Jiwa Nasionalisme: Simbol Budaya Islam dan Identitas Kemerdekaan Sebuah Bangsa
Suroyya Solehah Zainal_____ Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagian orang seringkali mencampuradukkan antara pemahaman simbol budaya agama (Islam) dengan budaya negara. Beberapa menganggap suatu hal sebagai bagian dari simbol budaya agama, padahal faktanya merupakan simbol budaya negara, dan sebaliknya. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain, yang menyebabkan kebingungan dalam mengidentifikasi serta mengklasifikasi simbol budaya agama dan negara.
Simbol budaya agama (Islam) yang dimaksud adalah tradisi baik yang dilakukan manusia, kemudian ditekankan, dihormati, dan diperbolehkan dalam Islam. Sedangkan simbol budaya negara adalah tradisi yang telah disepakati serta dihormati oleh masyarakat dalam sebuah negara atau bangsa tertentu.
Banyak pandangan yang menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya, bahwa kebudayaan merupakan hasil dari agama. Pandangan ini menimbulkan kebingungan dalam memahami posisi agama, khususnya Islam. Koentjaraningrat, seorang antropolog Indonesia, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya. Ia juga menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur universal dalam semua kebudayaan, salah satunya adalah sistem religi. Hal ini menunjukkan bahwa agama merupakan bagian dari budaya.
Namun, dalam Islam, agama bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh manusia. Islam adalah agama yang datang dari Allah SWT, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril. Karena itu, intervensi akal manusia dalam menciptakan ritual ibadah tidak dapat dibenarkan.
Di sisi lain, karena agama ditujukan kepada manusia, implementasi suatu ritual ibadah kerap berkaitan dengan budaya. Sebagian besar ibadah membutuhkan budaya sebagai sarana pelaksanaannya. Misalnya, dalam konteks persatuan umat Islam saat menolong saudara Muslim di Palestina, identitas negara diperlukan untuk menyalurkan bantuan. Bendera Indonesia menjadi tanda pengenal bahwa bantuan berasal dari negara tersebut, sehingga menambah rasa persaudaraan sesama Muslim.
Bendera adalah sarana komunikasi non-verbal yang menyampaikan pesan tersendiri. Cara penghormatannya bergantung pada masing-masing negara, karena setiap bangsa memiliki tradisi tersendiri dalam mengungkapkan rasa hormatnya. Keberagaman bentuk penghormatan terhadap simbol negara merupakan bagian dari simbol budaya negara. Sebaliknya, tata cara ibadah seperti zakat, infak, dan sedekah merupakan wilayah agama yang hanya Allah dan Rasul-Nya yang berhak menentukannya. Dengan demikian, perbedaan antara simbol budaya agama dan simbol budaya negara dapat terlihat dengan jelas.
Menurut Syam (2009:42), simbol memiliki peran penting dalam komunikasi. Dalam kajian interaksionisme simbolik, simbol diciptakan oleh individu-individu demi pemahaman mereka, baik tentang diri sendiri maupun masyarakat.
Di Indonesia, penghormatan kepada bendera Merah Putih memiliki aturan khusus yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Aturan ini merupakan hukum yang harus dihormati dan menjadi bagian dari etika bermasyarakat.
Dalam sejarah Islam, penghormatan terhadap bendera telah lama dikenal. Pada setiap peperangan, bendera menjadi simbol kekuatan masing-masing kelompok. Bendera juga menjadi simbol persatuan dan kesatuan. Kemenangan dan kekalahan di medan perang bergantung pada tegaknya bendera, dan pembawa bendera memiliki peran penting dalam menjaga agar tetap berkibar.
Salah satu kisah perjuangan Muslimah yang mengangkat bendera saat jatuh di medan perang terjadi dalam Perang Uhud. Amarah binti Alqamah Al-Haritsiyyah adalah wanita pemberani yang memungut bendera yang terjatuh dan mengibarkannya kembali di tengah-tengah kaum Quraisy. Keberaniannya bahkan diabadikan dalam syair-syair yang menunjukkan betapa pentingnya simbol bendera dalam mengobarkan semangat juang.
Dalam konteks masa kini, bendera tetap memiliki peran sebagai simbol kesatuan dan kekuatan. Menghormati bendera berarti menghormati persatuan dan komitmen antar sesama manusia. Jika penghormatan terhadap bendera dilakukan tanpa niat penghambaan, maka tidak termasuk perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab menyatakan:
“Sesungguhnya segala amalan itu tergantung pada niat” (HR. Bukhari & Muslim).
Niat adalah faktor utama dalam menilai suatu perbuatan. Jika penghormatan terhadap bendera hanya sebagai simbol kebangsaan dan persatuan, maka hal itu diperbolehkan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Abdussomad Bukhori, menyatakan bahwa hormat kepada bendera Merah Putih saat upacara tidak diharamkan dalam Islam.
Sebagian pihak berpendapat bahwa penghormatan terhadap bendera termasuk bid’ah, bertentangan dengan tauhid, dan merupakan bentuk tasyabbuh (meniru tradisi orang kafir). Namun, sejarah Islam menunjukkan bahwa bendera memiliki peran penting dalam medan perang dan persatuan umat Islam. Oleh karena itu, penghormatan terhadap bendera sebagai simbol negara tidak bertentangan dengan Islam, selama tidak disertai dengan niat penghambaan.
Konsep cinta tanah air juga didukung oleh hadis yang dijelaskan oleh ulama besar seperti Ibnu Hajar al-Asqalani dan Badruddin al-Aini. Mereka menyebutkan dalam kitab syarah Sahih Bukhari bahwa mencintai tanah air adalah fitrah manusia dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Nasionalisme adalah bagian dari kecintaan terhadap tanah air yang selaras dengan nilai-nilai Islam.
Nasionalisme dalam arti sempit diartikan sebagai cinta terhadap tanah air. Islam tidak melarang cinta tanah air, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, Islam mengajarkan bagaimana mencintai tanah air dengan cara yang benar, seperti membangun bangsa, menjaga persatuan, serta mempertahankan kemerdekaan.
Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah air agar dapat berperan maksimal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Memahami perbedaan antara identitas negara dan hukum agama bukanlah hal yang mudah. Namun, banyak hukum negara yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan, sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara juga memiliki nilai-nilai yang harus dihormati bersama.
Dalam konteks hukum Islam, aspek-aspek seperti ubudiyyah dan muamalah dapat berjalan beriringan dengan hukum negara. Hukum Islam dalam bidang jinayah juga dapat menjadi bagian dari hukum positif dalam suatu negara. Meskipun hukum Islam terus berkembang, implementasinya dalam kehidupan bernegara tetap memerlukan pertimbangan sosiologis agar dapat diterapkan dengan baik.
Secara umum, Islam berperan sebagai perekat solidaritas sosial. Agama dan budaya saling berkaitan dalam kehidupan masyarakat. Hormat kepada bendera sebagai simbol kesatuan dan kebersamaan merupakan nilai yang dapat diterima dalam Islam. Sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku dan budaya, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan. Oleh karena itu, nasionalisme perlu diperkuat dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada masyarakat.
Kesimpulannya, penghormatan terhadap bendera sebagai simbol negara tidak bertentangan dengan ajaran Islam, selama tidak disertai dengan niat penghambaan. Bendera adalah simbol identitas kemerdekaan sebuah bangsa, dan menghormatinya mencerminkan karakter serta budaya suatu negara. Persatuan dan kesatuan bangsa merupakan tujuan mulia yang harus dijaga, sehingga nasionalisme sebagai bagian dari cinta tanah air tetap menjadi nilai yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Daftar Pustaka
- Adabiya, volume 19 No. 1 Februari 2017
- Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia.Cet. VII, Jakarta: Radja Grafindo Perseda,1999.
- Fathul Bari Syarah Shahi Al-Bukhari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar AL-Asqalani (773-852 H), Cet, ke-2 Th, 1407 H,/1987 M, Dar Ar-Rayyan LIT-Turats, Kairo.
- Fitriyani, Islam dan Kebudayaan, volume 12 nomer 1. Juni 2012.
- MUI: Hormat bendera saat upacara tidak haram/keminfojatimprov.go.id
- Nawawie, Hasyim, Hukum Islam dalam Prespektif Sosial-Budaya di Era Reformasi, Episteme: 2013
- PPKn, Memperkukuh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
- Vaezi, Ahmad, Agama Politik, Jakarta: Citra,2006.
- https://www.republika.co.id/berita/qpyp4t335/muslimah-yang-memungut-bendera-di-perang-uhud
- https://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=4463&LangID=5
- https://pwnusumut.or.id/2019/11/20/dalil-dalil-cinta-tanah-air-dari-al-quran-dan-hadits/