Kebangkitan Islam dalam Bingkai Persatuan Menurut Perspektif Hassan Rahimpour Azghadi

kebangkitan Islam
Menurut, Prof. Dr. Hassan Rahimpour Azghadi[1], selaku Anggota Dewan Kebudayaan Iran, hari ini taqrib madzahib islamiyyah (pendekatan antara mazhab-mazhab Islam) termasuk aujabul wajibat (yang paling wajib di antara yang wajib). Dan saat ini persoalan yang melilit dunia Islam adalah adanya tafakkur takfiri (pemikiran yang mengkafirkan orang yang berbeda mazhab), dan yang memiliki pemikiran intoleran ini bisa dari kalangan Syiah atau dari Ahlu Sunah, tandas Rahimpur.
Dalam sebuah seminar yang membahas isu persatuan Sunni dan Syiah, Dr. Hassan RahimPur Azghadi menyampaikan bahwa Syekh Muhammad Abduh, ulama Ahlu Sunah dai Mesir termasuk penggagas pertama persatuan Islam. Syekh Muhammad Abduh pernah berkata: “Siapapun tidak boleh menghina apa saja yang disakralkan oleh setiap mazhab, dan dilarang keras berperilaku buruk dan mengkafirkan mazhab lain.”
Rahimpour Azghadi menambahkan bahwa jangan sampai pengetahuan kita yang dangkal kita jadikan parameter untuk menilai orang lain. Sebab, setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat dan mengerjakan shalat dengan menghadap kiblat maka ia adalah seorang Muslim dan haram untuk mengkafirkannya.Ini adalah akidah dan keyakinan seluruh mazhab. Dan beliau juga menegaskan bahwa musuh melihat kemenangan ketika Ahlu Sunnah dan Syiah berpecah belah dan saling menyudutkan. Bila hal ini terwujud,maka musuh-musuh Islam telah sampai pada tujuannya.
Pengamat dunia Islam ini juga mengisyaratkan bahwa mazhab Ahlu Sunnah yang paling menentang pemikiran takfiri adalah mazhab Syafi’i dan Hanafi. Beliau mengingatkan bahwa ketika Zaid bin Ali bangkit/memberontak, Abu Hanifah mengeluarkan fatwa kecaman atas Hisyam bin AbdulMalik, penguasa zaman itu, bahkan ia menegaskan bahwa “pemerintahan yang sah itu adalah hak keturunan Ali bin Abi Thalib.” Oleh karena itu, bila kaum muslimin menjaga sikap moderat alias Islam washatiyyah dan menggunakan akal sehat maka banyak dari perselisihan dan ketegangan sektarian yang kita alami hari ini tidak akan muncul, tambahnya.
Terkait dengan bagaimana kiat menghadapai perselisihan antar mazhab, Azghadi menyarankan bahwa sebaiknya kita menyikapi perbedaan dengan hikmah, akal dan hati. Dan bila hal ini tidak berhasil,maka kita boleh melakukan mujadalah (debat) dengan cara yang paling baik dan indah. Demikian ini adalah perintah dan tausiah Alquran. Tapi debat yang dilakukan dengan maksud penghinaan dan keculasan maka haram hukumnya dan meneruskannya pun haram, tegasnya.
Terkait dengan Syiah, Dr. Hassan Rahimpor Azghadi menegaskan bahwa Syiah bagian dari Islam,dan Syiah juga menganggap mazhab lain sebagai bagian dari Islam. Sunni Syiah punya kesamaan sampai 90%. Rahimpour mengingatkan bahwa isu ikhtilaf (perbedaan), jangan dibahas di jalanan dan di warung dengan melibatkan orang awam.
Sehubungan dengan kaum Muslimin dari Syiah, Azghadi menegaskan bahwa karena saat ini yang menjadi isu adalah perpecahan Sunni-Syiah, maka kaum Syiah harus menjelaskan kepada masyarakat umum tentang hakikat Syiah[2] sebagaimana yang diajarkan para imam yang mereka yakini dan ikuti.[3]
Saat ditanya tentang isu imamah yang diyakini Syiah yang acap kali dianggap menggangu keharmonisan antar mazhab Islam, Dr. Rahimpor menguraikan bahwa Syiah yang meyakini hak imamah ada pada Imam Ali dan 11 keturunannya namun bukan berarti hal ini menyulut konflik dan perpecahan. Imam Ali pernah menegaskan bahwa persatuan uamt Islam adalah karunia Allah SWT yang paling mahal harganya. Ketika Imam Ali sendiri mengatakan demikian, maka pasti beliau tidak mentolerir gesekan dan ketegangan, apalagi peperangan antara Sunnah dan Syiah. Bahkan Imam Ali pun pada batas-batas tertentu bersikap toleran terhadap musuh bebuyutannya, kaum Khawarij. Ali mengatakan bahwa slogan kalian adalah benar, laa hukma illallah, walaupun kalian memaknainya dengan kesesatan. Dan selama kalian tidak mengangkat pedang, maka kalian tetap dihukumi sebagai Muslim yang berhak untuk melakukan shalat di masjid kami dan berhak mendapatkan bagian dari baitul maal, demikian lah penegasan dan sikap arif Imam Ali yang luar biasa.
Di akhir penyampaiannya, Dr. Hassan mengingatkan perihal urgensi persatuan dan mengemukakan bahwa kita punya persamaan dalam banyak hal, shalat, puasa, zakat haji, dan hukum-hukum lainnya. Mayoritas ulama Sunni adalah orang Iran, karena itu tidak benar tuduhan bahwa isu Sunni-Syiah adalah isu pertentangan Arab dan Persia, pungkasnya.
HMA,dihimpun dari pelbagai sumber.
[1] Prof. Dr. Hassan Rahimpour Azgha adalah seorang filsuf, konsultan politik, narasumber acara televisi nasional Iran yang bertema “A Model For Tomorrow”, dan salah seorang anggota Komisi Tertinggi Untuk Revolusi Kebudayaan di Republik Islam Iran. (Sumber: https://bkiiainbanten.wordpress.com/2012/07/06/ceramah-umum-prof-dr-hassan-rahimpour-azghadi-anggota-komisi-revolusi-budaya-republik-islam-iran).
[2] Dalam riwayat dijelaskan bahwa perhatikanlah pengikut kami dalam tiga hal:
1) Saat tiba waktu shalat,
2) bagaimana menjaga rahasia kami ahlulbait, apakah punya sensitifitas terhapad apa yang disampaikan dalam tulisan atau tutur kata
3) lhatlah pada harta nya bagaimana memiliki kepedulian untuk membantu yang membutuhkan.
Dalam riwayat lain ditegaskan bahwa Syiah adalah yang dermawan dan tidak bakhil serta pintu rumahnya selalu terbuka untuk siapa yang membutuhkan,
[3] Definisi dan kriteria Syiah menurut para imam ahlul bait adalah:
-. Berakhlak baik
– amanah
-. Banyak mengingat Allah
-Banyak ibadah
-Tidak serakah
-. Menjaga kehormatan
-. Berjihad di segala bidang kehidupan
Imam Al-Baqir berkata: Syiah kami adalah orang-orang yang penuh dengan kerendahan hati dan ahli ibadah
Imam Shadiq berkata: Syiah kami adalah yang bersih dan zuhud dalam makanan dan menjaga kehormatannya dan selalu berjihad (di jalan Allah).
Catatan: Jihad memiliki makna yang luas baik, budaya, sosial maupun lainnya.