Thariqah Kedekatan Menuju Al-Haqq (Bagian Kedua)

رزومه امینی
Imam Ash-Shadiq berkata :
“Orang yang senantiasa berzikir kepada Allah diantara orang-orang yang lalai adalah bagaikan seorang prajurit yang maju ke medan perang sendirian, sementara yang lainnya melarikan diri. Maka dia pasti mendapatkan surga.” (Bihar al-Anwar, jilid 93, hlm. 163).
Ayat Alquran dan hadis yang dikemukakan di atas adalah contoh tentang kedudukan penting zikir. Sekarang mari kita meninjau apa tujuan di balik zikir.
Tujuan Zikir
Sebelumnya telah diuraikan dengan jelas bahwa zikir kepada Allah adalah ibadah yang agung dan salah satu metode paling baik untuk mengembangkan dan menyempurnakan jiwa serta mi’raj spiritual menuju Allah. Sekarang mari menyimak apa makna zikir yang nilai pentingnya banyak ditekankan dalam ayat Alquran dan hadis. Apakah maksudnya bukan sekedar mengucapkan kalimat seperti : subhanallah, Alhamdulillah, dan La ilaha illa allah saja atau ada makna lain dibalik semua itu ?
Apakah kalimat-kalimat itu jika diucapkan tanpa memperdulikan makna esoterisnya masih tetap akan menimbulkan efek penting.“ Kata zikir secara etimologis berarti ucapan sederhana dengan lidah, dan ucapan sederhana yang disertai kehadiran hati. Ada banyak hadis yang menggunakan kata ini dalam kedua arti tersebut, yaitu ucapan dengan lidah maupun ucapan dengan kehadiran hati.
Dalam hadis diriwayatkan bahwa Nabi Musa ketika mengucapkan munajatnya, meminta kepada Allah :
“Wahai Tuhan ! Apa imbalan bagi seseorang yang mengingat-Mu denga lidah dan hatinya ?” Tuhan menjawab “Aku akan menempatkannya di bawah bayangan ‘arsy dan penjagaan-Ku pada hari kiamat.” (Bihar al-Anwar, jilid 93, hlm. 156).
Oleh karena itu, sebagaimana dapat dilihat dalam hadis di atas, istilah zikir digunakan untuk kedua maksud tersebut yaitu zikir dengan menggunakan lidah dan zikir dengan menghadirkan hati. Di samping itu, ada banyak hadis yang menggunakan kata zikir dalam makna penghadiran hati, yang tentu saja merupakan yang benar dan dan sempurna.
Mengingat Allah dapat didefiniskan sebagai suatu keadaan spiritual dan melihat kebenaran dengan perhatian esoteris kepada Allah, dan mengetahui bahwa Dia Maha Melihat dan Maha Mengawasi segala perbuatan. Seseorang yang mengingat Allah dengan cara seperti itu, akan bertindak sesuai dengan perintah-Nya, melakukan kewajiban dan mencegah dirinya dari perbuatan terlarang. Oleh karena itu, berdasarkan cara pandang ini kita bisa menyimpulkan bahwa zikir bukanlah perbuatan sederhana. Nabi Muhammad saw bersabda kepada Imam Ali :
“Ada tiga sumber kekuatan istimewa bagi umatku : Pertamaa; persahabatan dan kebersamaan dengan saudara seiman dalam urusan harta. Kedua; Memperlakukan orang lain dengan adil sebagaimana kepada diri sendiri. Ketiga; Melihat Allah swat dalam semua situasi. Apa yang dimaksud zikir tidak/bukanlah ucapan kalimat sederhana seperti : Maha Suci Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, tetapi zikir dimaksudkan/didefinisikan sebagai suatu keadaan senantiasa mengingat Allah nswt. Sehingga kapanpun seseorang menghadapi/bertemu dengan sebuah perbuatan terlarang, dia akan merasa takut kepada Allah swt dan akan mencegah dirinya dari melakukan perbuatan tersebut.” (Bihar al-Anwar, jilid 93 hlm. 15).
Pemimpin kaum beriman Imam Ali berkata :
“Jangan lalai dari zikir di saat senggang dan jangan lupa untuk terus mengingat Allah. Ingatlah Dia dengan sempurna agar lidah dan hatimu berjalan seiring serta urusan batin dan zahirmu saling menyesuaikan satu sama lain. Seseorang tidak akan dapat menyibukan dirinya dengan zikir yang benar sampai dia betul-betul melupakan dirinya dan ketika melakukan perbuatan ia hanya mengingat Allah serta tidak memperhatikan keberadaan dirinya sendiri.” (Ghurat al-Hikam, hlm 817).
Imam As-Shadiq berkata :
“Barangsiapa sunguh-sungguh mengingat Allah akan patuh kepada Allah; Barangsiapa lalai dari mengingat-Nya pasti akan terjerumus ke dalam dosa. Kepatuhannya (kepada Allah) berarti hidayah dan perbuatan dosa menandakan kesesatan; Zikir adalah akar dari ketaatan dan kelalaian adalah akar dari kesesatan. Karena itu, jadikanlah pertimbangan hatimu sebagai titik ibadah (kiblat), dan jagalah lidahmu agar tak bergerak kecuali dengan izin hati, kebijaksanaan, dan iman karena Allah mengawasi semua urusanmu baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
Jadilah seperti seseorang yang jiwanya hendak dicabut dari jasadnya atau seperti seseorang yang berdiri di hadapan Tuhannya dan diotanyakan perbuatannya. Jangan biarkan jiwa berhubungan dengan sesuatupun kecuali dengan segala yang diperintahkan Allah. Lakukanlah disertai tangis malu, dan sucikanlah kekotoran hatimu.
Ketahuilah bahwa Allah telah mengingatmu. Karena itu, serahkan dirimu untuk berzikir mengingat-Nya, karena Dia mengingamu sementara Dia tidak membutuhkanmu sedikit pun. Oleh karena itu zikir-Nya kepadamu akan menjadikanmu lebih sempurna, dan menyenangkanmu dibading ingatanmu (zikirmu) kepada Allah. Membiasakan diri mengingat Allah akan menambah kerendahan hati, kebaikan dan rasa segan di hadapan-Nya; akan membuatmu mampu menyaksikan karunia dan rahmat yang telah lampau atasmu. Pada tahap ini ketaatanmu mungkin akan kau anggap sebagai sesuatu yang besar, tetapi dihadapan Tuhan akan terlihat sebagai sesuatu yang sangat kecil.
Oleh: Syekh Ibrahim Amini