Zainab Kubra, Figur Suci Penghambaan kepada Allah
Lima Jumadil Awal tahun lima hijriyah, hari kelahiran putri Amirul mu`minin Ali Murtadha dan Sayidatu Nisa`il alamin Fatimah Zahra. Para pecinta Ahlulbait Nabi as turut berbahagia dengan hari kebahagiaan manusia-manusia suci para kekasih Allah ini.
Setiap peristiwa yang terjadi pada mereka sebagai figur-figur agung bagi umat manusia, suka dan dukanya pastilah menjadi sejarah yang bernilai. Salah satunya peristiwa sukacita ini, yang disebutkan dalam kitab Rayahin sy-Syariah/Dzabihullah Mahallati, juz 3. Ialah di Madinah, setelah putri kesayangan Nabi saw melahirkan seorang putri, berkata kepada suaminya: “Karena ayah sedang bepergian, berikan nama bagi buah hati kita ini..
Sang suami yang adalah washi Nabi saw, menjawab, “Aku tidak ingin mendahului ayahmu!”. Inilah satu di antara semua bentuk kesetiaan dan kepatuhan Ali bin Abi Thalib kw kepada Rasulullah saw, baik dalam kehadiran maupun dalam ketidak hadiran beliau. Bahwa ia dalam ilmu dan amal selama masa hidup Nabi saw yang menerima wahyu ilahi, pantang baginya untuk mendahului beliau. Sebagaimana firman Allah dalam QS: al-Hujurat 1:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَ رَسُولِهِ وَ اتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَميعٌ عَليمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tiga hari kemudian Rasulullah saw telah sampai di rumah putrinya, Fatimah Zahra ra, tempat yang selalu beliau utamakan untuk didatangi bila beliau pulang dari safarnya, sebelum ke tempat-tempat lainnya.
Diceritakan, kemudian Jibril as turun membawa wahyu kepadanya bahwa Allah swt menyampaikan salam kepada Rasulullah saw, dan pesan-Nya adalah, Beri nama bagi cucumu ini, Zainab! Sebagaimana telah tertulis di Lauhil mahfuzh..”
Ia dalam dekapan Rasulullah saw dan diciuminya. Sebuah pesan dari beliau kepada umatnya, ialah: Muliakan anak ini! Karena ia sebanding dengan Khadijah Kubra.” Sesaat kemudian, beliau menangis..!
Maqam Ubudiyahnya
Di dalam memperingati hari kelahirannya, Syaikh Abdulmajid Hakimullahi, direktur ICC Jakarta, berkesempatan khotbah di Aula sidang shalat Jumat (ICC, pada 03-02-2017) kemarin, tentang keutamaan-keutamaan Sayidah Zainab ra. Dua keutamaan di antaranya yang Syaikh sampaikan:
Pertama, maqam ubudiyah; penghambaannya yang tinggi kepada Tuhannya, Allah swt. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ali Zainul abidin Sajjad ra, bahwa bibinya, Zainab al-Kubra, tidak pernah absen melaksanakan shalat malam terlebih yang wajib- sekalipun pasca tragedi Karbala dan di dalam perjalanannya sebagai tawanan, dari Kufah ke Damaskus.
Dalam kondisi yang teramat pahit dan situasi yang sangat berat itu, terkadang ia shalat dengan berdiri dan terkadang dengan duduk. Ia shalat dengan duduk karena keletihan dan lemahnya badan, akibat perjalanan panjang dan kurangnya makanan.
Lebih dari itu, Imam Husein yang syahid di Karbala, pemuka para syuhada dan penghulu para pemuda penghuni surga (yang dikatakan dalam hadis Nab saw) ini, pada saat detik-detik terakhir perpisahan sang Imam yang adalah abangnya sendiri, berpesan kepada saudari tercintanya: Jangan lupa mendoakan aku pada saat engkau melaksanakan shalat-shalat malammu!.
Sifat Iffahnya
Kedua, sifat iffahnya; yakni, penjagaan kesucian dan kehormatan diri serta hijab yang diperoleh dari madrasah Amirul mu`minin, Ali bin Abi Thalib kw. Sang ayah seringkali mengajaknya berziarah ke pusara suci Rasulullah saw, dan hal ini dilakukan selalu di malam hari dengan membawa lentera yang sinarnya dikecilkan, agar tak ada seorangpun (yang bukan muhrim) yang melihatnya.
Demikian halnya ketika Sayidah Zainab harus melakukan perjalanan yang amat panjang, sebagai tawanan penguasa lalim masa itu, diceritakan; ia selalu menutup wajahnya dengan telapak tangannya, karena cadarnya telah dirampas oleh mereka.
Ketika sampai di istana Yazid, Damaskus, pertama yg Zainab Kubra sampaikan di hadapan penguasa lalim ini, adalah memprotes perampasan hijab dan cadarnya. Dengan tegas dan lantang, ia berkata: Pantaskah, kau berikan hijab yang sempurna bagi keluargamu, anak-anak dan istrimu bahkan para pembantumu, sementara kau biarkan kami, para wanita yang menjaga kemuliaan, putri-putri Rasulullah saw tanpa cadar dan hijab yang sempurna?”
Zainab Kubra di Mata Imam Khamenei
Demikian itulah sekilas tentang dua keutamaan Sayidah Zainab di antara keutamaan-keutamaan lainnya. Dalam tradisi kaum Syiah Imamiyah hari kelahiran beliau setiap tahun selalu diperingati, untuk dapat diambil pelajaran-pelajaran penting dari perjuangan dan pengorbanannya demi keadilan dan kebenaran yang diserukan oleh Islam.
Sudah tentu hal itu agar dapat diamalkan oleh setiap muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Bahwa, penghambaan kepada Allah swt dan menjaga kesucian diri, dari seorang putri Fatimah Zahra penghulu seluruh wanita semesta alam, sangat patut diteladani oleh setiap muslim, laki-laki maupun perempuan.
Mengenai beliau, Imam Khamenei mengungkapkan: “Zainab seorang muslimah teladan yang sempurna. Ia lah figur agung yang berkepribadian multi dimensi, diperkenalkan oleh Islam kepada semua pendidik kaum perempuan. Beliau seorang wanita jenius, sarat pengalaman, bermakrifat tinggi dan insan yang unggul. Siapa saja yang berhadapan dengannya akan tertunduk menyaksikan keagungan ilmu dan jiwanya..
Pribadi mukmin yang agung, berhati sekokoh gunung namun berperasaan lembut. Tingkat kepasrahaannya kepada rahmat Ilahi yang memberinya keagungan, maka segala musibah dan penderitaan yang dialami adalah tampak kecil di matanya. Musibah agung Karbala pada hari Asyura, tak mampu melumpuhkan seorang Zainab Kubra..” (Irib)
Salam bagimu duhai sayidah Zainab…