Korelasi Filsafat dan Politik
Bebicara tentang filsafat, beberapa orang langsung menilai bahwa ini adalah ilmu sesat dan menyesatkan, berbicara masalah politik, beberapa orang sudah memiliki pandangan bahwa politik itu kotor, saling menipu, saling menjegal untuk menang dan lain-lain.
Pada kesempatan ini, coba kita lihat apa makna sebenarnya dari filsafat maupun politik, kemudian kita lihat hubungan dua hal ini dalam tulisan ringkas ini. Apakah benar filsafat itu sesat dan menyesatkan, apakah benar semua politik itu kotor, selalu berisi tipuan dan kebohongan, persaingan tidak sehat dan semacamnya, atau ada makna lain.
Politik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dieja /po·li·tik/ , kata ini merupakan kata benda dan merupakan suatu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan, dll)[1]. Sedang kata politikus dieja /po·li·ti·kus/ merupakan kata benda bermakna ahli politik; ahli kenegaraan; atau disebut juga sebagai orang yang berkecimpung dalam bidang politik.[2]kata lain yang juga digunakan padanan kata politikus adalah politisi
Filsafat dieja /fil·sa·fat/ merupakan kata benda bisa bermkna pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; bisa juga bermakna teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; atau merupakan ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.[3]
Politikus dalam suatu pemerintahan selalu dibarengi tanggungjawab besar selama masa jabatannya. Menjadi pemerintah baik sebagai raja, presiden, perdana menteri, atau level pemerintahan yang lebih rendah, semuanya tanpa terkecuali memiliki tanggungjawab besar, sebesar level pemerintahan yang diamanahkan kepadanya.
Sebagai seorang politikus, apakah sarat yang dibutuhkan hanya ilmu politik pemerintahan, atau sejatinya ada hal-hal yang harus dipenuhi sehingga bisa menjadi politikus yang layak. Menurut hemat penulis, sebuah sarat penting bagi seorang yang ingin aktif didunia pemerintahan, minimal politikus harus memiliki sifat adil dan bijaksana. Jadi murni memiliki kecakapan serta keahlilan dalam mengatur dan mengelola saja tidak cukup. Politisi harus cakap dalam berpolitik dan juga memahami filsafat kehidupan, memahami filsafat dengan makna pertama yaitu filsafat yang diartikan sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, tidak hanya sebatas pengetahuan tapi juga sampai pada ranah aplikasi, pengetahuan tentang filsafat kalau tidak dijalankan maka tidak akan berguna sama sekali, apalagi ketika disalahgunakan, yakni dengan menggunakan filsafat dalam makna ketiga yakni ilmu seputar logika, dengan filsafat bagian ini, seorang politis bisa saja memelintir kebenaran menjadi dusta, merubah dusta menjadi hal yang abu-abu, membuat kebatilan menjadi kebenaran. Dengan bekal filsafat ilahiah yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maupun disetiap kebijakan yang dibuat, tindakan ini merupakan misdaq dari sifat adil dan bijaksana.
Selanjutnya akan kita sebutkan relasi antara politik dan filsafat. Politik tanpa filsafat maka akan kosong atau akan merugikan sisi ukhrawi sang politikus, pihak yang menjalankan roda politik, dan juga akan merugikan duniawi bahkan ukhrawi masyarakat yang dipimpin.
Dengan filsafat seorang politikus akan menjadi sosok jumawa, memiliki landasan yang berpusatkan pada konsep keadilan dalam menjalankan kebijakan politiknya. Tindakannya tidak akan merugikan pihak pemerintah yakni subyek, maupun masyarakat sebagai obyek, bahkan pihak perantara antara keduanya juga tidak akan dirugikan.
Tuhan sendiri sebagai Sang Maha Pengatur memiliki sifat yang paling utama yakni sifat adil. Sifat pertama dan utama untuk diketahui dan kemudian diyakini oleh seorang hamba sebelum sifat-sifat Tuhan yang lainnya. Ketika seorang hamba ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi disisi lain dia tidak memiliki sifat adil, orang lain dan lingkungan selalu mengeluhkan tingkah lakunya, dalam hal ini tidak terjadi koherensi, dan kemungkinan hamba ini akan kesulitan dalam perjalanan mendekatkan diri kepadaNya.
Langkah sederhana dalam mendekatkan diri kepada Tuhan adalah dengan menerapkan sifat-sifat Tuhan dalam diri kita, Abdi athi’ni aj’aluka matsali, wahai hambaku, taatlah kepadaku, aku akan jadikan kamu seperti aku, sifat paling dasar dan pertama yang perlu dimiliki adalah sifat adil.
Dengan modal keyakinan pada sifat adil ini, banyak permasalahan yang akan terselesaikan dengan sendirinya, bahkan yang pada umumnya dipandang sebagai masalah, dimata orang yang memilki pengetahuan sekaligus keyakinan terhadap sifat adil akan memiliki sudut pandang yang berbeda, pandangan yang jauh lebih luas dan universal. Dan tidak menilai perkara itu sebagai sebuah masalah. Dengan modal sifat adil, baik adil bermakna umum yakni menempatkan segala sesuatu pada tempatnya maupun makna khusus, yakni memberikan hak masing-masing orang sesuai hak mereka. Minimal dengan pemahaman utuh seputar keadilan, manusia tidak akan jatuh kepada golongan fatalis, tidak menjadi kelompok jabriyah.
Politikus kalau ingin berhasil baik di dunia maupun diakhirat dia harus memiliki konsep ini dan menjalankannya. Pengetahuan tentang Aqidah dan filsafat harus dimiliki seorang politikus sehingga ada yang menjaganya, dia tidak akan terjerumus pada tipuan-tipuan duniawai. Konsentrasi dia hanya pada hal-hal ukhrawi tapi tetap dengan menjaga hal-hal duniawi secara bijak. Karena dunia ini hanya tempat singgah dan akhiratlah tujuan hakiki. (Lebak bulus 14/12/18)
[1] https://kbbi.web.id/politik
[2] https://kbbi.web.id/politikus
[3] https://kbbi.web.id/filsafat