Peranan Nabi Muhammad saw dalam Meletakkan Dasar Peradaban 2 Selesai
Sebelumnya sudah coba kami urai bagaimana Nabi Muhammad saw mempersiapkan SDM demi bangunan peradaban yang mapan. Bahwa beliau adalah orang yang meletakkan dasar peradaban utama untuk umat manusia. Persiapan yang berbasis karakter building, membangun kepribadian unggul dengan memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam ranah kehidupan “berbangsa”, bagaimana berkomunikasi damai penuh toleransi dengan bangsa Romawi, bangsa Persia, Mesir, Ethiopia (habasyah), Andalusia (Spanyol) dll.
Dalam sejarah tidak pernah ada catatan bahwa Nabi Muhammad saw melakukan ekspansi ke bangsa-bangsa lain, ekspansi dengan tujuan untuk menambah wilayah kekuasaan, beliau tidak pernah menggunakan pedang dan menumpahkan darah manusia demi menggapai tujuan ini. Jika ada peperangan itu tidak lain adalah sebuah pembelaan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyerangan.
Nabi muhammad saw sendiri juga berkomunikasi dengan baik dengan penganut agama lain, baik beragama Yahudi, Nasrani, penyembah berhala, orang yang tidak beragama dll. Beliau adalah manusia beradab, tidak melakukan pemaksaan dalam menyebarkan ajaran Islam, konsep tidak ada pemaksaan dalam Islam benar-benar beliau praktikkan dalam kehidupan beliau. Dalam ucapan ‘shalatlah sebagaimana aku melakukan shalat’, dalam prilaku sehari-hari beliau seolah-olah juga berkata berperilakulah seperti aku sehingga engkau akan berbahagia dunia dan akhirat, beliau tidak memperbanyak nasihat tapi lebih banyak memberikan contoh dan teladan mulia. Beliau mengasihi sesama dan juga makhluk lainnya, beliau dermawan dan tidak pernah berhenti memberi, beliau tangguh dan kuat, beliau cerdik pandai, beliau rapi dan indah, beliau mengutamakan ilmu, mengutamakan kemajuan. Beliau disiplin dan hidup teratur.
Budaya menjaga amanah memegang janji. Ini dicontohkan Nabi dalam perjanjian dengan kaum Yahudi yakni Bani quraidzah. Beliau setia tapi kaum Yahudi yang mengkhianati perjanjian. Di jaman ini kita bisa melihat negara Amerika dalam mengingkari janji-janjinya, betapa besar dampak yang ditimbulkan karenanya. Ribuan sampai jutaan masyarakat tak berdosa menjadi korbannya. Rasul tidak pernah mementingkan kekuasaan sebagaimana Amerika menilai kekuasaan sebagai segala-galanya. Rasul berperilaku sebagai rakyat biasa padahal beliau adalah pemimpin dari suatu daerah yang sangat luas waktu itu. Sebagaian besar dari kawasan timur tengah yang kita kenal sekarang berada dibawah kekuasaan beliau. Namun beliau tidak hidup seperti para raja, tidak menjadikan anak keturunan menjadi penguasa atas pemerintahan Islam. Orang yang beliau tunjuk menjadi penerus beliau adalah orang-orang yang seperti beliau, orang yang tidak rakus terhadap kekuasaan, tidak rakus dengan harta, tidak rakus dengan wanita sebagaimana biasa dimiliki raja-raja yang berkuasa dari sebuah kerajaan besar. Beliau menunjuk Ali dan beberapa orang dari keturunan Husain as sebagai para Imam setelah beliau, sebagai orang-orang yang dipilih Allah swt melalui Nabi. Orang yang memiliki cara hidup sebagaimana nabi muhammad saw. Masing-masing Imam melakukan tindakan mendasar sesuai kebutuhan zaman mereka.
Dasar penting bangunan peradaban adalah ilmu, tanpa ilmu maka peradaban suatu kaum tidak akan berkembang dan menemukan penemuan-penemuan baru yang bermanfaat. Seperti Negara Jepang, ketika terkena bom nuklir di kota Nagasaki dan Hirosima, orang yang dicari-cari adalah berapa jumlah guru yang masih hidup. Ini terjadi karena kesadaran bahwa pembangunan kembali peradaban setelah Jepang dihancurkan oleh Sekutu adalah dengan ilmu. Demikian juga dengan Nabi saw dan para Imam Maksum as. Mereka semua adalah orang-orang yang mendedikasikan diri dalam penyebaran dan pengembangan ilmu, lebih dari itu adalah tentang bagaimana mengaktualisasikan ilmu dalam kehidupan secara pribadi maupun dalam kehidupan sosial.
Ali bin Abi thalib sudah dipilih oleh Allah sebagai Imam melalui Nabi Muhammad saw, namun ada yang berbuat makar pada saat hari meninggalnya Nabi Muhammad saw, alih-alih berduka cita dan bersegera mengurus jenazah sang pemimpin besar, mereka berkumpul di Saqifah untuk menjadi sang penguasa pengganti Nabi saw, seolah-olah Allah swt tidak pernah memilih seorang manusia sebagai penerus setelah Nabi saw.[1] Bangunan peradaban yang digadang-gadang Nabi pun sedikit oleng, kekuasaan dipegang oleh orang yang bukan ahlinya, bukan orang yang dipilih oleh Allah swt. Dampaknya, selama hampir satu abad dilakukan pelarangan penulisan hadis Nabi saw. Alasan yang dipakai adalah agar tidak terjadi kekeliruan dengan ayat-ayat Quran. Padahal kita secara aklamasi mengakui betapa hadis dan penjelasan Nabi sangatlah dibutuhkan sebagai pendamping Quran, membantu kita dalam memahami Quran. Orang Arab sendiri memiliki hafalan kuat dan sudah menulis ayat-ayat Quran sehingga tidak mungkin tertukar. Lebih dari itu kekhawatiran ini adalah terkesan mengada-ada sebab Nabi saw sudah menyiapkan orang. Beliau sudah tuntas mendidik Ali bin Abi Thalib as mengajari ilmu islam juga tentang seluruh isi kandungan Alquran. Juga kepada putri beliau sendiri Fatimah az Zahra as. Jika ada kaum laki-laki yang ragu dalam membedakan antara hadis dan quran maka cukup datang kepada Ali dan menanyakan hal itu kepadanya, kaum wanita juga bisa datang kepada Fatimah az Zahra as untuk mengkonfirmasi Quran atau bukan yang sudah mereka dapatkan. Nabi saw adalah orang yang jeli dan teliti, sebelum beliau meninggal tidak mungkin hanya pergi begitu saja, apalagi beliau selalu dibimbing oleh Allah swt dengan keberadaan Malaikat Jibril sang pembawa wahyu. Andai urutan ini dilakukan maka tidak akan ada orang yang bisa mempertanyakan dan berkata bahwa Nabi itu tidak rahmatan lil alamin.[2]Peradaban yang ditawarkan Allah sudah bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Bagaimana untuk merealisasikan tujuan mulia pembangunan peradaban yang di restui Allah swt. Dalam Alquran disebutkan bahwa bumi akan diwariskan kepada seorang manusia, manusia yang akan memenuhi bumi dengan keadilan.
Dalam sejarah manusia, terbukti bahwa keadaan bumi diselimuti keadilan secara menyeluruh atau setidaknya sebagian besar. Setidaknya bisa kita ukur dari sejak diturunkannya Alquran, karena janji Allah untuk memenuhi bumi dengan keadilan ada di dalam Quran, jadi cukup diteliti dari jaman Nabi mendapat wahyu quran pertama kali sampai jaman sekarang. Diteliti bahwa apakah bumi ini pernah dipimpin manusia pilihan Allah dan pada waktu kepemimpinannya seluruh bumi dipenuhi keadilan atau belum. Sejauh yang penulis ketahui hal ini belum pernah terjadi.
Akibat prilaku umat Nabi saw yang mana karena sifat tamak dan haus kekuasaan rela membantai cucu Nabi sendiri, Allah menyelamatkan umat manusia dengan menyelamatkan Imam ke dua belas yakni Imam Mahdi afs. Beliau dighaibkan Allah dari pandangan umum umat manusia. Beliau akan diperintahkan untuk zuhur ketika umat manusia sudah memiliki kesiapan.
Hal ini bisa kita lihat dari apa yang terjadi pada imam-imam sebelumnya, imam sebelumnya punya kompetensi untuk memimpin namun masyarakat tidak memiliki kesiapan untuk dipimpin, akhirnya bangunan pemerintahan ilahiah tidak bisa diwujudkan. Pemerintahan Imam Mahdi afs yang penuh keadilan hanya bisa diwujudkan dengan adanya sekelompok masyarakat yang benar-benar taat kepada Allah, Rasul dan kepada beliau. Taat dalam arti yang sebenarnya. Bukan berkata taat namun dibelakang berkhianat.
Mungkin ada yang bertanya kapan hal ini akan terjadi, sebaiknya kita bertanya kepada diri-diri kita sudah siapkah kita menerima Imam Mahdi sebagai pemimpin kita.
[1] Dapat dirujuk dalam buku saqifah bani saidah karya O-hasyem.
[2] Abdul Somad ‘(UAS).