Tragedi Karbala dan Harrah: Kekejaman Khalifah Yazid bin Muawiyah
Tanpa adanya mekanisme kontrol rakyat terhadap Khalifah, kekuasaan seorang Khalifah menjadi mutlak tanpa kontrol. Sejarah menceritakan kepada kita mereka yang menolak berba’iat dan mengkritik kekuasaan Khilafah di masa lampau akan dihadapai dengan tindakan kekerasan. Kita akan menyimak bagaimana dua ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Imam at-Thabari dan Imam Suyuthi, bertutur mengenai Khalifah ketujuh, Yazid bin Mu’awiyah.
Yazid meraih kekuasaan lewat penujukkan ayahnya, Khalifah Mu’awiyah. Tindakan ini melanggar kesepakatan antara Mu’awiyah dan Sayyidina Hasan dimana seharusnya dibentuk semacam dewan syura seperti yang sebelumnya dilakukan Khalifah Umar bin Khattab untuk memilih Khalifah. Mu’awiyah mengabaikannya dan malah menunjuk Yazid, putranya sendiri.
A. Pembantaian di Karbala
Sayyidina Husein, adiknya Sayyidina Hasan, keduanya cucu Rasulullah, dilaporkan menerima surat dukungan dari penduduk Kufah yang meminta beliau datang ke Kufah dan akan didukung menjadi Khalifah. Sahabat Nabi Ibn Abbas mencegahnya, sementara Abdullah bin Zubair mendukung rencana Sayyidina Husein beranjak dari Mekkah ke Kufah. Pergerakan ini tercium oleh Yazid yang kemudian memerintahkan pasukannya menghadapi Sayyidina Husein dan keluarganya di Karbala.
Imam al-Thabari dalam kitab Tarikhnya menceritakan dengan detil berpuluh-puluh halaman apa yang terjadi di Karbala, dan mencatat siapa saja keluarga Sayyidina Husein yang terbunuh lengkap dengan menyebutkan siapa pembunuh masing-masing, pada 10 Muharram di Karbala.
Sejarah mencatat dengan pilu kalau sebelumnya demi politik kekuasaan terjadi perang saudara antara Siti Aisyah dan Ali bin Abi Thalib (perang jamal), dan antara Khalifah Ali dengan Mu’awiyah (perang shiffin), maka sejarah kembali mencatat dengan air mata dan darah bagaimana cucu Rasulullah dibunuh secara tragis. Kepala Sayyidina Husen dipenggal, dan hanya kepalanya yang dibawa ke istana Yazid. Tubuhnya dibiarkan tanpa kepala.
Allah Karim
Imam Suyuthi menulis: “Yazid mengirim surat kepada Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuh Husein. Maka dikirimlah 4 ribu pasukan di bawah pimpinan Umar bin Sa’d bin Abi Waqqash.” Imam Suyuthi melanjutkan:
فقتل وجيء برأسه في طست حتى وضع بين يدي ابن زياد، لعن الله قاتله وابن زياد معه ويزيد أيضًا
وكان قتله بكربلاء، وفي قتله قصة فيها طول لا يحتمل القلب ذكرها، فإنا لله وإنا إليه راجعون، وقتل معه ستة عشر رجلًا من أهل بيته.
“Husein dibunuh dan kepalanya diletakkan di bejana dan dibawa ke hadapan Ibn Ziyad. Semoga Allah melaknat mereka yang membunuhnya, begitu juga dengan Ibn Ziyad dan Yazid. Husein telah dibunuh di Karbala. Dalam peristiwa pembunuhan ini terdapat kisah yang begitu memilukan hati yang tidak sanggup kita menanggungnya. Inna lilahi wa inna ilaihi raji’un. Terbunuh bersama Husein 16 orang lainnya dari anggota keluarganya.”
Inilah tindakan opresif seorang Khalifah kepada cucu Rasulullah semata demi politik kekuasaan. Siapa bilang sejarang khilafah itu mulus dan tidak pernah ada gejolak?
B. Pembantaian di al-Harrah
Sekitar dua tahun setelah pembantaian di Karbala, yaitu tepatnya pada tahun 63 H, sebagian penduduk Madinah diundang ke istana Yazid di Negeri Syam. Di sana mereka melihat sendiri perangai dan kelakuan Yazid yang tidak menjalankan syariat Islam. Maka penduduk Madinah banyak yang hendak mencabut ba’iat yang telah mereka berikan kepada Khalifah Yazid.
Pada titik ini, sekali lagi belum ada mekanisme pemakzulan khalifah yang sikapnya menyimpang dari ajaran Islam. Tindakan penduduk Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Hanzhalah yang hendak mencabut ba’iat membuat Khalifah Yazid meradang.
Khalifah Yazid mengirimkan 10 ribu pasukan di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah al-Murri. Terjadilah peristiwa al-Harrah, area sebelah timur laut Madinah. Sekali lagi, kita merujuk kepada Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa:
وما أدراك ما وقعة الحرة؟ ذكرها الحسن مرة فقال: والله ما كاد ينجو منهم أحد، قتل فيها خلق من الصحابة -رضي الله عنهم- ومن غيرهم، ونهبت المدينة، وافتض فيها ألف عذراء، فإنا لله وإنا إليه راجعون
“Apakah yang disebut peristiwa Harrah itu? Hasan al-Bashri menyebutkan: Demi Allah, hampir saja tidak ada satupun yang selamat dari peristiwa itu. Sejumlah sahabat Rasulullah –Radhiyallah ‘anhum– dibunuh, kota Madinah dihancurkan, seribu perawan dirusak kegadisannya, inna lilahi wa inna ilaihi raji’un.”
Allah Karim
Panglima Perang Muslim bin Uqbah sampai dijuluki sebagai Musrif alias orang yang melampaui batas, mengingat kekejaman yang dia lakukan. Ibn Katsir dalam kitab Bidayah wa Nihayah juga mengonfirmasi kisah-kisah kekejian yang dilakukan Muslim bin Uqbah dalam peristiwa al-Harrah ini.
Sejarah telah memberi pelajaran berharga bahwa kekuasaan mutlak tanpa batas seorang khalifah memicu Yazid bin Mu’awiyah bertindak di luar batas menghadapi para penentangnya. Khalifah Yazid hanya berkuasa sekitar 3 tahun, dan wafat di usia masih muda yaitu sekitar 36 tahun.
Setelah wafatnya Yazid, anaknya Mu’awiyah bin Yazid bin Mu’awiyah dibai’at menjadi khalifah. Akan tetapi Abdullah bin Zubair juga mendeklarasikan diri sebagai khalifah di Mekkah. Bagaimana bisa terjadi saling klaim khalifah ini?
Penasaran? Baca lanjutan kisah-kisah menarik lainnya yang membuka lebar-lebar mata kita tentang sejarah Khilafah di buku best seller saya Islam Yes, Khilafah No (dua jilid). Bagi yang belum memilikinya silakan pesan bukunya ke wa 0812 915 33141
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Sumber: https://nadirhosen.net/tsaqofah/tarikh/tragedi-karbala-dan-harrah-kekejaman-khalifah-yazid-bin-muawiyah