Kawin Beda Agama (1): Kajian Tafsir dan Fiqih
Hayati Muhamad-Ada banyak hubungan manusiawi antarlawan jenis, namun tidak ada sekuat dan paling menentukan dari hubungan pernikahan dan sumai-istri. Sebegitu kuat bersatunya kedua insan dalam pernikahan hingga terjaring dan terbina oleh dua kekuatan hukum langit (sacral) dan bumi (profan): agama dan negara. Terutama dalam agama, banyak anjuran menikah kepada generasi muda yang sudah memiliki kelayakan menikah.
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (Qs. An Nur:32).
Pernikahan memiliki tujuan yang suci untuk membina sebuah rumah tangga yang akan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa. Karena itu, demi kelanggengan pernikahan, kedua pasangan harus mempersiapkan pemahaman serta kesadaran akan visi dan misi menikah dan berkeluarga. Persiapan ini amat diperlukan dalam rangka membangun hubungan Sakinah:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Qs Ar Rum;21)
Hubungan suami-istri ini digambarkan seperti pakaian yang menutupi dan menjaga seseorang dari aib dan kekurangan. Kata libas yang digunakan dalam surat al-Baqarah [2]: 187 yaitu pakaian yang menutupi tubuh. Ini menunjukkan bahwa kedua pasangan suami-istri memiliki kekurangan dan kelemahan dan mereka berdua berperan untuk saling menutupi kekurangan masing-masing, “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi ..
Alquran juga mendefinisikan hubungan suami istri dengan mistaq ghalidh, yakni perjanjian yang kuat yang menunjukkan betapa besarnya Allah Swt memberikan penghargaan pada sebuah pernikahan dan harus dijaga selamanya oleh kedua pasangan itu bukan hanya dijaga oleh salah satunya.
Karena itu, Islam mengajarkan bagaimana mencari pasangan yang tepat baik bibit bobot dan bebetnya, karena hal ini akan memiliki pengaruh dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Islam menetapkan sejumlah syarat untuk sebuah pernikahan sebagai mengantisipasi konsekuensi jangka pendek ataupun jangka panjang seprti: kepastian hak waris bagi keturunan, pendidikan lingkungan keluarga bagi nasib anak-anak yang, tentu saja, berpengaruh pada spritualitas dan kualitas kepribadian mereka.
Nikah Beda Agama dalam Studi Tafsir
Pernikahan beda agama kerap jadi perbincangan di kalangan ulama dan masyarakat umum, baik dari segi hukum dan kemaslahatan yang ada di dalamnya. Bagaiamanakah sebenarnya pernikahan beda agama tersebut baik ditinjau dari perspektif hukum dan tafsir. Larangan pernikahan beda agama banyak merujuk pada ayat 221 dalam surat al Baqarah. Berikut ini di antara tafsiran surat di atas;
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (Qs. Al Baqarah:221)
- Dalam kitab tafsir Nurul Quran Allamah Kamal Faqih Imani menyebutkan bahwa ayat di atas memiliki asbabun nuzul dan tafsirannya sebagai berikut;
Sebab turunnya ayat di atas adalah ketika datang seorang laki-laki yang bernama Martsad. Dia seorang pemberani yang telah memeluk Islam. Sekali-kali dia bertemu dengang seorang wanita cantik bernama Anaq yang dikenalnya di masa jahiliyah. Wanita tersebut mengajak Martsad melakukan perbuatan dosa seperti sebelumnya, tetapi Martsad yang telah menjadi mukmin menolak ajakan tersebut. Karena penolakan itu, wanita tersebut mengajaknya untuk menikah. Martsad mengatakan hal ini boleh saja asal diizinkan oleh Nabi Saw. Kemudian setelah melaksanakan urusannya, dia kembali ke Madinah dan menceritakan persoalan ini kepada Nabi Saw. Akhirnya ayat tersebut diwahyukan dan menyatakan bahwa para wanita penyembah berhala tidak halal dinikahi oleh laki-laki muslim.
Pada ayat di atas terdapat dua hal, pertama, adanya larangan bagi lelaki muslim menikahi seorang wanita penyembah berhala dan kafir:
Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. ( Qs, Al Baqarah 221).
Kedua, adanya larangan bagi wanita muslimah menikahi laki-laki yang kafir dan juga penyembah berhala:
Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu ( Qs, Al Baqarah 221).
Dalam kitab tafsir Ibnu kastir menyebutkan tafsiran ayat di atas adalah pengharaman bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita musyrik, para penyembah berhala. Jika yang dimaksudkan adalah kaum wanita musyrik secara umum yang mencakup semua wanita, baik dari kalangan ahlul kitab maupun penyembah berhala, maka Allah Swt telah mengkhususkan wanita Ahlul Kitab, melalui firman-Nya yang artinya:
“(Dan dihalalkan menikahi) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, jika kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik.” (QS. Al-Maa-idah: 5).
Mengenai firman Allah Ta’ala: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman,” Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Dalam hal ini, Allah swt. telah mengecualikan wanita-wanita Ahlul Kitab.”
Hal senada juga dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Makhul, Hasan al-Bashri, adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, Rabi’ bin Anas, dan ulama lainnya.
Ada yang mengatakan: “Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah wanita musyrik dari kalangan penyembah berhala, sama sekali bukan wanita Ahlul Kitab. Dan maknanya berdekatan dengan pendapat yang pertama.”
Dalam tafsir Al Mishbah ustaz Quraisy Shihab menyebutkan; Pada ayat diatas dijelaskan bahwa pemilihan pasangan adalah batu pertama pondasi bangunan rumah tangga. Ia harus sangat kukuh, karena kalau tidak, bangunan tersebut akan roboh kendati hanya dengan sedikit goncangan, apalagi jika beban yang ditampungnya semakin berat dengan kelahiran anak-anak. Pondasi kokoh tersebut bukanlah kecantikan dan ketampanan, karena keduanya bersifat relatif, sekaligus cepat pudar, bukan juga harta benda, karena harta mudah didapat sekaligus mudah lenyap, bukan pula status sosial atau kebangsawanan karena ini pun
sementara, bahkan dapat lenyap seketika. Pondasi yang kokoh yang dimaksud adalah yang bersandar pada iman kepada Yang Maha Esa (Shihab, 2002: 472).
Untuk itu, setiap pemilihan pasangan haruslah yang berdasarkan agama, keimanan yang kuat serta berlandaskan al Qur’an supaya dalam
mengarungi bahtera rumah tangga bisa berjalan lurus sesuai ajaran islam. Karena itu wajar jika dalam Tafsir Al-Mishbah pesan pertama kepada mereka yang bermaksud membina rumah tangga adalah: Dan janganlah kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi, yakni menjalin ikatan perkawinan, dengan wanita musyrik, walaupun dia, yakni wanita-wanita musyrik itu, menarik hati kamu, karena ia cantik, bangsawan, kaya, dan lain-lain. Dan janganlah kamu, wahai para wali, menikahkan orang-orang musyrik para penyembah berhala, dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman dengan iman yang benar. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hati kamu karena ia gagah, bangsawan atau kaya dan lain-lain (Shihab, 2002: 473).