Sayyid Haydar Amuli
Robert Wisnovsky menjuluki Sayyid Haidar Amuli dengan, ‘the akbarian turn in shi’i theology.’ Ya, memang sang arif, filsuf, dan ahli teosofi yang menemukan mata air rahasia dari ajaran ahlulbait dan sufi. Beliau berusaha mendekatkan ajaran Ibn Arabi dengan ajaran ahlulbait. Menurut Henry corbin, seorang syiah adalah sufi sekaligus dan seorang sufi adalah seorang syiah. Sayid Haydar Amuli memiliki kehidupan yang menarik, hidup di tengah-tengah lingkungan sunni. Sebagian hidupnya mirip tokoh sufi Ibrahim bin Adham, sang pangeran yang kemudian meninggalkan kehidupan yang menyenangkan. Haydar Amuli juga meninggalkan posisinya sebagai wazir, komunitas yang sangat akrab dan juga teman serta keluarga yang menyejukan hati demi untuk bertemu tuhan di Mekkah.
“Thus after detachmen from my job, and minister, boss and leaving all my wealth, wife, children and friends I traveled to mecca.”[1]
Ia mengalami pengalaman spiritual seperti yang dialami oleh Ibn Arabi di Mekkah. Sayyid Haydar Amuli mengatakan bahwa kitab tafsir yang luar biasa al-Muhit al-Ahzam – yang sayang sampai sekarang belum banyak diapresiasi oleh kaum muslimin bahkan oleh pengikut syiah sendiri. Lebih dari itu prinsip-prinsip filsafat Suhrawardi; Sang Martir menjadi jelas dan sistematis jika dikomparasi dengan Sayyid Haydar Amuli. Konsep Cahaya dan Kegelapan Suhrawardi akan lebih jelas dan tegas jika dilihat dari perspektif teosofi Sayyid Haidar Amuli.
Ia adalah ُSayid Baha a-Din Haydar, Hayard al-Ubaidi, al-Hoseini Amuli, Sayyid Haidar Amuli atau Mir Haydar Amuli adalah seorang sufi dan syiah, sufi filsuf, theosofi persia dan pensyarah Ibnu Arabi diabad ke 14. Nama Lengkapnya Ruknu ad-Din Haydar, putra Sayyid Taj a-Din Ali Padesyah, putra Sayyid Ruknu Din Haydar, putra Sayyid Tajuddin Ali Padesyah, Putra Sayyid Muhammad Amir, putra Ali Padesyah, putra Abu Ja’far Muhamad, putra Zayd, putra Abu Ja’far Muhammad, putra Da’i, putra Abu Ja’far Muhammad, putra Ibrahim, putra Muhammad, putra Husayn Kusaj, putra Ibrahim, putra Sina Allah, putra Muhammad Harun, putra Hamzah, putra Ubaydilah A’raj, putra Husain Ashgar, putra Imam Ali bin al-Husain Zaynal Abidin, Putra Husain Syahid, putra Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Lahir tahun 719 hijriyah. Ia mengatakan dalam mukadimah Jami al-Asrar: “saya sejak kecil sampai usia 30 tahun giat dalam mempelajari keimanan dari datuk-datuknya para Imam yang suci, dari aspek lahiriyah dari mazhab Imamiyah dan juga dari aspek esoteris (batin) yang merupakan hakikat atau inti ajaran para sufi dan kemudian mengharmonikan (tawfiq) sehingga menjadi kesatuan antara syariat dan hakikat. Dan aku berhasil meraih maqam istiqamah dan tamkin. Ini bukan sekedar pengakuan semata-mata tapi rasa syukur dan menampakan karunia-karunia Ilahi yang tak terbatas.”
Menurut Sayid Haydar Amuli, Aku senantiasa melakukan penelitian sampai memahami intinya setelah mempelajari akidah, tingkatan-tingkatan ilmu ma’qul dan manqul yang sebagiannya di pelajari di tempat kelahirannya Amuli dan sebagian lain di Isfahan dan Istarabad. Proses penemuan inti ini menghabiskan waktu selama 20 tahun. Lantas setelah itu kembali lagi dari Isfahan ke Amuli. Dan aktif membantu Sultan yang adil yaitu Fakhru ad-Dawlah putra Syah Kaykhesru. Sultan Fakhr ad-Dawlah sangat menghormatinya dan mempersatukan dalam ikatan persaudaraan yang kuat. Ia kemudian diangkat menjadi sahabat khusus.
Namun suara batinnya tidak merasa bahagia dengan segala kelimpahan rezeki, posisi, persahabatan, keluarga dan kenikmatan intelektual dan emosional. Suara fitrahnya mengajaknya berbicara untuk meninggalkan semua kebahagiaan dan mengembara menuju Tuhan. Sayyid Haydar Amuli telah melewati maqam pecinta dan mencapai maqam yang dicintai oleh Allah Swt. Lantaran itu, ia ditarik dan diseru untuk segera melakukan pengembaraan batin menuju Allah Swt, dan ia hanya membawa baju sederhana yang murah dan sedikit dirham saja. Lantas pergi untuk melakukan ziyarah kakeknya; Rasulullah saw dan juga Imam-imam suci yang lainnya.
Dalam hidupnya, Sayyid Haydar Amuli lebih banyak bergaul dengan tokoh-tokoh sufi dan mengikat persahabatan dengan mereka. Ia mengikat futuwah dengan seorang syaikh Sufi bernama Syaik Kamil Muhaqiq Nur ad-Din Tehrani; seorang sufi yang diterima di kalangan mazhab sunni dan syiah.

Makam Sayyid Haidar Amuli
Karya-Karya Sayyid Haydar Amuli
Filsuf dan spiritualis yang namanya diabadikan dalam ensiklopedia oleh Herman Landolt dan Ettan Kohberg, Rustom, Husein Nasr dan lain-lain memiliki puluhan karya yang sangat berharga. Disini hanya akan diperkenalkan secara singkat dua kitab utamanya yang bisa diakses di perpustaaan yaitu al-Muhit al-a’dham wa al-khasm fi tawil al-kitabillah al-Aziz al-Hakim dan Asrar syariah, athwar thariqah wa anwar Hakikat (yang kedua ini sudah diterjemahkan dan dicetak oleh penerbit Mizan).
Kitab al-Muhit al-Azham, ditulis dalam 7 jilid selama waktu 30 tahun. Menurut Sayid Haydar Amuli itu adalah kitab takwil al-Quran yang mengikuti metode (sabak) takwil Syaikh Najmudin Razi. 7 jilid karena sesuai dengan riwayat yang mengatakan bahwa al-Quran memiliki batin dan lahir dan batinnya mengandung batin lagi hingga 7 batin. Kitab ini menurut Sayyid Haydar Amuli hasil dari emanasi ghaib lewat kasyaf. Uraian hasil dari pengalamaan spiritual (kasyaf) tidak terlalu sulit dibaca bagi yang menguasai bahasa Arab dengan baik. Terlebih lagi Sayyid Haydar Amuli sangat sering mengutip ayat-ayat al-Quran dan hadis dari para imam suci. Tampaknya tidak semua ayat al-Quran ditafsirkan dan lebih banyak juga mengutip pandangan Ibnu Arabi.
Adapun Kitab Asrar Asyariat wa Athwar ath-tahriqat wa anwar al-Haqiqat adalah kitab untuk merespon pandangan dizamannya yang memisahkan atau ingin menjauhkan syariat, thariqat dan hakikat. Menurutnya di zaman itu orang awam dan para ulama memandang bahwa syariat itu bertentangan dengan thariqat dan thariqat bertentangan dengan hakikat. Menurutnya itu karena mereka tidak memahami prinsip, kaidah dan ahwal para ahli irfan.
Ada beberapa prinsip utama yang dijelaskan oleh Sayid Haydar Amuli sebagai fondasi integrasi syariat, thariqat dan hakikat yaitu pertama redefinisi syariat, thariqat dan hakikat . Menurutnya, syariat nama untuk jalan-jalan menuju Allah dengan segala aspeknya. Thariqat adalah melakukan yang terbaik dan hakikat adalah mengafirmasinya secara visi (musyahadah dan kasyf). Syariat adalah aspek ubudiyyah, thariqat adalah engkau menghadirkannya dan hakikat engkau menyaksikannya. Syariat adalah engkau menegakkan perintah Allah Swt, thariqat engkau tegak dengan perintah-Nya dan hakikat engkau tegak dengan-Nya. Dan syariat adalah kata-kata Rasulullah saw, thariqat adalah perbuatannya dan hakikat adalah ahwalnya.
Yang kedua beliau menarik isu rahasia syariat, thariqat dan hakikat itu akarnya yaitu arketip permanen (a’yan tsabitah) dan mengaitkan dengan potensi (isti’dad, qabiliyah). Menurutnya mereka yang tidak memiliki tiga martabat syariat, thariqat dan hakikat akan tersesat di jalan dan tharikat itu lebih tinggi dan lebih utama sehingga harus menjadi perhatian individu muslim terutama muslim syiah. Lalu terkait misi utama seluruh nabi adalah melejitkan dan menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya serta relasi mutualisme antara akal dan syariat. Tampaknya untuk memahami integrasi syariat, thariqat dan hakikat Sayid Haydar Amuli, layak menguasai dulu doktrin irfan arketip permanen, misi utama para nabi serta juga prinsip safari spiritual seluruh alam dan makhuk-makhluk hidup secara universal. (SN)
[1]Terjemahan bahasa inggris dari pernyataan bahasa Arab Sayid Haydar Amuli dalam biograpinya yang ditulis Hencri Corbin