Murtadha Muthahhari: Kritik atas Materialisme Historis (Bagian Kedua)

kritik muthahhari terhadap materialisme
Pada tahun 1946, ketika ia mulai mempelajari Kifayah al-Usul, sebuah kitab hikum, dari Akhund Khorasani dengan Ayatullah Khomeini, ia memulai komitmen seumur hidupnya untuk mempelajari Marxisme untuk kemudian dibantahnya. Tetapi menurut Hamid Dabashi, sumber-sumber yang dipakai Muthahhari untuk mempelajari Marxisme ini adalah sekunder, yaitu sumber-sumber yang bisa ia dapatkan dalam bahasa Persia, baik pamplet-pamplet oleh kaum Maxis yang tergabung dalam partai Tudeh, atau terjemahan karya Marx ke dalam bahasa Persia atau sumber Arab berbahasa Arab. Namun demikian tidak berarti mengurangi daya Tarik Muthahhari untuk terus mempelajarinya sampai mendalam dan mengusai apa yang dikenal waktu itu dengan Marxisme, dari banyak buku dan karangan-karangan ulama, cendekiawan yang ada di Iran.
Pada tahun 1949 Muthahhari memulai studinya terhadap al-Asfar al-Arba’ah karangan filosof Syi’ah abad ke enam belas/tujuh belas dengan Ayatullah Khomeini. Teman sekelasnya antara lain Ayatullah Muntazhari, Hajj Aqa Reza Sadr, dan Hajj Aqa Mehdi Ha’eri. Pada tahun 1950 Muthahhari konsentrasi lebih keras lagi pada studi filsafat. Ia meneruskan bacaannya tentang Marxisme melalui terjemahan Persia dari karya George Pulizer yang berjudul Introduction to Philosophy dan mulai mengikuti diskusi kamis Allamah Tabataba’i tentang “filsafat materealis.” Diskusi ini berlangsung dari tahun 1950-1953 dan menghasilkan lima jilid buku Ushul-e Falsafah va Ravesh-e Realism (Prinsip-prinsip Filsafat dan Metode Realistik). Muthahhari kemudian mengedit karya ini dan menambahkan catatan-catatan yang luas (lebih besar dari naskah aslinya sendiri) dan secara bertahap menerbitkannya (1953-1985). Disamping itu pada waktu ini ia mempelajari filosof dan ahli ilmu kedokteran Ibn Sina dengan Allamah Tabtaba’I yang dikenal sebagai seorang ulama Syiah paling tersohor waktu itu. Diantara teman kelasnya yang belajar dengan Alamah At-Thabathaba’I adalah Muntazeri dan Behesti
Pada tahun 1954 ia mulai mengajar di Tehran University, di Fakultas Teologi. Tetapi menjelang awal tahun 60-an dia terlibat secara aktif dalam organisasi masyarakat Religius Bulanan (Anjoman-e ye dini), dan menerbitkan majalah bulanan Goftar-e Mah. Dari sana membuat Muthahhari dicekal sebentar selama pemberontakan Ayatullah Khomeini pada bulan Juni 1963, dan majalah bulanan (The Mounthy Discdurse) dilarang. Pada tahun 1964 promosi Muthahhari di Tehran University ditolak oleh dewan senat university dan juga pemerintah otoriter waktu itu. Pada tahun 1965 ia turut berjasa dalam mendirikan Hosseiniyyeh Ershad, yaitu sebuah organisasi religius yang didirikan secara pribadi (swasta yang diabdikan untuk kepentingan Syi’ah) sehingga pemikirannya dan pengabdiannya tidak terkurangkan sedikitpun pada masyarakat luas baik di Teheran dan Iran pada umumnya.
Antara bulan Juni 1963 dan bangkitnya gerakan revolusi pada tahun 1977-1979, Muthahhari terus mengadakan kontak dengan Ayatullah Khomeini, dan bahkan dalam kenyataannya ia menjadi satu-satunya wakil di Iran yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat karena pengasingan Ayatullah. Pada waktu yang bersamaan ia terus memberi kuliah dan menulis tentang berbagai isu-isu keagamaan dan sosial. Tetapi pada 1 Mei 1979 Muthahhari terbunuh hanya beberapa saat setelah kemenangan revolusi Islam Iran.
- Murtahada Mutahhari : Karya Intelektual dan Politik
Sebagai seorang ulama, intelektual sekaligus politisi, Murtadah Mutahhari memperoleh posisi yang terhormat dikalangan cendekiawan muslim Iran ketika hendak melakukan “kudeta” atas rezim otoriter Reza Pahlevi. Murtadha Muthhari mendapatkan tugas mulia dari Imam Khomaini untuk turut terlibat dalam “Dewan Revolusi” sehingga ketika itu tak lepas pula dari penangkapan oleh rezim otoriter. Sosok Murtadha Mutahhari memiliki peran sentral dan sangat dihormati dikalangan intelektual, pejuang serta ulama di kalangan Syiah Iran bukan karena kedudukan pemegang kekuasaan resmi pemerintahan, namun karena posisi sebagai “ulama, cendekiawan, filosof, ideolog dan kritikus” itulah yang mengharuskan orang Iran menghormatinya.
Menjelang kemenangan Revolusi Islam Iran, Muthahhari mendapat tugas mulia dari Imam Khomeini. Beliau ditugaskan untuk mengorganisir masyarakat ‘Ulama Mujahidin’ dan memimpin ‘Dewan Revolusi’. Setelah Revolusi Islam di Iran berhasil menggulingkan pemerintahan Pahlevi, Muthahhari tetap menjadi pembantu setia Imam Khomeini. Muthahhari pun terus memberikan dedikasinya kepada masyarakat dan negaranya. Untuk itulah beliau tetap memimpin ‘Dewan Revolusi’.
Sebagai seorang politisi, tentu Muthahhari memiliki lawan politik. Sikap tegasnya dalam memperjuangkan Revolusi Islam dengan berbagai manuver politik, membuat lawannya gerah. Kelompok Furqan yang tidak menyukai Muthahhari, melakukan upaya pembunuhan terhadap dirinya. Rencana pembunuhan itu berhasil dilaksanakan pada hari selasa malam tanggal 1 Mei 1979, dan Muthahhari pun ditembak mati oleh kelompok tersebut. Peristiwa penembakan itu dilakukan pada saat Muthahhari ingin pulang ke rumahnya, setelah selesai mengadakan rapat di rumah Yadullah Shahabi, salah satu anggota Dewan Revolusi. Pada saat itu beliau berjalan sendirian menuju ke tempat parkir mobilnya. Belum sampai ke mobilnya, beliau mendengar suara asing memanggilnya. Ketika beliau melirik ke arah suara tersebut, seketika sebuah peluru menembus kepalanya, masuk di bawah cuping telinga kanan dan keluar di atas alis mata kiri. Beliau memang sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat, namun beliau telah syahid dalam perjalanan.
ZULY QODIR