Pentingnya Ilmu dan Akhlak Mulia
Oleh : Irwan Kurniawan
Dasar agama Islam adalah ilmu dan akhlak mulia. Apabila kita mempelajari kehidupan dan perilaku Ahlulbait as., kita perhatikan bahwa senjata utama yang mereka gunakan dalam menjalankan dakwah mereka menyebarkan risalah dari Allah SWT adalah ilmu, di satu sisi, dan akhlak yang mulia, di sisi lain.
Allah SWT berfirman tentang Nabi Muhammad saw., Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. al-Qalam [68]: 4).
Akhlak Nabi Muhammad saw. tidak ada bandingannya, yangmana akal tak sanggup memikirkan ketinggian dan kejernihannya. Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sabar, istiqamah dan tegar tanpa ada yang bisa menandinginya. Beliau merupakan perwujudan prinsip-prinsip kebaikan karena beliau memulai dalam dirinya lebih dulu sebelum mengajak orang lain untuk melakukannya.
Ketika beliau mengajak orang-orang untuk menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya, beliau sendiri sudah menjadi orang yang paling banyak beribadah kepada-Nya di antara seluruh manusia. Ketika beliau melarang orang lain dari suatu perbuatan terlarang dan tindakan yang tidak terpuji, beliau sendiri sudah menjauhiperbuatan tersebut.
Imam Ja’far ash-Shadiq as. berkata, “Siapapun yang tidak memiliki ilmu dan akhlak mulia adalah seperti anak yatim piatu yang kehilangan kedua orangtuanya.”
Para ulama kita adalah contoh tentang ketinggian akhlak yang bisa dicapai seseorang. Telah diriwayatkan tentang maqam spiritual marja besar kita, Ayatullah Muhammad al-Husain al-Burujerdi (w. 1961), bahwa ia telah bernazar: jika ia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas ketika marah, ia akan berpuasa selama setahun (untuk melatih jiwanya). Bahkan, dia punya maqam yang sangat tinggi karena karakter yang sangat baik. Ia sendiri telah berkata, “Sebelum saya datang ke Qum, saya sering mendengar suara-suara malaikat.” Dia adalah seorang marja yang mandatnya sebagai otoritas tertinggi telah disahkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. sendiri.
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak membawa kebijaksanaan, dari hati yang tidak memiliki kebaikan, dari keinginan yang membawa ketidakpuasan,
dan dari doa yang tidak dikabulkan.”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Orang yang mengajar dan yang diajar sama-sama berbagi dalam pahala, tanpa ada yang dikurangi dari pahala mereka.”
NabiMuhammad saw. bersabda, “Barangsiapa mencari ilmu, ia sama dengan orang yang berpuasa pada siang hari dan tetap terjaga pada malam hari dan sibuk dengan ibadah. Jika seseorang memperoleh sebagian pengetahuan, itu lebih baik baginya daripada memiliki emas sebesar puncak Gunung Abu Qubais sekalipun yang dia gunakan di jalan Allah.”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Keutamaan ilmu lebih dicintai Allah daripada keutamaan ibadah.”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Al-Quran adalah universitas Allah; maka belajarlah sebanyak mungkin di universitas ini.”
Imam al-Hasan ra. berkata, “Ajarkan pengetahuanmu kepada orang lain dan (berusahalah untuk) belajar sendiri pengetahuan orang lain.”
Muhammad Baqir as. berkata, “Berusahalah untuk belajar pengetahuan karena belajar adalah tindakan yang baik dan belajar sendiri adalah ibadah.”
Imam Ja’far ash-Shadiq as. berkata, “Waspadalah terhadap pengetahuanmu dan perhatikanlah dari siapa kamu mendapatkannya.”
Imam Ja’far ash-Shadiq as. berkata, “Berusahalah untuk memperoleh pengetahuan dan hiasi pengetahuan itu dengan kesabaran dan kemuliaan; dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang belajar pengetahuan darimu.”
Ilmu dan Kekayaan di Mata Imam Ali as.
Diriwayatkan bahwa sekali waktu, sepuluh orang terpelajar menemui Imam Ali as., dan ingin tahu bagaimana pengetahuan itu lebih baik daripada kekayaan. Mereka meminta agar masingmasing dari mereka diberikan jawaban yang terpisah. Imam Ali as. menjawab mereka sebagai berikut:
1. Pengetahuan adalah warisan para nabi, sedangkan kekayaan adalah warisan dari Fir’aun. Karena Nabi lebih unggul daripada Fir’aun, maka pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
2. Anda harus menjaga kekayaan, tetapi pengetahuan menjaga Anda. Oleh karena itu, pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
3. Ketika pengetahuan dibagikan, ia bertambah, sedangkan ketika kekayaan dibagikan, ia berkurang. Dengan demikian, pengetahuan lebih baik daripada kekayaan.
4. Seorang yang kaya memiliki banyak musuh, sedangkan orang yang berpengetahuan memiliki banyak teman. Oleh karena itu, pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
5. Seorang terpelajar karena wawasannya yang lebih luas cenderung bermurah hati, sedangkan orang kaya karena cinta uang cenderung menjadi kikir. Dengan demikian, pengetahuan lebih baik daripada kekayaan.
6. Pengetahuan tidak dapat dicuri, sedangkan kekayaan terusmenerus dalam incaran pencuri. Dengan demikian, pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
7. Semakin lama, pengetahuan semakin dalam dan bercabang, sedangkan uang yang ditimbun menjadi berkarat, atau menjadi tidak berlaku. Oleh karena itu, pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
8. Anda dapat menghitung kekayaan karena terbatas, tetapi Anda tidak dapat menghitung pengetahuan karena tak terbatas. Itulah mengapa pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
9. Pengetahuan menerangi pikiran, sementara harta cenderung menghitamkannya. Oleh karena itu, pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan.
10. Pengetahuan adalah lebih baik daripada kekayaan, karena pengetahuan meneguhkan kemanusiaan, seperti kata Nabi Muhammad saw. kepada Tuhannya, “Kami menyembah-Mu karena kami adalah hamba-hamba-Mu,” sedangkan kekayaan menyebabkan kesombongan, seperti yang terjadi pada Fir’aun dan Namrudz, yang membuat mereka mengaku sebagai tuhan.
Imam Ali as. adalah satu-satunya orang yang menyatakan, Bertanyalah kalian kepadaku sebelum kalian kehilanganku.”
Imam Ali as. mengatakan mengenai pengetahuan dan pengamalannya, “Hai orang-orang yang berpengetahuan; apakah kamu benar-benar membawanya bersamamu? Yakinlah bahwa pengetahuan adalah milik siapa saja yang pernah tahu dan kemudian mengamalkannya, sehingga tindakannya sesuai dengan pengetahuannya. Akan ada orang yang memiliki pengetahuan, tetapi pengetahuan itu hanya tersimpan di kepala mereka, sementara batin mereka sering berpikir hal-hal yang bertolak-belakang dengan yang mereka tampilkan di depan umum dan tindakan-tindakan mereka bertentangan dengan apa yang mereka ketahui.”
Imam Ali as. berkata mengenai kemurnian dan kemuliaan pengetahuan, “Ketika jasad orang yang sudah meninggal diletakkan di dalam kuburnya, empat api akan mengepungnya. Tetapi kemudian doa akan datang dan mengenyahkan satu api darinya, lalu puasa akan datang dan mengenyahkan satu lagi api darinya, lalu amal kebajikan akan datang dan mengenyahkan satu lagi api darinya, dan pengetahuan akan datang dan mengenyahkan satu api lagi dan akan berkata, ‘Jika aku datang lebih cepat, aku akan mengenyahkan semua api itu, dan memberimu kegembiraan karena aku besertamu sekarang, dan kamu tidak akan melihat lagi apapun yang menyedihkan.’”
Kedisiplinan
Bukan hanya itu, disiplin juga merupakan rahasia keberhasilan orang-orang besar. Dunia kita juga berdiri di atas landasan yang sama. Tatasurya bekerja secara teratur, bintang-bintang berputar mengelilingi matahari secara sistematis dan tidak ada kerusakan fungsi selama beribu-ribu tahun, itu semata-mata disebabkan oleh kenyataan bahwa sistem tatasurya bekerja menurut tatanan dan kedisiplinan.
Tatanan ditemukan dalam segala hal di sekitar kita dari tubuh terbesar alam semesta ini hingga benda terkecil yang disebut “atom”. Segala sesuatu di dunia ini terdiri dari atom-atom kecil. Sebuah disiplin yang indah dapat terlihat pada setiap gerakan alam semesta. Ada atom kecil dalam setiap sistem.
Setiap atom memiliki pusat sendiri, yang disebut “proton”. Banyak “elektron” bergerak mengelilingi pusat itu seperti bintangbintang dan bulan. Tentang hal ini, seorang sarjana Muslim besar berkata, “Jika Anda mengupas inti setiap atom, Anda akan menemukan matahari di pusatnya.”
Alam semesta adalah panduan terbaik untuk kita semua. Kita harus belajar tentang kehidupan dan penyebab stabilitasnya dan kesuksesan darinya. Alam semesta ini mengatakan, “Rahasia hidupku adalah keteraturan dan ketertiban yang telah ditanamkan Penciptaku di dalam diriku.”
Jika sistem pendidikan negara mana pun menjadi tidak baik, jika perdagangan dan ekonomi dari negara mana pun terganggu, jika keseimbangan penawaran dan permintaan menjadi kacau, jika hukum dan ketertiban negara mana pun berubah menjadi korup, jika tentara disersi, maka keruntuhan negara itu merupakan hal yang pasti.
Ketika Imam Ali as. terluka parah oleh hunjaman pedang Ibnu Muljam, warisan pertama yang diucapkannya kepada anak-anaknya, setelah menasihati mereka agar menjauhkan diri dari kemaksiatan
kepada Allah SWT, adalah mengenai ketertiban dalam setiap urusan, “Kupesankan kepada kalian agar menjauhi ketidaktaatan kepada Allah SWT dan agar mematuhi hukum, ketertiban dan keteraturan
dalam hidup.”
Salah satu bentuk ketertiban adalah membagi waktu kita sehari hari sesuai dengan kebutuhan kita. Melakukan setiap pekerjaan yang diperlukan pada waktu yang tepat, itulah kehidupan. Kita harus mengembangkan dasar kehidupan ini. Kita harus menahan diri dari ketidakpatuhan dan ketidakdisiplinan karena hal ini akan menghancurkan bakat dan kompetensi kita sendiri.
Pemimpin orang-orang yang bertakwa, Imam Ali as., berkata, “Seorang Muslim harus membagi waktunya menjadi tiga bagian. Satu bagian harus disediakan untuk beribadah kepada Allah SWT, satu bagian lagi untuk mencari penghidupan, dan bagian ketiga untuk memenuhi kebutuhan fisik yang tidak dapat diabaikan.”
Jika tidak ada ketertiban atau kedisiplinan di masa lalu kita, dapatkah kita mengambil manfaat dari ketertiban di masa sekarang dan tahun-tahun mendatang dalam sisa hidup kita?
Tentu saja kita bisa, karena tiga tahap kehidupan kita, yakni masa kanak-kanak, masa remaja dan usia tua, adalah seperti tiga kompartemen di kapal yang dapat dipisahkan satu sama lain dengan menekan sebuah tombol. Jika satu kompartemen rusak, ia dapat dipisahkan dari yang lain. Hanya dia yang berhasil yang dapat, dengan menggunakan kebijaksanaan, memisahkan berbagai kompartemen dalam hidupnya dan menanganinya secara terpisah.
Patut disayangkan bahwa manusia, alih-alih mendapatkan manfaat dari kesempatan di masa kini, harus terus bersedih karena masa lalunya, sehingga membuang-buang waktu yang tersedia untuknya dan bertindak ceroboh dalam menata masa depannya.
Seorang menteri yang kompeten melaksanakan tugas-tugas administratif dengan bantuan asistennya. Ketika ditanya mengenai bagaimana ia mengatur urusannya, dia menjawab, “Saya tidak pernah menunda pekerjaan hari ini ke hari esok. Dalam pandanganku, tidak ada alasan untuk menunda-nunda satu pekerjaan pun.”
Kita melihat slogan-slogan di kantor-kantor dan tempat-tempat kerja yang berbunyi, “Waktu adalah Emas.” Ini tampaknya kurang tepat, karena nilai waktu bisa lebih besar daripada emas jika semua pekerjaan dilakukan tepat waktu.
DISKUSI: