Hukum Kredit Barang
Di dalam fikih atau hukum Islam, penjualan dengan atau tanpa tempo waktu terkait nilai/harga dan barang, terbagi empat macam:
1-Penjualan dengan kontan (bay naqdi), yakni nilai dan barang secara langsung.
2-Penjualan secara hutang dengan hutang (bayul kali bil kali); yakni, harga dan barang tertunda.
3-Penjualan dengan nilai langsung dan barang tertunda (bay as-silm atau salaf).
4-Penjualan dengan kredit (bay nasi`ah atau taqsith); barang langsung dan nilai tertunda.
Semua macam penjualan tersebut dihukumi sah dalam Islam, kecuali penjualan macam yang kedua, yaitu secara hutang dengan hutang.
Penjualan dengan Kredit
Ialah penjualan macam keempat di atas, yang menjadi bagian dari apa yang disebut dengan bay an-nasî`ah. Dalam penjualan ini, barang disegerakan -diterima langsung oleh pembeli. Sedangkan nilai keseluruhan atau sebagiannya tertunda -tidak diterima langsung oleh penjual tapi dibayar- secara angsuran yang diketahui, baik harga disamakan (dengan beli kontan) ataupun tidak. Hal ini dalam tempo waktu yang diketahui, baik masanya diatur ataupun tidak.
Penjualan semacam ini bukan hal baru yang tak diketahui hukumnya. Bahkan fuqaha Syiah Imamiyah telah menyebutkannya sebagai eksten dari bai an-nasî`ah (penjualan barang langsung dengan nilai tertunda).
Penulis al-Jawahir (wafat 1266 H) mengatakan: Disyaratkan tertundanya nilai keseluruhan atau sebagiannya walau secara diangsur berulang-ulang, atas ijma terkait nilai keseluruhan atau sebagainya- maupun secara nash terkait nilai sebagiannya- adalah sah. Demikian ini diistilahkan dengan nasî`ah. Tak dibedakan, mau jangka panjang ataupun dalam jangka pendek.. (Jawahir al-Kalam juz 23, hal 99).
Penjualan macam ini menyebar luas di masa belakangan, karena menguntungkan si penjual. Bagi dia, penjualan dengan tempo waktu (dalam pembayaran) menjadikan laku barang meningkat walaupun konsumen tidak punya uang cash. Bagi konsumen pun bermanfaat, bahwa ia bisa mendapatkan barang (yang diinginkan atau dibutuhkan) meskipun gaji bulanan tidak cukup untuk membelinya secara kontan. Jadi, sebagai ganti menabung untuk dapat membelinya kemudian, ia membeli dan menggunakan barang itu, kemudian melakukan setoran.
Dalil Legalitas Penjualan Kredit
Setelah diketahui makna dan manfaat dari penjualan ini, dua soal penting yang perlu dikaji:
1-Apa dalil atas sahnya penjualan kredit ini?
2-Jika dihukumi sah, lantas bagaimana interpretasi penundaan (dalam pembayaran) dengan tambahan harga lantaran dengan penundaan itu? Bagaimana membedakan antara yang demikian ini dihalalkan dan penundaan dengan tambahan harga itu diharamkan?
Untuk soal yang pertama, riwayat-riwayat dari Ahlulbait Nabi saw, yang menunjukkan bolehnya penjualan kredit ini. Mazhab Imamiyah sepakat atas kesahannya. Memang al-Iskafi berbeda dalam hal jangka waktu, bahwa ia menolak kesahan penjualan dengan kredit lebih dari tiga tahun. Kendati ia mempunyai dalil riwayatnya, tetapi riwayat-riwayat itu bermaksud memberi saran atau anjuran (irsyâd).
Adapun nash-nash yang khusus menunjukkan kesahan penjualan macam ini, antara lain:
1-Muwatsaq (riwayat dari seorang tsiqah; yang terpecaya) Ammar bin Musa Sabathi dari Imam Jafar Shadiq; tentang pembeli budak perempuan dari seorang laki dengan harga yang ditentukan, lalu keduanya pergi.
فقال: وجب الييع والثمن اذا لم يكونا اشترطا فهو نقد
Imam berkata: “Harus kontan dalam penjualan dan harga bila keduanya tidak memberi syarat.” (Wasail asy-Syiah, juz 12, bab 1, Ahkam al-‘Uqud, hadis 2)
Yang dipahami dari hadis ini, bahwa apabila si penjual dan si pembeli mensyaratkan (pembayaran) harga tertunda, maka bukanlah kontan. Demikian inilah makna nasî`ah. Atau apabila keduanya mensyaratkan barang tertunda, inilah makna bay silm.
2-Sahih (riwayat sahih) Hisyam bin Hakam dari Imam Shadiq; tentang seseorang membeli barang sampai batas waktu.
قال: ليس له ان يبيعه مرابحة الا الى الاجل الذي اشتراه اليه وان باعه مرابحة فلم يخبره كان للذي اشتراه من الاجل مثل ذلك
Imam berkata: “Tidak boleh dia menjualnya dengan keuntungan, kecuali sampai batas waktu sebagaimana dia telah membelinya dengan batas waktu. Apabila dia menjualnya dengan keuntungan tanpa memberitahu (mensyaratkan) batas waktu itu, maka orang yang telah membelinya mempunyai (hak) batas waktu yang sama.” (al-Kafi, juz 5, hal 208)
Riwayat ini jelas menunjukkan bahwa penjualan kredit (bay nasî`ah) kesahannya dalam waktu tertentu. Sesungguhnya Imam hendak menjelaskan hukum lain, bahwa orang yang telah membeli barang secara kredit tidak boleh menjualnya dengan keuntungan, kecuali dengan menyebutkan batas waktu yang dia membelinya dengan batasan waktu.
Referensi:
Buhuts fi al-Fiqh al-Muashir (1)/Syaikh Hasan al-Jawahiri.