Tanpa Taqiyah, Syiah tidak Mencela Sahabat dan Isteri Nabi saw
Sebuah soal disampaikan kepada Almarhum Ayatullah Uzhma Sayed Muhammad Said al-Hakim: “Benarkah Syiah mencela dan mengkafirkan sahabat Nabi saw, khususnya terhadap Abu Bakar, Umar dan Usman, juga terhadap Asiyah -radhiyallah anhum?”
Beliau menjawab: Pertanyaan ini berkisar pada dua perkara.. (salah satunya) ialah takfir, bahwa mengkafirkan sahabat Nabi saw bukanlah pendapat Syiah, bahkan bukan juga merupakan pandangan seluruh muslimin dengan berbagai macam kelompok. Hal ini berdasarkan subtansi Islam dan pengertian rukun-rukunnya bagi mereka. Dapat diketahui demikian itu dari hadis-hadis para imam as dan fatwa-fatwa serta penegasan ulama Syiah.”
Beberapa riwayat yang beliau bawakan sebagai contoh terkait hal tersebut:
1-Muwatsaq (perawi yang terpecaya) Sammaah meminta penjelasan kepada Imam Shadiq tentang iman dan Islam. Lalu Imam berkata: “Islam adalah bersaksi tiada tuhan selain Allah dan memercayai Rasulullah saw. Dengan demikian maka darah (orang yang bersaksi itu berhak) dilindungi, dan atas itu berlaku pernikahan dan warisan. Berdasarkan zhahirnya lah orang-orang menjadi satu kumpulan (yang beragama Islam). Sedangkan iman adalah suatu hidayah…
2-Riwayat lainya dari Sufyan as-Samth, Imam Shadiq menjelaskan bahwa: Islam adalah yang tampak, yang atasnya orang-orang (dalam satu kumpulan yang) bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha esa tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad seorang hamba dan rasul-Nya, lalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, berpuasa bulan Ramadan. Inilah Islam..
3-Dalam hadis sahih dari Hamran bin Ayun -dari Abu Jafar (Imam Baqir as): Saya mendengar beliau berkata, … Islam adalah yang tampak berupa ucapan dan perbuatan. Orang-orang atas demikian menjadi sekumpulan (yang beragama Islam) dengan semua kelompoknya. Karenanya berlaku warisan dan dibolehkan pernikahan. Mereka berkumpul atas shalat, zakat, puasa dan haji. Dengan demikian mereka telah keluar dari kekafiran..
Syiah tak Pandang Kelompok dan Perbedaan
Banyak riwayat lainnya selain di atas yang menunjukkan bahwa di dalam Islam cukuplah dua kalimat syahadat dan mengakui perkara-perkara praktis yang jelas di dalam agama. Syiah dan kelompok-kelompok lainnya dari kaum muslimin tidaklah keluar dari Islam, yang hukum-hukumnya berlaku bagi mereka seperti kehormatan darah, harta benda dan lainnya, melainkan dengan kebenaran.
Berdasarkan semua itulah fatwa-fatwa yang terkait dari ulama Syiah di semua zaman. Akan Anda dapati dalam kitab-kitab mereka di masalah-masalah kesucian, pernikahan, penyembelihan, warisan, qishshas dan lainnya.
Almarhum Ayatullah Uzhma Muhammad Said al-Hakim menyatakan: Mereka itu bukan dalam taqiyah atau berbasa-basi.. Kemudian beliau memberi beberapa contoh dari berbagai masalah (yang akan disampaikan setelah ini) terkait keislaman seseorang melalui pengucapannya dua kalimat syahadat, dan dampak-dampak hukum darinya.
Atas dasar itulah pandangan Syiah terhadap semua sahabat Nabi saw dan terhadap muslimin. Mereka adalah orang-orang yang bersyahadat, memeluk Islam dan menyambut seruannya serta melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Syiah tidak memandang kelompok mana dan perselisihan mereka mengenai tambahan atas dasar-dasar Islam. Juga tidak memandang apa yang tersembunyi dalam diri mereka, hati atau batin mereka.
Sesungguhnya hal berinteraksi itu berlaku secara lahir. Atas demikianlah sirah Nabi saw dan para imam dari Ahlulbaitnya. Sayidina Ali karramallahu wajhah- pernah berkata tentang orang-orang yang memeranginya: Mereka itu adalah saudara-saudara kita. Mereka telah melampaui batas terhadap kita, tetapi mereka tidak (boleh) dikatakan telah kafir. Para wanita mereka pun tidak (boleh) dirampas dan harta benda mereka tidak (boleh) dihalalkan. Karena, mereka adalah Ahlul qiblah. (Orang-orang yang menghadap kiblat, yakni muslimin)
Dampak-dampak Hukum dari Keislaman Seseorang
Telah disampaikan di atas bahwa seseorang menjadi muslim dengan dua kalimat syahadat yang dia ucapkan, dan keislamannya ini membawa dampak-dampak hukum yang menunjukkan bahwa ia diperlakukan sama sebagaimana muslim lainnya.
Almarhum kemudian membawakan beberapa contoh terkait hal ini di berbagai masalah, yang terdapat di dalam kitab Syarayi al-Islam dan tentunya terdapat pula di dalam kitab-kitab fikih lainnya. Yaitu, antara lain darinya:
1-Dalam masalah memandikan mayit dikatakan: Siapapun yang menyatakan dua kalimat syahadat (jenazahnya) boleh dimandikan (secara Islam), kecuali khawarij, ghulat -mayat mereka tak boleh dimandikan- dan yang mati syahid (jasadnya tidak dimandikan)… (juz 1, hal 27)
2-Dalam masalah kemurtadan diterangkan: Kalimah Islam ialah mengucapkan, Asyhadu an lâ ilâha illallâh wa anna muhammadan rasûlullâh. Jika ucapan ini disertai dengan pernyataan, dan saya berlepas diri dari semua agama selain Islam, ialah sebagai penekanan. (juz 4, hal 185-186)
3-Dalam masalah menyolati mayit juga diterangkan: Siapa yang menyolatinya (mayit), yaitu siapapun yang menyatakan dua kalimat syahadat, atau anak kecil usia enam tahun dari seorang yang dihukumi Islam.
Banyak lagi masalah lainnya yang terdapat di bagian ibadah maupun muamalah seperti dalam masalah pernikahan bahwa kafa`ah yakni sama-sama Islam merupakan syarat di dalamnya, juga mengenai penyembelih hewan disyaratkan harus orang Islam atau dihukumi Islam, dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, semua tahu bahwa para sahabat para khalifah; Abu Bakar, Umar dan Usman ra- adalah orang-orang yang sangat dimuliakan oleh muslimin khususnya oleh saudara-saudara Ahlussunnah. Maka orang yang mencela mereka, berarti telah merendahkan orang yang dimuliakan dan dihormati muslimin dan menyakiti perasaan saudara-saudaranya sendiri. Ada upaya asing dibalik itu, yang ingin memecah belah muslimin dan tidak menginginkan mereka bersatu.
Referensi:
-Fi Rihab al-Aqidah, juz 1/Ayatullah Uzhma Sayed Muhammad Said Thabathabai al-Hakim