Mengenal Sosok Ayatullah Hairi
By Ali ZA
Ikmalonline, Ayatullah Sayyid Kadzim Huseini Hairi lahir pada bulan Sya`ban 1357 H di kota Karbala, Irak. Ayahnya bernama Sayyid Ali Huseini Hairi adalah termasuk ulama terkemuka kota Najaf dan merupakan sahabat Ayatullah Sayyid Mahmoud Shahrodi. Ibunya seorang alim dan salehah puteri dari Ayatullah Syeikh Mohammad Reza Fazel. Ayatullah Sayyid Kadzim Hairi mulanya belajar kepada ibunya mengenai membaca, menulis, baca al Quran, doa dan ziarah, hukum fikih dan sejumlah kitab hadis seperti “Ainul Hayah” karya Allamah Majlisi. Beliau juga belajar kepada ayahnya tentang pelajaran-pelajaran mukadimah hauzah, kitab Makasib dan Kifayah dan pada usia tujuh belas tahun telah menyempurnakan pelajaran-pelajaran tingkat menengah hauzah. Beliau mempelajari pelajaran tingkat tinggi Bahtsul Kharij di bawah bimbingan Ayatullah Sayyid Mahmud Shahrodi selama kurang lebih delapan belas tahun.
Mengenal sosok al marhum Ayatullah Muhammad Bagir Sadr dan ikut serta dalam kegiatan dan kajian-kajian ilmiah murid-murid beliau merupakan fakta dan kenangan terpenting dalam kehidupan Ayatullah Kadzim Hairi. Barang kali fakta dan kenangan hidup inilah yang telah mengarahkannya terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik dan perjuangan. Untuk itu, dikarenakan berbagai tekanan dari pihak partai Ba`ats terhadap dirinya, dengan terpaksa beliau meninggalkan Irak dan berhijrah ke Iran. Di Iran beliau memilih kota suci Qom sebagai pusat aktivitas-aktivitas ilmiah dan politiknya. Di kota ini, di samping beliau mengajar pelajaran tingkat tinggi Bahtsul Kharij dan Ushul, dan menulis berbagai buku tentang fikih pemerintahan, beliau juga memiliki pengaruh spiritualitas yang tinggi di kalangan para pendukung revolusi Islam di Irak. Terkait semangat kebangkitan Islam dalam teori dan praktiknya, beliau begitu gigih dan konsisten, terbukti dengan gugurnya putera tercinta bernama Sayyid Jawad Huseini Hairi dalam peperangan melawan tentara Saddam Husein.
Berguru kepada Syahid Muhammad Bagir Sadr
Berkenaah dengan hal ini beliau berkata, “ Saya belajar fikih dan ushul kepada sang jenius Syahid Bagir Sadr selama kurang lebih empat belas tahun. Pada saat itu, saya juga belajar kepada Ayatullah Muhammad Shahrodi dan beliau berhenti mengajar lantaran usia senja. Untuk itu, saya hanya fokus belajar kepada sang jenius Syahid Bagir Sadr.” Selain mata pelajaran fikih, saya juga mempelajari filsafat dan ekonomi di bawah bimbingan Syahid Sadr. Dua buku berharga karya beliau bernama “Iqtisaduna” dan “Falsafatuna” saya pelajari dengan cermat. Dimana saja ada keraguan dan pertanyaan mengenainya langsung saya tanyakan kepada beliau sehingga penjelasannya menambah wawasan saya. Keraguan dan pertanyaan saya pun terjawab dengan baik. Begitu pula dengan kitab “َAl Usus al Manthiqiyah Lil Istiqra`” saya pelajari dengan bimbingan beliau. Pada awal mengikuti pelajaran itu, saya merasa kesulitan dan akhirnya berhenti. Setelah mengetahui hal ini beliau meminta saya untuk konsisten mengikuti pelajarannya dan berkata, “ Jika engkau rutin hadir dalam pelajaran ini selama lima tahun, saya jamin engkau akan sampai pada tingkat Ijtihad.” Hal ini menandakan bahwa beliau memiliki metode pengajaran yang sistematis dan materi pelajaran yang mendalam sehingga mampu mencetak murid-muridnya sebagai seorang mujtahid dalam waktu singkat.
Aktivitas
Sepanjang revolusi Islam, Ayatullah Sayyid Kadzim Hairi senantisa menjadi pembelanya. Sekarang ini posisi beliau sebagai seorang Marja` sangat cemerlang dalam memperkuat diskursus revolusi Islam di Irak dan negara-negara Arab lainnya, khususnya di kalangan orang-orang syiah Irak. Di antara fatwa-fatwa beliau terkait hal ini ialah sebagai berikut:
- Rakyat Bahrain harus melindungi Syeikh Isa Qasim.
- Selain harus membela Suriah, melindungi pemakaman Sayyidah Zainab dan Sayyidah Ruqaiyah, juga harus melawan front persekutuan kafir yang telah mencederai prinsip-prinsip Islam. Wajib hukumnya menjaga prinsip-prinsip Islam asalkan tidak di bawah komando pemimpin yang rusak.
- Bergabung dengan jalur apapun yang terhubung dengan otoritas imam Khamene`i adalah sah.
- Wajib membela pasukan relawan Irak dalam memerangi kelompok ekstremis takfiri dan Isis.
Ayatullah Hairi dan Konsep Wilayatul Faqih
Ayatullah Hairi termasuk sosok pendukung konsep Wilayatul Faqih dan berupaya menjabarkannya dengan serius dalam ranah keilmuan dan teoritis. Menurut beliau ada dua penafsiran tentang Wilayatul Faqih. Pertama, Wilayatul Faqih dipahami dari ayat yang berbunyi, “ Nabi saw lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka.” Artinya Nabi lebih berhak atas apa yang dimiliki orang-orang mukmin dari diri mereka. Oleh karena itu, Nabi saw tidak hanya berhak atas harta orang-orang mukmin bahkan beliau berhak atas nyawa mereka sekalipun, meski bukan untuk maslahat umum.
Meski penjelasan ayat di atas demikian, namun kita mengetahui bahwa Nabi saw sama sekali tidak pernah dan tidak akan melakukan atau menggunakan haknya sebagaimana penjelasan ayat tersebut. Bahkan beliau melarang hal ini lantaran beliau senantiasa mendahulukan kepentingan umum atau hak-hak orang lain dari pada dirinya. Terkait penafsiran pertama tentang Wilayatul Faqih sebagian ulama meyakini keistimewaan Nabi saw bahwa beliau lebih berhak atas harta dan nyawa orang-orang mukmin dari diri mereka berlaku juga kepada seorang faqih. Namun sosok seperti Nabi saw tidak akan memberlakukan hak istimewa ini kepada umatnya. Bolehkah seorang faqih menggunakan hak istimewa ini pada ranah pribadi seseorang?. Dalam pandangan imam Khomaini hak istimewa yang dimiliki Nabi saw tidak bisa berlaku pada seorang yang non maksum. Untuk itu, imam Khomaini menolak pandangan pertama tentang Wilayatul Faqih ini.
Pandangan kedua tentang Wilayatul Faqih ialah bahwa Wilayatul Faqih itu mutlak. Tidak terikat dengan syarat-syarat apapun dan wewenang mutlaknya harus digunakan untuk maslahat umum. Absolusitas wewenangnya tidak bisa dinegasi hukum sebelumnya. Sebagai contoh, seorang wali faqih tidak bisa merubah hukum kewajiban haji, tetapi bisa melarang pelaksanaan haji berdasarkan maslahat umum. Menurut Imam Khomaini, penentuan maslahat umum berada di tangan seorang wali faqih. Bila penentuan maslahat umum tidak dipegang seorang wali faqih, prinsip-prinsip wilayatul faqih akan hancur. Seorang wali faqih tidak bisa sekehendak hatinya melakukan segala hal, lantaran keputusan terakhir ada padanya. Namun, Wali faqih perlu bermusyawarah dengan para Dewan Ahli, meskipun keputusan terakhir berada di tangannya. Saya rasa ayat al Quran terkait Nabi saw yang berbunyi: “Jika tekadmu sudah bulat maka bertawakal lah kepada Allah swt.” bisa berlaku juga untuk seorang wali faqih.