Peringatan Arba’în Imam Husein, Mengapa?
Arba’i’n dalam tradisi Syiah Imamiyah, yakni empat hari kesyahidan al-Husain cucu Nabi saw pada setiap tanggal 20 shafar. Para pecinta Ahlulbait Nabi (as) memperingatinya sebagai hari Arba’in, empatpuluh hari pasca hari Asyura. Di dalam peringatan ini, salah satu yang mereka lakukan ialah membaca ziarah, yang disebut dengan ziarah Arba’in. Hal ini berdasarkan riwayat dari Imam Hasan Askari as, yang menganjurkannya.
Syekh Thusi menukil teks ziarah arbai’n dari Imam Shadiq as. Termuat di dalamnya kalimat-kalimat salam kepada Abu Abdillah as, di antaranya: as-salâmu ‘alal husain al-mazhlûm asy-syahîd; “Salam atas al-Husain yang teraniaya yang mati syahid”. Kemudian si pembaca ziarah bersaksi atas pengorbanan dan kesyahidannya di jalan Allah; akramtahu bisy syahâdah… wa ja’altahu hujjatan ‘alâ khalqika minal aushiyâ`; “(Ya Allah) Telah Engkau muliakan dia dengan kesyahidan… dan Engkau menjadikan dia seorang hujjah dari kalangan para washi atas seluruh makhluk-Mu”, dan seterusnya.
Mengapa Empatpuluh Harinya?
Seorang mufassir kita, Prof Quraisy mencari jawaban mengapa arba’in, angka 40 hari yang dipilih, bukan angka lainnya, 100, misalnya?” Setelah menyebutkan angka 40 yang terdapat di dalam ayat dan riwayat, beliau mengatakan: “Kelihatannya 40 ini adalah angka kesempurnaan.”
Pada hakikatnya, Arba’in tak jauh beda dengan Asyura, keduanya diperingati sebagai hari duka. Melainkan Asyura merupakan haul Imam Husein as, sedangkan Arba’in merupakan peringatan 40 hari pasca kesyahidannya. Yang jelas, tak mungkin kaum yang terdiri dari para imam, ulama besar dan para pecinta yang dalam kehidupan sehari-hari mereka melaksanakan shalat, membaca doa-doa dan amal ibadah lainnya melakukan sesuatu yang tak berarti, seperti mengadakan peringatan Arba’in Imam Husein as.
Mereka mempunyai alasan dan mengetahui riwayat bahwa: “Tiada satu tindakan melainkan baginya sebuah makrifat”. Peringatan ini sebagai kelanjutan peringatan Asyura, adalah hari duka yang diperingati dari sejak empatpuluh hari pertama pasca hari kesyahidan Abu Abdillah 61 hijriah, hingga sekarang oleh para pecinta Ahlulbait as.
Alasan-alasan Ahli Sejarah
Para ahli sejarah mengemukakan beberapa alasan diperingatinya Arba’in, antara lain:
1-Pengorbanan Imam Husein menghidupkan agama, maka pengorbanan ini harus dihidupkan. Pemperingatan arbain, pada hakikatnya adalah menghidupkan agama Islam dan anti musuh Islam.
2-Tak ada musibah yang melebihi apa yang menimpa Imam Husein as, yang juga merupakan musibah besar bagi Rasulullah saw dan para imam suci. Mereka menangis karenanya, dan tak ada peringatan duka yang dibesarkan oleh para pecinta Ahlulbait as melebihi peringatan duka Imam Husein.
3-Di bulan Muharam Imam Husein, putra-putra dan para sahabat beliau terbunuh, dan para wanita syuhada yang ditawan dan digiring menuju Kufah dan Syam. Dikatakan, bahwa pada hari 40 kesyahidan Imam, mereka sampai di Karbala. Pada hari itu, semua musibah pada hari kesepuluh Muharam teringat kembali. Pada hari itu adalah hari yang berat bagi keluarga Nabi saw.
4-Musuh-musuh Islam menghendaki agama Islam ini lenyap dengan membunuh Imam Husein as. Mereka berusaha menghapus semua jejak atau peristiwa Karbala. Mereka bahkan menyiksa dan membunuh orang yang menziarahi (makam) beliau. Di zaman khalifah Mutawakil Abbasi, semua makam Karbala diratakan dan orang-orang dilarang datang untuk berziarah ke makam Imam Husein as. Di dalam menentang itu, para pecinta Ahlulbait as memanfaatkan setiap momen, di antaranya ialah peringatan arbain Imam Husein.
Hikmah dari Peringatan Arba’in
Diterangkan oleh sebuah riwayat dalam kitab doa “Mafatihul Jinan/Syekh Abbas al-Qummi”, dari Imam Askari as bahwa salah satu di antara lima tanda orang mu’min adalah membaca ziarah Arba’in (Mafatihul Jinan/Syekh Abbas al-Qummi), sebuah amalan yang dipedulikan oleh kaum mu`min pecinta Ahlulbait as.
Salah satu hikmah yang dapat diambil dari arbain, bahwa memperingatinya adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap usaha-usaha para penguasa dalam menghapus jejak-jejak pengorbanan Imam Husein. Di antaranya, dalam kitab “Fi Rihab Aimmati Ahlilbait as (jilid 2, halaman 183-188)” diterangkan bahwa:
1-Kubah makam Imam Husein, yang dibangun pertamakali di masa Bani Umayah itu dihancurkan oleh Rasyid Abbasiyah.
2-Setelah dibangun kembali oleh Ma`mun, dihancurkan oleh Mutawakil pada tahun 236 dan tanah makam Imam dijadikan sebagai tempat untuk cocok tanam, dan melarang orang-orang mendatanginya.
3-Al-Muntashir kembali membangunnya. Kemudian pembangunan dilanjutkan oleh Muhammad bin Zaid yang dijuluki as-Shaghir Malik Thabristan, kemudian oleh ‘Adhaduddaulah, kemudian Hasan bin Mufadhal ar-Ramahramzi menteri Sultanuddaulah bin Bawaih ad-Dailami.
4-Yang ada sekarang ini adalah pembangunan atas perintah Sultan Uwais al-Ilkhani pada tahun 767. Kemudian pada tahun 1216, Saud bin Abdul Aziz mengerahkan pasukan 600-1000 orang untuk menyerang Irak dan menguasai kota Karbala bertepatan pada tanggal 18 Dzulhijjah. Rakyat yang terbunuh sekitar 14-15 ribu terdiri dari orang-orang tua, para wanita dan anak-anak. Ia menjarah semua barang berharga yang ada di bangunan suci ini dan merusaknya.
Para penguasa itu mengulang sejarah para pendahulu mereka yang telah berusaha membumi hanguskan keluarga suci Nabi saw, dengan membantai Imam Husein beserta putra-putra dan para sahabatnya. Namun api kebangkitan dan pengorbanan beliau tak pernah padam sampai kini dan hingga akhir masa, dengan pertolongan Allah swt.
Arbain, merupakan salah satu bentuk penyala atau pengobar api suci itu. Agar kebangkitan dan pengorbanan beliau tetap hangat dalam jiwa dan membara dalam hati. Mereka telah berupaya menghapus jejak-jejak sucinya, namun sia-sialah usaha mereka.