
3-Sa’id Farghani, Masyariq ad Durar Syarh Qasidah Taiyah Ibn Faridh, Intisyarat Falsafeh wa ‘Irfan Islami 1398 HS.
4-Mirza Jawad Maliki Tabrizi, Liqaullah, Ta’liq Sayid Ahmad Fahri, Nahdzat Zanan Musalmonan, Teheran 1360 HS.
5-Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, Intisyarat ‘Ilmi wa Farhangi 1351.
6-Abdullah Anshari, Manazil as-Sa’irin, Teheran,Intisyarat Mulawi, 1361 HS.
7-Izzudin Kasyani, Misbah al-Hidayah wa Miftah al-Kifayah, Teheran, Muassasah Nasyr, 1367 HS.
8-Hujwiri,Kasyf al-Mahjub, t.th.
9-Fariduddin ‘Athhar Naisyaburi, Tadzkirah al-Auliya, Teheran, Intisyarat Markazi 1336 HS.
10-Ibn Manzhur,Lisan al-Arab, Dar Ihya at-Turast al-‘Arabi, t.th.