Inilah Rahasia Kaya dan Miskinnya Seseorang
Dalam salah satu penggalan hadis dari Abu Ja’far (Imam Baqir as) kita baca demikian:
وَ إِنَّ مِنْ عِبَادِيَ المُؤْمِنِيْنَ مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا اْلغِنَى وَ لَوْ صَرَفْتُهُ اِلَى غَيْرِ ذَلِكَ لَهَلَكَ، وَ إِنَّ مِنْ عِبَادِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ وَ لَوْ صَرَفْتُهُ اِلَى غَيْرِ ذَلِكَ لَهَلَكَ.
Di antara hamba-hamba-Ku yang mukmin terdapat orang yang tidak cocok baginya kecuali kekayaan; dan kalau Aku palingkan dia kepada (keadaan) yang lain, dia pasti akan celaka. Dan di anatara hamba-hamba-Ku yang mukmin terdapat pula orang yang tidak cocok baginya kecuali kemiskinan; dan kalau Aku palingkan dia kepada (keadaan) yang lain, niscaya dia akan celaka.
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa kekayaan dan kemiskinan, kesehatan dan sakit, ketenteraman dan kegelisahan, yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman adalah semata-mata demi kemaslahatan mereka, dan untuk membuat hati mereka menjadi ikhlas.
Hadis ini tidak bertentangan dengan hadis-hadis lain yang menerangkan tentang hebatnya cobaan dalam bentuk penyakit, kelaparan, kesulitan, dan cobaan-cobaan lainnya yang diberikan Allah Swt kepada orang-orang mukmin. Mengingat rahmat dan anugerah Allah Swt sangat luas, Allah Swt memperlakukan setiap hamba sesuai dengan watak dan kondisinya masing-masing, agar masing-masing betul-betul memperoleh anugerah di dunia. Hal ini persis seperti sikap yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap pasiennya yang memiliki penyakit yang berbeda-beda.
Kadang-kadang Allah Swt memberikan kekayaan kepada seseorang, dan pada saat yang sama Dia mengujinya dengan cobaan-cobaan lain sesuai dengan derajat kekuatan dan kelemahan iman serta kesempurnaan dan kekurangan diri mereka. Bahkan, tidak jarang kekayaan yang dianugerahkan oleh-Nya itu menyembunyikan musibah yang kemudian memalingkan mereka dari kehidupan dunia dan kesenangan-kesenangannya.
Pembentukan diri orang tersebut terjadi sesuai dengan kecenderungannya masing-masing, yang jika dia dijadikan sebagai orang miskin, niscaya dia celaka untuk selamanya. Sebab, dia memang memandang bahwa kebahagiaan dan kesejahteraannya terletak pada kedudukan dan kekayaan, dan bahwasanya orang-orang yang sukses dalam kehidupan dunia, menurut pendapatnya, adalah orang-orang yang beruntung. Dengan demikian, dia menunjukkan perhatiannya pada kekayaan duniawi dan bergelut di dalamnya. Namun, kalau dia mengetahui bahwa kekayaan dunia itu menyembunyikan penderitaan dan bencana, niscaya dia berpaling darinya.
Dengan demikian, Allah Sw kadang-kadang memberi ujian kepada kaum mukmin dengan kemiskinan semata-mata untuk kebaikan mereka, dan guna manjauhkan diri mereka dari kekayaan duniawi, seraya menjadikan kemiskinan tersebut sebagai sesuatu yang ringan dan mudah diatasi. Dan kadang-kadang Dia melimpahruahkan kekayaan kepada orang lain seraya memperlihatkan bahwa orang-orang yang hidup dalam kelimpahruahan seperti itu tetap hidup dalam kesempitan dan tidak terbebas dari kesulitan. Tidaklah tertutup kemungkinan bahwa pahala dalam menghadapi cobaan dalam bentuk kemiskinan tersebut jauh lebih besar, sebagaimana yang bisa kita pahami dari riwayat-riwayat lain,[1] di antaranya dapat kita baca dalam terjemahan riwayat dari Imam Ja’far Shadiq berikut ini:
“Tidak ada seorang mukmin pun kecuali dia diingatkan oleh bencana dan kesulitan setiap 40 hari sekali. Bencana-bencana ini terkadang menimpa hartanya, anak-anaknya, atau dirinya sendiri yang pahalanya akan dia lihat atau juga bencana berupa kesedihan yang dia tidak mengetahui dari mana asalnya.”[2]
[1] 40 Hadis: Telaah atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak, Imam Khomeini.