Kajian Singkat Sunan Ad-Daruquthni (Bag. Terakhir)
Sebuah Kisah Tentang Ad-Daruquthni
Dzahabi menukil: “Suatu hari salah seorang murid baru bergabung dalam pelajaran Ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni semula memohon maaf karena tidak bisa memberikan pelajaran. Setelah didesak, ia membawakan 20 hadis dalam majelis itu yang semuanya berkenaan dengan anjuran memberikan hadiah di saat membutuhkan. Murid baru tersebut keluar dan kembali ke hadapan sang guru dengan membawa hadiah. Dengan perbuatan tersebut, murid itu mendapatkan perhatian sang guru yang kemudian mengimlakan 17 hadis untuknya yang isinya adalah: Ketika seorang dermawan/terhormat atau pembesar suatu kaum datang kepada Anda, berikan penghormatan kepadanya.”
Kemudian Dzahabi memberikan alasan atas apa yang diperbuat Ad-Daruquthni: “Kisah ini benar terjadi dan disampaikan oleh Al-Khatib dari Al-‘Atiqi. Hal itu menunjukkan luasnya hafalan Ad-Daruquthni dan bahwa beliau mengisyaratkan permintaan sesuatu. Hal itu yang dipilih oleh sebagian ulama dan kemungkinan Ad-Daruquthni saat itu membutuhkan.[1]
Tadlis
Pembahasan tadlis dalam penukilan riwayat menurut Ahlu Sunnah bukan sebuah hal yang buruk, kerena Abu Hurairah dahulunya adalah seorang mudallis. Oleh karena itu, Ahlu Sunnah tidak membesar-besarkan tadlis atau sensitif dengan itu.
Ad-Daruquthni juga sama seperti Abu Hurairah pernah melakukan tadlis. Dzahabi menulis: “Ibnu Thahir berkata, “Ia cenderung melakukan tadlis, yaitu mengatakan apa yang tidak didengarnya dari Al-Baghawi.””[2]
Berkenaan dengan keburukan tadlis, Syu’bah bin Al-Hajjaj menulis: “Tadlis adalah saudara dusta.” Di tempat lain juga menulis: “Tadlis lebih kejam dari zina.”[3]
Akidah Ad-Daruquthni
Untuk mengetahui keyakinan-keyakinan Ad-Daruquthni, berikut ini Dzahabi mengungkapkan dalam tulisannya:
“Ad-Daruquthni berkata, “Sekelompok orang dari Baghdad berbeda pendapat tentang Ali dan Usman, siapakah yang lebih utama. Mereka datang kepadaku supaya aku memutuskan hal itu. Semula aku berdiam diri dan tidak menyatakan pendapat, karena menurutku hal itu akan lebih baik. Namun setelah beberapa saat, aku mengutus seseorang untuk mengatakan kepada orang-orang yang telah mendatangiku bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. menyepakati Usman lebih utama dari Ali dan ini pendapat Ahlu Sunnah.””[4]
Ad-Daruquthni menyandarkan kesepakatan tersebut kepada para sahabat, sedangkan pada kenyataannya pandangan para sahabat Nabi saw. berbeda dengan itu. Dzahabi, Mazi, dan Ibnu Abdil Barr dalam kita Al-Isti’ab semuanya menukil bahwa beberapa sahabat besar seperti Salman, Abu Dzar, Miqdad, Ammar, Abu Said Al-Khudri dan lain-lain, semuanya mengakui keutamaan Amirul Mukminin atas seluruh sahabat.
Saat menukil kefanatikan Ad-Daruquthni, Dzahabi berkata, “Mengutamakan Ali bukan berarti rafidhi atau bid’ah, karena sebagian sahabat dan tabi’in meyakini itu (Ali lebih utama).”
Kemudian berkata, “Usman dan Ali masing-masing memiliki keutamaan, latar belakang, dan jihad. Mereka berdua berdekatan dalam ilmu dan keagungan, bahkan kemungkinan memiliki derajat yang sama di akhirat kelak.”[5]
Lalu berkata lebih lanjut, “Dan keduanya termasuk para pembesar yang syahid, semoga Allah meridhai mereka berdua.”[6]
Selanjutnya Dzahabi berkata, “Akan tetapi mayoritas umat mengutamakan Usman atas Ali dan kami mengikuti pendapat itu.”[7]
Pandangan Dzahabi sama seperti pandangan Ad-Daruquthni.
Dzahabi melanjutkan, “Dan tidak diragukan lagi bahwa yang lebih utama dari keduanya adalah Abu Bakar dan Umar. Barangsiapa yang tidak sependapat dengan itu, ia adalah pengikut Syiah yang keras. Barangsiapa membenci Syaikhain dan meyakini kepemimpinannya sahih, ia seorang rafidhi pembenci. Barangsiapa yang mencaci keduanya dan meyakini keduanya bukan sebagai pemimpin, ia adalah tergolong ghulat dan rafidhi. Semoga Allah menjauhkan mereka.”[8]
Tentu saja sangat disayangkan ribuan kali, klaim Dzahabi ini bertentangan dengan realita, karena Ibnu Abdil Barr dan Asqalani menyatakan bahwa sebagian salaf berkata, “Ali lebih utama.”[9]
Fanatisme Ad-Daruquthni
Dari segi fikih, Ad-Daruquthni bermadzhab Syafi’i, sedangkan Dzahabi bermadzhab Syafi’i yang cenderung kepada Hanbali. Keyakinan Ad-Daruquthni terhadap Syaikhain dan khulafa’ sama seperti akidah Dzahabi, namun kenapa Ad-Daruquthni dikatakan Syiah dan ucapan mana yang mengindikasikan hal itu?[10]
Meskipun sebagian ulama seperti Sam’ani menuduhkan Syiah terhadap Ad-Daruquthni karena menghafal Diwan Humairi, namun klaim ini tidak dapat diterima. Dari ucapan-ucapan Ad-Daruquthni sendiri terbukti bahwa Ad-Daruquthni bukan hanya tidak Syiah, namun ia termasuk nashibi fanatik yang bahkan tidak bersedia mengutamakan Amirul Mukminin atas Usman.
===================================
[1] Siyar A’lami An-Nubala’, jilid 16, halaman 456.
[2] Ibid, jilid 16, halaman 451.
[3] Al-Kifayah, Al-Khatib, halaman 377 – 388; Fath Al-Mughits, As-Sakhawi, jilid 1, halaman 177; Asbab Radd Al-Hadits, Al-Bakkar, halaman 89 – 90.
[4] Siyar A’lam An-Nubala’, jilid 9, halaman 457.
[5] Ibid, halaman 457 – 458.
Dapat disaksikan bagaimana Dzahabi mensejajarkan level Usman dengan Amirul Mukminin. Jihad manakah yang telah diikuti oleh Usman? Usman sendiri berkata, “Saat perang Uhud, aku melarikan diri ke atas bukit hingga 3 hari. Usman juga tidak ikut dalam perang Badar.
[6] Ibid.
[7] Siyar A’lam An-Nubala’, jilid 16, halaman 458.
[8] Ibid.
[9] Fath Al-Bari, jilid 7, halaman 20; Al-Isti’ab, jilid 3, halaman 214. Di tempat lain, Ibnu Hajar Asqalani menukil dari Ibnu Mas’ud ungkapan berikut ini: Kami berbincang-bincang bahwa penduduk Madinah yang paling afda adalah Ali bin Abi Thalib. (Fath Al-Bari, jilid 7, halaman 72)
[10] Penjelasan lebihnya dapat dirujuk kepada kitab Al-Isti’ab, Ibnu Abdil Barr, jilid 4, riwayat hidup Amirul Mukminin a.s.