“Bunda, Apakah Lailatul Qadar?” (Penerapan Pendidikan Agama & Pengenalan Lailatul Qadar Kepada Anak)
Euis Daryati -Teringat pertanyaan putri kecil saat usia tujuh tahun ketika pulang dari sekolah ia berkata, “Bunda, di sekolah Bu Guru bicara tentang Lailatul Qadar, sebenarnya apa sich Lailatul Qadar itu?” Ia menanyakan banyak hal terkait keistimewaan Lailatul Qadar, setelah mendengar jawabannya dengan kesadaran sendiri pada malam harinya dengan semangat melakukan amalan-amalan Lailatul Qadar, bersedekah dari uang jajannya, mengaji lebih banyak dari biasanya, membaca shalawat dan lainnya, hingga tak terasa air mata menetes haru melihatnya.
Pendidikan dan penerapan nilai-nilai agama harus dilakukan secara bertahap. Secara teori atau pemahaman, maupun secara praktis hendaknya disesuaikan dengan usia anak, agar mengakar dalam diri anak dan menginternalisasi. Karena itu, ajaran dan nilai-nilai agama tidak dapat diajarkan secara doktrinal, namun harus disertai dengan pemberian pemahaman terkait dengannya.
Orang tua zaman sekarang tentunya memiliki banyak tantangan dalam mendidik anak, era informasi, era teknologi dan globalisasi menyebabkan banyaknya serangan informasi yang tak dapat dibendung menyerang anak-anak. Informasi-informasi yang masih harus difilter dan dipillah-pilah, karena sebagian dapat merusak moral, pikiran, dan emosi anak-anak.
Dalam menanamkan ajaran-ajaran agama, Imam Jakfar Shadiq a.s. telah memberikan tuntunan terkait tahapan-tahapannya, beliau berkata,
“Ketika anakmu berusia tiga tahun, ajarkan kepadanya untuk mengucapkan, ‘Laa ilaha illallah’ sebanyak tujuh kali. Ketika berusia tiga tahun tujuh bulan 20 hari, ajarkan kepadanya untuk mengucapkan, ‘Muhammad Rasulullah’ sebanyak tujuh kali. Ketika berusia empat tahun, ajarkan kepadanya untuk mengatakan ‘Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad’ sebanyak tujuh kali. Ketika berusia lima tahun tanyakan kepadanya, “Mana tangan kiri dan mana tangan kanan?” Apabila menjawab dengan benar, maka hadapkan ke arah kiblat dan perintahkan untuk bersujud. Ketika berusia enam tahun, ajarkan ruku dan sujud dan ajaklah untuk melakukan salat. Ketika memasuki usia tujuh tahun perintahkan untuk berwudu hanya mencuci wajah dan tangan, lalu setelah itu perintahkan shlat. Kemudian setelah itu ajarkan wudhu dan shalat secara sempurna hingga usia sembilan tahun. Apabila ia telah mempelajari wudu dan shalat maka Allah SWT akan memberikan rahmat kepada orang tuanya.”[Al-Hurr Al-Amili, Wasail, jil. 21, hal. 474]
Berdasarkan hadis tersebut, berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam pendidikan agama;
Tahapan Persiapan
Pada tahapan ini, pertama orang tua mengenalkan secara kontinyu dan mentalkinkan tentang keesaan Allah SWT dan kerasulan Nabi Muhammad Saw.
Tahapan Permulaan Pada Usia Lima Tahun
Ketika anak sedikit demi sedikit dapat memahami shalat, maka hadapkanlah ke arah kiblat dan ajarkan sujud. Pada tahapan ini, anak diajarkan untuk mengenal puncak tujuan shalat yaitu penyerahan diri sepenuhnya pada Allah SWT.
Tahapan Pengenalan Hikmah Ajaran-Ajaran Islam
Agar ajaran agama melekat pada jiwa anak, maka sejak dini kenalkan tentang hikmah dari setiap ajaran agama. Seperti kenapa kita harus shalat? Shalat untuk mengingat Allah SWT. Shalat untuk berterima kasih kepada Allah SWT. Kenapa kita harus ingat Allah? Karena Allah sayang kita. Bukti Allah sayang kita, ialah Dia telah menumbuhkan buah-buahan untuk kita makan. Dia telah memberikan udara hingga kita bisa bernafas, dan nikmat lainnya yang bisa kita nikmati dengan gratis.
Kenapa kita harus berpuasa? Kenapa harus berhijab bagi perempuan dan lainnya? Pada tahapan ini, di samping memberikan pemahaman tentang tujuan serta hikmah ajaran-ajaran agama, juga bisa disampaikan dengan menceritakan kisah orang-orang yang bahagia karena mentaati perintah Allah, dan sengsara karena melanggarnya. Hal ini berguna agar anak dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Tahapan Latihan
Anak akan siap menjalankan tugas agamanya ketika berusia taklif jika sebelumnya secara bertahap sudah dilatih. Pada tahapan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Buatlah tabel dan jadwal untuk shalat harian. Biarkan anak sendiri yang memberikan tanda bila ia melakukan shalat, dan berikan hadiah bila melakukannya walaupun hanya dengan sebuah ucapan ‘hebat’ atau ciuman sayang. Ketika usia tujuh tahun, mulai biasakan ada salah satu shalat yang tidak ditinggalkan. Misal mulai usia tujuh tahun dilatih shalat Magrib dan Isya secara kontinyu hingga usia delapan tahun. Setelah usia delapan tahun tambah membiasakan shalat Duhur dan Asar. Ketika mendekati usia sembilan, tahun maka latihlah untuk senantiasa bangun subuh. Jadi ketika tepat menginjak usia taklif anak sudah siap secara mental untuk menjalankan kewajibannya. Begitupula dengan kewajiban berjilbab bagi anak perempuan, hendaknya dilatih secara bertahap.
- Jangan paksa anak untuk melakukan shalat ketika tidak mood, atau dilihat kalau shalat akan mengganggu kesenangannya. Karena hal itu akan menjadikan anak membenci shalat, tapi ajaklah dengan sukarela.
- Mengadakan shalat berjamaah, doa bersama, atau baca Alquran bersama akan memberikan dampak baik untuk tahapan ini.
Bukan sekedar tahapan pembiasaan semata, tapi juga tetap dibarengi dengan memberikan pemahaman dari hikmah dan tujuan dari setiap ajaran agama yang lebih dalam dari tahapan sebelumnya hingga lebih melekat dalam jiwa anak.
Tahapan Pengawasan
Ketika anak sudah menginjak usia taklif maka pada saat itu orang tua hendaknya memberikan pengawasan yang benar dan tidak terkesan berlebihan. Ingatkan anak-anak akan kewajibannya dengan lemah lembut dan jauh dari kekerasan. Contoh bangunkan anak untuk melakukan shalat subuh dengan lemah lembut seperti, “Anakku sayang, bangun udah subuh loh…”, “Nak, walaupun kamu main di rumah teman jangan lupa shalat. Ingat , Bunda tidak melihat, tapi Allah SWT Maha Melihat!”
Terkait dengan pengenalan Lailatul Qadar kepada anak dan prakteknya, Sayidah Fathimah as telah mencontohkannya.
Sayidah Fathimah tidak membiarkan dari anggota keluarganya tidur pada malam (Lailatul Qadar) itu, memberinya sedikit makan, mempersiapkannya siang hari, seraya berkata, “Orang yang tercegah (rugi) adalah orang yang tercegah dari kebaikannya (Lailatul Qadar.” (Ibnu Hayyun, Da’aimul Islam, jil.1, hal.282)
Di samping orang tua memperkenalkan dan menjelaskan keutamaan Lailatul Qadar, juga mempersiapkan agar anak-anak dapat mengikutinya dengan cara siang harinya disuruh istirahat (tidur siang), porsi makan dikurang supaya tidak kenyang yang akan menyebabkan ngantuk, dan lainnya.
Dalam menjelaskan mungkin kita dapat mengatakan, “Nak, Lailatul Qadar adalah malam yang sangat bagus. Malam diturunkannya Alquran. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Jika kamu membaca Alquran, bersedekah, membantu orang yang membutuhkan, melaksanakan shalat sunnah, membaca shalawat, membaca doa pada malam tersebut, maka pahalanya seribu kali lipat. Keutamaan malam itu seperti seumur hidup. Sayangkan jika kita tidak memenuhinya dengan ibadah dan kebaikan?”
Dengan penjelasan yang simpel namun logis akan membantu anak dalam memahami hikmah setiap ibadah.