Bukan Antara Monogami dengan Poligami
Bulan maulid secara sepakat adalah bulan milik nabi Muhammad saw. Di berbagai negara diadakan kegiatan besar-besaran demi memperingati hari kelahiran manusia agung ini. Termasuk di negara tercinta kita Indonesia.
Dalam dua tiga hari ini kita digemparkan dengan kekuatan medsos yang menyebarkan pernyataan Rahbar, pernyataan yang sekilas menunjukkan bahwa beliau lebih memprioritaskan monogami dibanding poligami. Sementara kalau kita jeli, pertama kita harus teliti apakah benar berita ini, jadi dari sanad harus kita kritisi, kedua kita harus teliti dari sisi matan kandungan berita.
Dunia sekarang adalah peperangan informasi, informasi menjadi senjata yang sangat mumpuni dan diandalkan. Bulan maulid adalah momentum, untuk berbicara seputar Nabi Muhammad saw. Berbicara tentang keutamaan dan kemuliaan beliau sehingga masyarakat lebih cinta kepada sosok ini, atau sebaliknya berbicara pada hal-hal yang sebenarnya tidak berhubungan dengan beliau yang digunakan untuk menjatuhkan nilai beliau dimata masyarakat.
Menjatuhkan kedudukan Nabi Muhammad saw dihadapan masyarakat muslim tentu butuh strategi, dilakukan dengan cara lembut sehingga tidak disadari dan akhirnya masyarakat menerima kekurangan dan kelemahan Nabi Saw tanpa memberikan pembelaan apalagi penolakan. Jadi upaya menurunkan nilai Nabi didepan masyarakat ini pasti dilakukan secara sistematis.
Sebagai contoh sampai sekarang surat Abasa ayat satu di Quran terjemah bahasa Indonesia masih diterjemahkan bahwa yang bermuka masam adalah beliau saw. Hingga tahun 2019 tidak ada tinjauan ulang untuk merubah terjemah Quran ini. Terjemah Quran merupakan tafsir ayat yang paling ringkas. Padahal pertama, penerjemahan dhamir Abasa pada ayat kepada Nabi Muhammad saw bertentangan dengan banyak dari ayat-ayat Quran, kedua ada tafsir lain terkait ayat ini, bahwa ayat ini berkaitan dengan orang lain dan seterusnya, hal-hal semacam ini menurut hemat penulis adalah upaya untuk merendahkan Nabi Muhammad saw, namun disini penulis tidak ingin membahas panjang lebar seputar ini. Pembahasan ini bisa didapatkan pada artikel dan buku-buku terkait tema ini.
Pada kesempatan ini kami ingin menelaah terkait berita yang sudah banyak di share melalui WAG, group-group FB dan media masa yang lain. Terkait pernyataan yang disebut-sebut dari Wali faqih dan marja taqlid Ayatullah Sayid Ali Khamenei hafizahullah.
Tema ini cukup menarik mengingat Nabi Muhammad saw dan para maksumin rata-rata melakukan pernikahan lebih dari satu istri. Pernyataan rahbar dalam menanggapi bahwa beliau tidak pernah memberikan pernyataan fatwa bahwa pernikahan poligami itu adalah mustahab sudah dishare ratusan kali di media sosial. Beliau menjelaskan bahwa pernikahan poligami hukumnya hanya sampai ditingkat jaiz semata tidak sampai ke tingkat mustahab. Pernikahan yang dihukumi mustahab adalah pernikahan dengan satu orang istri. Tentu hukum ini diluar hukum pernikahan yang didasarkan pada kondisi calon pengantin. Yang mana terkait kondisi penganti ada hukum wajib, mustahab, makruh, dan bahkan haram tergantung kondisi yang dimiliki pengantin. Misalnya takut akan terjerumus pada tindakan haram jika tidak menikah, maka menikah hukumnya wajib bagi orang itu.[1]
Kebolehan menikahi istri hingga empa orang istri merupakan hukum ula dalam fikih, dalam hal ini juga disyaratkan bahwa suami harus mampu berbuat adil[2], mampu menafkahi istri-istri tersebut, hal ini disepakati oleh semua mazhab dan dalam Islam itu sendiri. Tidak ada ulama fikih yang menentang pendapat ini, terkait hukum pernikahan poligami untuk masing-masing orang juga memiliki hukum yang tidak sama, tergantung kondisinya, jadi bisa wajib, mustahab, haram atau makruh. [3]
Terkait pendapat rahbar yang menyatakan hukum mustahab itu untuk pernikahan monogami, dan untuk poligami hukumnya jaiz (bagi yang memenuhis syarat) juga merupakan pendapat dari ulama-ulama besar terdahulu. Kami sebutkan disini pertama almarhum Syaikh Thusi (qudisa sirruh) pernyataan beliau dapat dilihat pada kitab Mabsuth juz 6 halaman 4.[4], juga dapat dilihat dalam kitab Khilaf[5].
Kami tekankan disini sejauh yang kami pahami dan sudah kami tanyakan kepada wakil rahbar di Indonesia, bahwa pernyataan rahbar sama sekali tidak sedang memperbandingkan antara pernikahan monogami dan poligami, jadi sebenarnya pernyataan rahbar hanya meluruskan bahwa berita yang sudah beredar sebelumnya, bahwa beliau berfatwa menikah poligami hukumnya mustahab itu tidak benar. Beliau menjelaskan bahwa poligami hukumnya boleh dan pernikahan monogami hukumnya mustahab. Rahbar juga menekankan untuk membantu anak muda untuk bisa menikah. Mengingat masih banyak anak mudah yang masih kesulitan untuk menikah akibat masalah biaya.
Beberapa pemuda yang ingin menikah karena alasan ekonomi akhirnya menunda proses pernikahan. Pernyataan ini disampaikan pada saat warga Iran banyak yang kesulitan untuk menikah. Jadi para mubaligh semestinya lebih menekankan syiar untuk membantu anak-anak muda yang kesulitan untuk menikah dibanding mensyiarkan masyarakat untuk menikahi lebih dari dua istri.
Jadi perlu kita ingat bahwa fatwa seorang marja bukan hanya fokus pada hukum itu sendiri, fatwa juga menimbang kondisi yang ada di masyarakat bahkan kadang di dunia internasional. Seperti sudah kita dapati bahwa ada yang mengharamkan import tembakau[6] dan semacamnya. Fatwa yang kondisional sesuai zamannya.
[1] https://www.khabaronline.ir/news/1317445/
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا ) (annisa :3)
[3] https://www.khabaronline.ir/news/1317445/.
[4] یجوز للرجل أن یتزوج أربعا بلا خلاف و المستحب أن یقتصر علی واحدة.
[5] خلاف ج ٥ ص١١١.
[6] Ayatollah Haji Mirza Hasan Shirazi mengeluarkan fatwa yang melarang umat Syiah menggunakan ataupun memperdagangkan tembakau. tahun 1891.