Terorisme, Wanita dan Penggunaan Media Sosial
Menangkal Terorisme Menebar Kasih
Menapaki sejarah membuat kita sadar bahwa terorisme adalah produk lama. Terorisme sudah ada di jaman Nabi Muhammad Saw. Waktu itu beliau diteror oleh kalangan kafir dari berbagai kabilah. Masing-masing kabilah mengirimkan wakil untuk membunuh Nabi Muhammad Saw di dalam rumah.
Sejarah terorisme juga kembali terjadi di bulan suci ramadhan tepatnya ketika malam lailatul qadar. Orang yang diteror adalah pemimpin tertinggi umat islam waktu itu. Imam Ali bin Abi Thalib dihantam dengan pedang ketika beliau sedang melaksanakan salat subuh. Menjadi catatan penting disini adalah pembunuh yang meneror adalah seorang muslim. Seorang penghapal Quran, konon melakukan perbuatan itu juga niat qurbatan ilallah. Niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Terorisme sebagai bahaya laten harus ditangani dengan serius. Masing-masing orang tua perlu menjaga komunikasi dengan anak. Ketika anak dewasa mereka tetap mau bercerita kepada orang tua. Menjaga komunikasi sehingga ketika anak memiliki kegelisahan, kegundahan, dan pertanyaan maka akan bercerita kepada orang tua, tidak masalah apakah bercerita kepada ayah atau kepada bundanya. Jangan sampai anak lebih percaya kepada tetangga, keluarga lain, kawan-kawannya, atau apalagi kawan di dunia maya dibanding bercerita dengan orang tua sendiri. Menjaga komunikasi dengan anak adalah langkah pertama dan utama. Menjadi jalan untuk bisa membimbing mereka dan membantu perkembangan jasmani dan apalagi tumbuh kembang rohani mereka.
Sikap orang tua baik ayah maupun bunda juga memiliki peran besar. Semua hal yang bisa membuat anak menjauh dari orang tua harus dihindari. Tahapan-tahapan yang diajarkan oleh orang tua bisa menjadi faktor utama mencegah terorisme sejak dini.
Warga Indonesia dan Dunia Maya
Negara Indonesia sebagai negara istimewa, penduduk dengan jumlah besar merupakan pasar penting di media sosial, tidak sedikit warga negara asing memanfaatkan potensi besar ini. Melakukan pansos demi menaikkan subsciber dan viewer konten-konten yang mereka buat. Facebooker berkebangsaan Arab bahkan sengaja membuat chanel khusus bagi warga Indonesia. Dan tidak mengecewakan, setiap konten yang dia buat juga mendapat view yang tidak sedikit.
Disebutkan bahwa masyarakat Indonesia yang sudah lebih dari 250 juta jiwa, 150 juta jiwa diantaranya adalah orang-orang yang aktif di media sosial, memenuhi youtube, facebook, instagram, twitter, game online, dan platform-platform medsos yang lain. Dengan perhitungan sederhana berarti hampir lebih dari 50% penduduk Indonesia adalah lahan empuk bagi penyebar idiologi teroris. Kelompok teroris lebih leluasa melakukan aktifitas rekrutmen dan memobilisasi masa dengan jejaring sosial yang mereka miliki.
Teroris perempuan diandalkan dalam soal loyalitas, kesetiaan dan kepatuhan, mereka mudah percaya dan tunduk dalam nuansa berbau agama (Boy, antaranews, 2020). Hal ini adalah kenyataan yang sangat memprihatinkan. Sebagaimana slogan terkenal kalau ingin merusak sebuah bangsa maka rusaklah dulu ibunya. Ketika para bunda terpapar pemikiran terorisme secara langsung hal itu juga akan mempengaruhi anak-anak yang terdidik dalam pangkuan mereka. Tentu hal ini harus menjadi perhatian penting bersama. Mencegah ibu dan para calon ibu dari cara berpikir radikal, mencegah mereka memilih bergaul dengan kelompok-kelompok yang berpotensi menjerumuskan mereka di dunia ini.
Selama 2000-2020, Institute for Policy Analysis for Conflict (IPAC) mencatat sudah ada 39 perempuan yang menjadi tahanan dan narapidana terorisme( news.detik.com, 2020). Angka ini tentu bukan angka yang sedikit. Jumlah ini adalah jumlah yang sudah menjadi tahanan dan menjadi narapidana. Belum lagi jumlah mereka yang masih menahan diri tapi pikiran mereka sudah berisi jihad bom bunuh diri seperti doktrin yang sudah merasuk di benak mereka. Proses-proses pencegahan penyebaran idiologi sangatlah diperlukan.
Pada awalnya orang-orang yang bergerak ke lapangan menjadi seorang teroris didominasi kalangan laki-laki. Namun beberapa tahun terakhir didominasi kaum perempuan. Pergeseran ini mulai terjadi sejak adanya deklarasi ISIS pada 2004 yang turut menurunkan wanita dan anak-anak dalam penyerangan. (news.detik.com, 2020). Hal itu menjadi penyemangat percontohan bagi remaja putri dan ibu-ibu pemula yang baru saja terpapar terorisme. Orang-orang yang sekarang secara sangat mudah mendapat info melalui pesan-pesan WA, video singkat, dan berbagai metode penyampaian yang bisa diakses melalui handphone pintar.
Pakar terorisme Noor Huda Ismail. berpendapat bahwa keterlibatan perempuan tumbuh seiring berkembangnya penggunaan media sosial dalam penyebaran propaganda atau doktrin para simpatisan ISIS (Noor Huda Ismail, 2020). Hal ini mengingatkan kembali pentingnya menggunakan medsos secara wajar dan lebih berhati-hati. Sikap lebih selektif, bimbingan secara berkala cara mengenali berita-berita hoaks akan sangat membantu mereka dalam melakukan filterisasi informasi yang akan dikonsumsi masyarakat.
Beberapa hal juga menjadi faktor yang menarik kaum ibu-ibu dan bisa menjerumuskan mereka menjadi jihadis salah kaprah.
Birul walidain dengan jihad, mereka sebagian adalah orang-orang yang sudah kehilangan orang tua. Mereka ingin berbakit kepada orang tua, ingin melakukan birrul walidain kepada mereka yang sudah wafat. Mereka diprofokasi bahwa ketika berhasil berjihad mereka bisa menolong orang-orang yang mereka cintai itu. Benar jihad memang demikian tapi tentu dengan cara yang benar. Jihad bom bunuh diri jelas bukan jihad yang berpahala. Jihad yang tidak mensyiarkan Islam, tidak menjadikan islam menjadi lebih menarik bagi umat manusia melainkan membuat manusia secara umum menjadi phobia dengan Islam dan pengikutnya. Alih-alih membuah Islam harum malah membuat Islam tampak horor dimata umat manusia.
Jihad sebagai fardu ain, sebagian juga mendapat informasi bahwa jihad adalah kewajiban personal, sehingga masing-masing mukalaf harus melakukannya. Ketika ada video-video anak-anak dan kaum wanita yang disebarluaskan oleh ISIS dan anak turunnya. Mereka pun lebih mudah terprofokasi, merasa terpanggil bahwa mereka juga harus turut serta melakukan fardu ain tersebut. Sementara jihad fardu ain sebenarnya ada sarat-sarat khususnya. Sarat tempat, sarat personal dll. Hal-hal yang sama sekali tidak menjadi perhatian pada jihad bom bunuh diri membunuhi penganut agama lain. Nabi Muhammad Saw sendiri melakukan muamalah dengan kaum Yahudi dan Nasrani. Beliau tidak membunuhi para penganut agama lain. Beliau berinteraksi dan memanusiakan para penganut agama-agama yang lain.
Jihad sebagai jalan pintas. Beberapa orang baik laki-laki dan perempuan merasa banyak berdosa dan memiliki sedikit pahala. Mereka ingin mendapat jalan pintas mendapat pahala. Mereka tidak meneliti secara detail bahwa jalan pintas ada juga yang buntu ada juga yang menipu. Ketika kegiatan yang dilakukan bertentangan dengan isi alquran yang mengajarkan kasih sayang. Tentu hal itu menjadi catatan bahwa perbuatan itu layak ditilik ulang.
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan disini bahwa pemahaman terkait apa itu jihad harus benar-benar terang benderang bagi masyarakat muslim secara luas. Hal ini harus sampai kesemua pihak. Tidak hanya ibu-ibu, anak-anak remaja dan bapak-bapak pun bisa menjadi target bidik. Pencerahan harus sampai kepada mereka semua.