Merdeka Belajar Dalam Islam
Menteri Pendidikan Indonesia dalam kabinet Joko widodo periode dua cukup memberikan shock terapi bagi Netizen. Warga Medsos khususnya kalangan pemerhati dan praktisi pendidikan dipaksa melirik dengan ide-idenya.
Salah satu corak yang diangkat dalam metode ajar sistem pendidikan kali ini adalah merdeka dalam belajar. Sebuah konsep pendidikan yang menjadikan anak didik sebagai fokus, bukan kurikulum yang dijadikan panduan tapi kurikulum menyesuaikan dengan anak didik.
Apakah ini ide baru, dari jejak digital kita bisa temukan bahwa sebenarnya hal ini di Indonesia bukan barang baru, beberapa kalangan sudah menerapkan konsep merdeka belajar kepada anak didiknya. Bahkan di salah satu kota kecil di Jawa tengah, para guru diharamkan mengajari anak-anak yang bersekolah di lembaga itu. Anak didik belajar dan para guru bertugas membimbing semata.
Kalau kita telisik ternyata pendiri taman siswa sendiri juga menggunakan metode ini, namun seiring berjalannya waktu pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia berubah-ubah kurikulum seiring bergantinya menteri pendidikan yang menjabat. Setelah diributkan dengan konsep zonasi pada tahun 2018 sehingga orang tua harus berpikir keras sebab tidak bisa menyekolahkan di sekolah favorit yang didambakan, selang setahun harus bertemu dengan generasi milenial dengan segudang ide yang terasa baru bagi sistem pendidikan di tanah air.
Belajar merdeka sebenarnya dimiliki dalam konsep Taman Siswa, sekolah diidentikan sebagai sebuah tempat yang nyaman, membahagiakan, segar, sejuk, bagi para siswa. Jadi tempat ini adalah tempat menyenangkan dan nyaman untuk proses belajar seorang anak. Dalam psikologi pendidikan, ketika anak sudah dalam kondisi bahagia, sudah mencintai pendidiknya, maka anak didik dengan mudah menyerap pelajaran, dia bisa belajar dengan maksimal.
Beberapa ada yang salah persepsi terkait pengajar dan pelajar, ada yang menerjemahkan guru adalah pengajar, murid adalah pelajar. Sebuah hubungan searah, anak belajar dan menyerap ilmu dari guru, pelajar sangat bergantung kepada guru, pelajar adalah objek yang dibentuk oleh guru sesuai pengetahuan yang dimiliki guru. Jika pendidikan belajar diartikan seperti ini maka menurut hemat penulis proses ini tentu tidak memberikan kebebasan belajar kepada pelajar. Pelajar hanya menjadi recorder yang merekam semua pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Setiap hari diajari memasukkan baju dan memakai sepatu dan seragam, sebuah pendidikan karakter untuk menjadi pegawai taat, perjalanan pendidikan yang lebih kearah penyiapan tenaga kerja.
Disini pelajaran yang diajarkan guru tidak semua diminati siswa. Jadi jelas disebagian pelajaran keadaan kelas tidak seperti taman (taman siswa). Pelajar belajar tidak dalam keadaan bahagia, keadaan yang bisa jadi membuat anak dalam kondisi tertekan, belum lagi beban pekerjaan rumah (PR), tugas tambahan, persiapan ujian semester, persiapan ujian akhir semester les prifat sore hari, dll. Jadi anak lebih terkondisikan untuk stress atau akhirnya malah abai. Karena merasa tidak nyaman anak setiap pagi memang berangkat tapi hanya berangkat saja, masalah belajar atau tidak tidak ada nilainya sama sekali untuk dia, menikmati bisa bertemu dengan teman sekelas, bisa hang out setelah selesai kelas, nongkrong di Kafe dll. Sekolah menjadi tempat untuk membuang umur saja.
Bagaimana dengan Islam sendiri?, dalam tulisan pendek ini mari kita teliti bagaimana dengan konsep pendidikan yang ditawarkan Islam. Apakah pendidikan dalam Islam adalah pendidikan yang merdeka atau pendidikan yang kaku?. Kita tidak bisa menghukumi begitu saja, karena bisa jadi islam sudah menawarkan pendidikan merdeka tapi hal itu tidak disadari atau tidak dipraktikkan.
Dalam Islam hal yang pertama adalah belajar seputar aqidah, pelajaran aqidah sendiri lebih mengungkap apa yang sudah ada dalam benak, secara fitrah dimiliki masing-masing manusia. Setelah itu baru ada rasa perlu untuk belajar fikih serta ilmu yang lain, itu pun dalam koridor kebebasan, siapa yang ingin belajar maka dipersilahkan, jika tidak belajar tidak ada denda atau hukuman.
Pada kesempatan kali ini mari kita telaah ayat dari surat Al’alaq [96] ayat 4-5
ٱلَّذي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam.
عَلَّمَ الْإِنْسانَ ما لَمْ يَعْلَمْ
Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Pengajar utama dalam ayat diatas adalah Allah swt, pengajar dalam arti salah satunya dengan transfer ilmu. Transfer ilmu tanpa cacat, sesuai kadar yang dimiliki manusia. Nabi Muhammad saw sebagai manusia paling sempurna memiliki kesempatan ditransfer ilmu berupa Quran, sebuah ringkasan ilmu untuk semua jenis jalan hidayah manusia menemukan jalan Tuhan. Sebuah ilmu yang tidak jarang menyangkut bidang-bidang ilmu yang lain. Hudan lil muttaqin, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, orang bertaqwa disini tidak melulu dari ahli sejarah, bisa juga dari ahli fisika, ahli fikih, ahli ilmu kalam, ahli nuklir, ahli nano digital, dan ahli-ahli disegala bidang lainnya. Jadi Quran juga bisa memberi hidayah sesuai basik keilmuan semua orang.
Dari sini dapat dipahami bahwa transfer keilmuan dari Allah kepada Nabi saw adalah hal fenomenal, sangat luar biasa. Apakah ini hanya khusus bagi para Nabi?. Poin penting disini adalah bahwa proses belajar disini pada mulanya dilakukan oleh sang pelajar yakni Nabi saw. Beliau dengan ikhtiar beliau melakukan pencapaian-pencapaian ruhani dengan bimbingan malaikat, sehingga beliau siap dan akhirnya diangkat jadi seorang Nabi. Jadi beliau merdeka dalam belajar, dalam membangun karakter diri beliau. Bukan karena diperintah atau disuruh, tapi merdeka menggunakan ikhtiar beliau dalam mendidik diri, merdeka dalam belajar.
Ilmu Nabi sebagian diberikan pada saat beliau dialam mimpi, walau ada juga yang ditransfer melalui malaikat pembawa wahyu. Manusia yang lain pun sama, ketika kondisi ruhaniah sudah mencapai tingkat tertentu juga akan mendapatkan kesempatan ini, diajari hikmah dalam mimpi mereka. Tidur mereka lebih berharga dari para pelajar yang lalai. Hal ini bisa didapatkan dengan cara secara merdeka, tidak terpaksa dalam balajar mendidik diri. Yang menjadi pengajar adalah Allah langsung, ilmu dan hikmah akan diberikan langsung jadi tidak perlu dipelajari lagi.
Kesimpulan:
Islam sejak awal mengajari kemerdekaan termasuk dalam cara belajar, hal ini dapat dilihat dalam sejarah kehidupan nabi saw. Belajar dalam Islam pada kondisi tertentu tidak lagi dibatasi oleh waktu, misalnya melalui alam mimpi seperti belajarnya para Nabi dan para wali. Belajar secara merdeka yakni tanpa ada rasa terpaksa adalah modal besar dalam mendidik diri.