Keagungan Akhlak Imam Hasan as
Euis Daryati,MA Imam Hasan as lahir pada tanggal 15 Ramadhan. Secara fisik beliau orang yang sangat mirip dengan Rasulullah Saw. Kita tidak meragukan keagungan akhlak beliau yang diwariskan dari Kakeknya, Rasulullah Saw dan kedua orangtuanya, Imam Hasan as dan Sayidah Fathimah as. Berikut ini di antara contoh keagungan akhlak beliau;
Prilaku Buruk Seorang Kakek dari Syam
Suatu hari di Madinah, tampak seorang kakek tengah marah-marah. Ia terus menggerutu, dan wajahnya cemberut. Ia seorang pendatang yang berasal dari kota Syam.
Kakek itu melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanan, dari kejauhan ia melihat Imam Hasan as dan mengenalinya. Seketik wajahnya langsung berubah merah marah.
Ia pun berjalan menghampiri Imam Hasan as.
“Hai putra Ali, kebetulan sekali kutemukan kamu di sini,” teriaknya. Ia tak henti-hentinya berteriak dan berkata kasar pada Imam Hasan. Namun, Imam Hasan tidak mengindahkannya dan terus berjalan.
Kakek itu langsung naik kuda dan memegang pelana. Ia mengejar Imam Hasan as dengan menunggangi kuda sambil bersungut-sungut. Imam Hasan as hanya menundukkan kepala dan tak berkata apapun. Sementara itu, orang-orang di sekitar beliau marah menyaksikan hal itu. Mereka berniat menghukum kakek itu, tapi Imam Hasan as mencegahnya.
Kakek itu pun tak henti-hentinya berkata kasar hingga mulutnya berbuih. Kedua tangannya gemetar karena menahan emosi.
Tak lama kemudian, Imam Hasan as berhenti berjalan. Beliau menatap tajam kakek itu. Tampak kakek itu ketakutan melihat tatapannya. Ia mengira Imam Hasan as akan membalas semua perilaku buruknya.
“Aku sangat membencimu dan ayahmu. Kalian semua pembohong. Kalian tidak suka menolong orang lain. Kalian tidak mengasihi orang-orang fakir dan miskin,” ucapnya lagi kasar.
Imam Hasan as diam bersabar dan tidak membalas perlakuan buruk kakek itu.
“Betapa sabarnya orang ini! Aku telah berkata kasar dan tidak sopan padanya, namun ia diam saja dan tidak memarahiku,” guman kakek itu.
Imam Hasan as memandangnya lembut dan berkata, “Kek, sepertinya engkau bukan penduduk asli sini. Engkau salah sangka tentangku, tapi aku telah memaafkanmu. Jika engkau perlu sesuatu, aku siap membantumu.”
Kakek itu terperangah kaget. Ia kagum atas perlakuan Imam Hasan as padanya. Imam Hasan as telah memperlakukannya dengan baik, padahal ia telah berlaku buruk padanya. Kemudian Imam Hasan as berjalan menghampiri kakek itu.
“Jika engkau mencari alamat, Aku akan membantumu. Bila engkau lapar, Aku akan memberimu makan. Bila engkau perlu pakaian, Aku akan memberimu pakaian. Dan, bila engkau tidak punya tempat tinggal, silahkan tinggal di rumahku,” ucap Imam Hasan as lembut.
Sejenak kakek itu menundukkan kepalanya. Ia tak berani mengangkat kepala karena malu atas perbuatannya.
“Silahkan mampir ke rumahku. Aku akan menjamumu. Selama engkau berada di Madinah, engkau adalah tamuku,” ucap Imam Hasan as.
Kakek itu diam seribu bahasa. Ia tak berani bicara lagi. Ternyata selama ini ia telah buruk terhadap Imam Hasan, padahal beliau sangat baik hati dan berakhlak mulia. Imam Hasan as menggandeng tangan kakek itu. Mereka berdua berjalan pulang menuju rumah Imam Hasan as.
Di tengah perjalanan, kakek itu memberanikan diri untuk bicara dengan Imam Hasan as.
“Maafkan Aku, wahai putra Ali? Aku telah berlaku buruk padamu. Aku juga telah berburuk sangka padamu. Aku mendengar sangat buruk tentang ayahmu dan engkau. Aku kira kalian seperti yang kudengar di Syam. Ternyata kalian sangat baik hati dan berakhlak mulia,” ucapnya lirih sembari terus menundukkan kepalanya.
Imam Hasan as dan Pria Arab Baduy
Suatu hari Imam Hasan as yang masih kecil bersama kakeknya di sebuah bukit di gurun pasir. Nabi Muhammad Saw tak henti-hentinya menatap wajah cucunya, mengajaknya bermain dan bercanda dengannya. Sementara itu, para sahabat hanya tersenyum menyaksikan keakraban beliau berdua.
Tiba-tiba, dari bawah bukit terdengar hiruk pikuk, seorang pria Arab Baduy berkali-kali berterik dengan kerasnya. Ia mencari Nabi Muhammad saw.
“Dimanakah Muhammad? Aku ada urusan dengannya,” teriaknya keras.
Nabi Muhammad Saw hanya tersenyum mendengar teriakannya. Beliau memandang ke arah Imam Hasan as dan berkata, “Sebentar lagi akan datang seorang Pria Baduy. Ia berkata kasar dan tidak sopan.”
Tak lama kemudian, muncullah seorang Pria Arab Baduy itu. Wajahnya merenggut tak ramah, keningnya mengerut penuh kebencian.
“Siapakah di antara kalian yang namanya Muhammad?” tanyanya kasar.
“Aku.” jawab Nabi Muhammad Saw sembari menatap ke arahnya. Pria Arab Baduy itu menatap tajam Nabi Muhammad Saw. Tatapannya penuh dendam. Kelopak matanya melotot dan wajahnya merah padam menakutkan.
“Wahai Muhammad, aku sangat benci kepadamu. Dengan melihatmu, aku semakin benci,” ucapnya kasar.
Para sahabat tampak sangat marah atas kelancangan Pria Arab Baduy itu. Hampir saja mereka memberikan hukuman padanya, namun kemudian dicegah oleh Nabi Muhammad Saw.
Pria Arab Baduy itu tak henti-hentinya kembali berkata kasar.
“Wahai Muhammad, kamu kira seorang nabi? Ketahuilah, kamu berbohong! kamu bukan seorang nabi, karena kamu tidak punya mukjizat seperti para nabi,” ujarnya.
“Apakah kamu tahu mukjizat yang kumiliki?” tanya Nabi Muhammad Saw tenang.
“Apakah ingin kuberitahukan kepadamu, bagaimana keluar dari rumahmu? Apa yang telah kamu lakukan kepada kabilahmu? Atau, kamu ingin anggota keluargaku yang mengatakannya?” lanjutnya Nabi Muhammad Saw pula.
“Lebih baik dari anggota keluargamu saja yang mengatakannya,” jawab pria Arab Baduy menghina.
Kemudian Nabi Muhammad Saw menatap ke arah Imam Hasan as. Beliau meletakkan tangannya dengan lembut di atas pundaknya.
“Cucuku sayang, beranjaklah dan katakan padanya semua yang telah terjadi!”
Pria Arab Baduy itu tertawa terbahak-bahak melihatnya.
“Hahaha…, apaaa…? Anak kecil ini? Apa yang dia tahu tentang diriku?”, ujarnya mengejek.
“Kamu jangan tertawa dulu. Lihatlah, nanti dia akan mengatakan semuanya padamu,” tegas Nabi Muhammad Saw.
Imam Hasan as mulai menceritakan tentang keberangkatan Pria Arab Baduy itu dari rumahnya.
“Kamu menjelek-jelekkan Nabi Muhammad Saw di hadapan kabilahmu. Kamu mengira beliau tidak memiliki siapa-siapa, karena itu kamu berencana akan membunuhnya dengan tombak.” ucap Imam Hasan as.
Pria Arab Baduy itu terperangat kaget. Ia takjub pada Imam Hasan as. Mulutnya berdecak kagum, kelopak matanya terbuka lebar seperti hampir keluar.
“Hei anak kecil, dari manakah kamu tahu semua ini? Sepertinya kamu selalu memata-mataiku,” tanyanya kasar. Peluh deras mengalir dari wajah dan lehernya. Tubuhnya gemetar karena takut rencana jahatnya terbongkar.
Tampak ia mencoba menenangkan dirinya. Ia duduk menghampiri Imam Hasan as dan berkata, “Sekarang, katakan padaku tentang agama Islam.”
Pria Arab Baduy dan para sahabat Nabi Muhammad Saw pun duduk mengitari Imam Hasan as dan mereka mendengarkan penjelasan Imam Hasan as dengan seksama.
“Islam itu artinya mengakui bahwa Tuhan itu Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah utusan Allah,” jelas Imam Hasan as.
Setelah itu, pria Arab Baduy itu langsung mengucapkan kedua kalimah Syahadat, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan, aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.”
Tampak butiran-butiran air mata membasahi pipinya. Ia menangis terharu setelah masuk Islam. Nabi Muhammad Saw beserta para sahabanya sangat bahagia. Akhirnya Pria Arab Baduy kasar itu pun berubah baik.
Tak lama kemudian, pria Arab Baduy itu beranjak bangun.
“Mau ke mana?” tanya Nabi Muhammad Saw.
“Mau menemui kabilahku, dan mengajak mereka untuk masuk Islam,” jawabnya tergesa-gesa. Kemudian ia berpamitan pulang meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, Nabi Muhammad Saw mendekap Imam Hasan Dari wajahnya terpancar kebahagiaan, berkali-kali menciumi Imam Hasan dan mendoakannya. Pria Arab Baduy itu masuk Islam setelah menyaksikan mukjizat Imam Hasan as.